Sepoi semilir angin bersama surya senja indah merayu, Dila dan ibunya menikmati suasana itu, ditemani dengan secangkir teh, dan suara hentakan kaki anak-anak yang berlarian dengan rasa bahagia karena akan menyambut bulan suci Ramadan.
Bulan Ramadan adalah bulan yang dinantikan oleh Dila dan ibunya yang bernama Sa’diah. Dila adalah seorang anak yatim, usianya 10 tahun. Ya, ibunya seorang janda. Ayah Dila bernama Hajid. Ayahnya meninggal ketika Dila berusia 5 tahun akibat kecelakaan saat bekerja sebagai kuli bangunan.
“Marhaban Ya Syahro Ramadan.” ucap Sa’diah.
“Bu nanti malam sudah mulai tarawih, ya?” tanya Dila.
“Iya, Nak.” jawab Sa’diah dengan halus
“Bu, mukena Dila sudah banyak yang bolong, Dila ingin mukena baru.” ucap Dila, lirih.
Sa’diah tersenyum, dan berkata, “Nanti kalau ibu sudah ada uang, ibu akan belikan Dila mukena yang baru, ya. Tapi Dila harus janji dulu sama ibu harus puasa penuh dibulan suci Ramadan ini, nggak boleh ada yang jebol.” Jawab Sa’diah dengan penuh kasih sayang.
“Oke, Bu. Itu mah gampang, Dila kan selalu puasa penuh. Tahun kemarin Dila juga puasa penuh, Bu. Nggak ada yang jebol.” sahut Dila dengan ceria.
“Iya, anak ibu memang pintar, rajin salat, puasa, dan membaca Alqurannya. Harus tetap seperti itu, ya. Jadilah anak ibu yang salehah.” ucap Sa’diah sambil memeluk anak perempuannya itu.
Dila membalas pelukan ibunya dan berkata, “Aamiin, semoga Dila bisa seperti yang ibu inginkan, Bu.”
Malam telah tiba, suara azan pun berkumandang, menandakan waktu salat isya telah tiba. Satu persatu penghuni rumah mendatangi masjid, tak hanya sendiri, ada yang membawa keluarganya masing-masing. Dila dan ibunya juga berangkat ke masjid. Aktivitas ibadah salat isya pun berlanjut ke salat tarawih.
“Mah, lihat deh. Mukena Dila dan ibunya jelek, ya Mah? Tidak seperti punya kita yang bagus karena baru beli kemarin untuk persiapan tarawih di bulan puasa.” Bisik Putri kepada Mamanya yang posisinya berada di samping Dila dan ibunya.
“Iya, mereka itu tidak mampu membeli mukena baru.” jawab sang mama, mereka berdua pun menertawai Dila dan ibunya.
Dila yang mendengar hal itu pun merasa sedih dan tidak bersemangat untuk melaksanakan ibadah tarawih, “Bu, kita pulang saja, yuk.” pinta Dila sambil menahan air mata yang ingin membahasi pipinya.
“Kenapa, Dila? Salat tarawihnya sudah mau dimulai.” Tanya Sa’diah dengan kebingungan.
“Bu, Dila malu sama mukena Dila yang bolong ini, Bu. Punya Ibu juga sudah terlihat lusuh.” jawab Dila.
“Nak, Allah itu tidak melihat apa yang dipakai hamba-Nya, yang terpenting itu niat untuk melakukan ibadah, dan berharap mendapatkan pahala dari-Nya. Dila kenapa tiba-tiba seperti ini?” tanya Sa’diah sambil menenangkan anaknya.
Dila membisikkan ibunya, “Putri, Bu.” jawab Dila. Namun, suara ikamah sudah terdengar, Sa’diah segera berkata dan meyakini anaknya, “Sudah, ayo kita salat. Tidak usah menghiraukannya, ya.” pinta sang Ibu dengan tersenyum.
Mereka pun melaksanakan salat isya dan tarawih di masjid, Dila yang menginginkan mukena baru pun masih menampakkan kesedihannya, dan melirik ke arah teman-teman seusianya yang memakai mukena baru dengan tampilan yang mewah dan menarik.
“Ya Allah, Dila mau mukena baru.” ucap Dila dalam hatinya.
Saat tiba di rumah, ibunya meminta Dila agar segera tidur, supaya tidak mengantuk saat dibangunkan sahur. Sa’diah segera masuk ke kamar, dan membongkar celengannya yang dikumpulkan selama ini, “Ya Allah, aku membongkar celengan ini untuk membelikan mukena baru pada anakku, karena sudah 1 bulan ini aku tidak berjualan akibat sakit getah bening yang aku derita ini.” ucap Sa’diah, mencoba membongkar celengannya.
