Penulis: Mufty Arya Dwitama – Universitas Kristen Indonesia
Pernahkah kalian melihat letak makam yang tak lazim? Di sebuah desa yang tenang di Jawa Tengah, tersembunyi sebuah makam unik yang menyimpan kisah menarik sekaligus penuh misteri. Makam itu adalah peristirahatan terakhir Ki Ageng Mangir, seorang tokoh yang namanya mungkin tak sepopuler pahlawan nasional lainnya, namun memiliki peran penting dalam sejarah perlawanan terhadap kekuasaan pada masanya. Siapakah sebenarnya Ki Ageng Mangir dan mengapa makamnya menjadi simbol perlawanan? Mari kita telusuri bersama!
Ki Ageng Mangir merupakan pemimpin wilayah Mangir, sebuah daerah kecil yang terletak di dekat Yogyakarta saat ini. Sebagai tokoh yang memiliki pengaruh besar di daerahnya, ia dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap Kesultanan Mataram yang dipimpin oleh Panembahan Senapati. Pada masa itu, banyak pemimpin lokal yang merasa keberatan dengan perluasan daerah kekuasaan Mataram karena dianggap mengancam kedaulatan daerah mereka.
Mangir sendiri dikenal sebagai wilayah yang makmur dan memiliki tata kelola yang baik di bawah kepemimpinan Ki Ageng Mangir. Sosoknya dihormati oleh rakyatnya karena kebijaksanaannya serta keberaniannya untuk melawan dominasi kekuasaan yang lebih besar.
Hubungan Ki Ageng Mangir dengan Kesultanan Mataram penuh dengan ketegangan yang begitu rumit. Sebagai pemimpin lokal yang mandiri, Ki Ageng Mangir tidak mau tunduk pada kekuasaan Mataram. Hal ini membuatnya menjadi target politik oleh Panembahan Senapati yang berusaha menyatukan seluruh wilayah di Jawa.
Namun, strategi politik Mataram tidak hanya mengandalkan kekuatan militer. Panembahan Senapati menggunakan pendekatan diplomasi melalui pernikahan. Putri kerajaan Mataram Retno Pembayun diutus untuk mendekati Ki Ageng Mangir. Hubungan cinta antara keduanya menjadi alat bagi Mataram untuk melemahkan posisi Ki Ageng Mangir.
Kisah Ki Ageng Mangir berakhir dengan suatu tragedi. Setelah menikah dengan Retno Pembayun, Ki Ageng Mangir diundang ke istana Mataram untuk bertemu Panembahan Senapati. Namun saat ia bertemu dengan sang raja, Ki Ageng Mangir dibunuh secara tragis. Kepalanya dihantam di sebuah batu besar yang kini dikenal sebagai “Watu Gilang,” yang terletak di istana Mataram.
Salah satu kisah yang paling menarik tentang makam Ki Ageng Mangir adalah letaknya yang tidak sepenuhnya berada di dalam kompleks pemakaman. Bagian makamnya, khususnya bagian kepala berada di luar kompleks makam resmi. Menurut cerita rakyat dan tradisi lisan, letak makam yang terpisah ini mencerminkan hubungan yang rumit antara Ki Ageng Mangir dan Kesultanan Mataram. Setelah Ki Ageng Mangir wafat secara tragis di istana, ia dianggap tidak sepenuhnya diterima sebagai bagian dari Kesultanan Mataram meskipun ia adalah menantu Panembahan Senapati melalui pernikahannya dengan Retno Pembayun. Hal inilah yang dipercaya sebagai alasan mengapa makamnya berada di “dua dunia” sebagian di dalam kompleks dan sebagian di luar.
Kisah Ki Ageng Mangir dan makamnya yang tak lazim adalah pengingat bahwa sejarah seringkali menyimpan cerita-cerita perlawanan yang menarik dan penuh makna. Lebih dari sekadar tokoh lokal, Ki Ageng Mangir adalah simbol keberanian dalam mempertahankan prinsip dan menentang kekuasaan. Makamnya yang tak lazim menjadi saksi bisu semangat perlawanan, ini mengajarkan kita untuk tidak pernah takut menyuarakan kebenaran dan memperjuangkan apa yang kita yakini meskipun tantangan yang dihadapi sangat besar. Mari kita terus menjaga semangat belajar dari sejarah untuk membangun masa depan yang lebih baik!
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.