Keesokan harinya, Dila izin pamit untuk berangkat ke sekolah, ketika Dila sudah berangkat ke sekolah, ibunya segera pergi ke pasar untuk membelikan Dila mukena baru dan pakaian baru untuk hari raya Idul Fitri. Saat sudah mendapatkan mukena dan pakaian baru, ibunya pun pulang ke rumah, tetapi di perjalanan Sa’diah merasa pusing dan tidak dapat menahan rasa pusingnya itu, hingga akhirnya Sa’diah terjatuh dan ditolong oleh warga yang berada di pasar, warga tersebut membawanya ke Puskesmas terdekat. Beberapa waktu kemudian Sa’diah pun tersadar dan meminta tolong kepada salah satu warga yang menolongnya, yaitu Rohmah (tetangga Sa’diah), “Rohmah, saya minta tolong, Berikan mukena dan pakaian ini kepada Dila anak saya, ini hadiah dari saya untuknya. Tolong jaga dia seperti anakmu sendiri, Rohmah. Kalau kamu tidak sanggup, tolong bawa anak saya ke panti asuhan, agar dia tetap terjamin kehidupannya. Terima kasih” Pinta Sa’diah dengan bercucuran air mata.
Rohmah yang dimintai tolong oleh Sa’diah pun menyetujuinya, dan akan menolong Sa’diah. “Baik, Sa’diah, tapi kamu jangan berbicara seperti itu. Kamu pasti bisa sembuh.” jawab Rohmah yang juga ikut bersedih atas ucapan Sa’diah.
Akhirnya ajal pun menjemput Sa’diah, ia meninggal dunia. Jenazah Sa’diah pun dibawa pulang ke rumah untuk dimandikan, dikafani, dan di doakan.
Dila yang baru pulang dari sekolahnya pun terkejut karena banyak orang di rumahnya. Dila pun kebingungan, Rohmah pun menghampiri Dila, “Dila, yang sabar ya, Nak. Ibumu sudah tiada, sekarang Dila sama Tante Rohmah, ya.” ucap Rohmah dengan iba.
“Ibu kenapa tante? maksudnya ibu sudah meninggal?” tanya Dila sambil menangis.
“Iya, Dila.” jawab Rohmah.
Dila pun segera berlari menemui jenazah ibunya di dalam rumah, ia menangis tersedu-sedu, ia tidak ingin kejadian tersebut terjadi. Rohmah pun menghampiri Dila, “Sudah, Nak. Biarkan ibumu tenang, ya.” ucap Rohmah sambil memeluk Dila.
“Kenapa ibu bisa meninggal, Tante?” Tanya Dila dengan sesenggukan.
“Ibumu menderita sakit getah bening, tadi saat ke pasar sakitnya kumat.” jawab Rohmah dengan halus.
“Getah bening? kenapa ibu tidak pernah cerita ke Dila?” tanya Dila.
“Ibumu tak ingin kau khawatir.” Jawab Rohmah dan mengusap air mata Dila.
Akhirnya jenazah Sa’diah pun akan dibawa ke pemakaman untuk dikubur, Dila masih terus menangisi ibunya. Saat selesai dikubur, Rohmah mengajak Dila ke rumah Rohmah, “Minum dulu tehnya, Dila, agar lebih tenang.” Rohmah memberikan teh hangat kepada Dila.
Sambil Dila meminum teh yang diberikan, Rohmah ke kamar dan mengambil sesuatu yang nampaknya titipan dari Sa’diah.
“Dila, ini ada titipan dari ibumu, yaitu mukena dan pakaian baru untuk Idul Fitri nanti, ibumu menitipkannya kepada tante.” ucap Rohmah dan memberikannya kepada Dila.
Dila mengambil mukena dan pakaian baru yang telah dibelikan oleh ibunya itu, Dila menangis sejadi-jadinya, “Bu, mukena dan pakaian ini adalah hadiah terindah bagi Dila. Maafkan Dila karena sering meminta dibelikan mukena baru sama ibu.” Ucap Dila dengan napas tersenggal-senggal.
Rohmah memeluk dan mengelus pundak Dila, “Dila kalau butuh apa-apa bilang aja ya sama tante Rohmah, mulai sekarang Dila anak tante Rohmah.” jawab Rohmah sambil tersenyum.
“Terima kasih, ya atas kebaikan tante.” jawab Dila.
“Sama-sama, Nak.”
TAMAT
Catatan (Sumber KBBI):
- Yatim: Tidak beribu/tidak berayah lagi (karena ditinggal mati)
- Janda: Wanita yang tidak bersuami lagi karena bercerai ataupun ditinggal mati suaminya
- Ikamah: Panggilan atau seruan berdiri untuk salat (berjamaah)
Penulis : Hamidah UNJ