Majalah Sunday

Permintaan Yang Terkabul

Namaku Alea. Tahun ini rasanya berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Banyak hal baru yang dapat aku pelajari, seperti belajar melalui handphone, yang pada awalnya aku hanya tahu handphone untuk bermain games dan menonton kartun, hingga rajin menjaga kebersihan, padahal dulu aku males banget bantu-bantu ibu, hehehe. Tidak banyak hal buruk yang aku alami, sejauh ini hanya sebatas tidak bisa bermain bersama teman-teman saja. Mungkin berbeda dengan kedua orang tuaku, kelihatannya mereka lebih sering mengeluh selama di rumah, entah hal buruk apa yang terjadi pada mereka.

“Yah, natal ini ayah ada di rumah, kan? Kita hias pohon natal bareng-bareng!” Tanya dan pintaku.

“Mmm…  Iya, nak. Semoga nanti papah bisa pulang lebih dini ya!” Jawab papah, yang sama setiap tahunnya.

“Loh, papah ngga kerja di rumah?” Aku bertanya kembali.

“Eh.. Kamu kan tahu papah kalau akhir tahun selalu sibuk, hehe.” Ia menjawab.

Kukira karena pandemi ini, papah bisa bekerja di rumah saja seperti sebelum-sebelumnya, ternyata tidak. Sudah hampir lima tahun, semenjak ayah pindah kerja, ia selalu sibuk di akhir tahun, sampai-sampai selalu melewatkan natal bersama aku dan ibu. Aku masih terlalu kecil untuk mengerti apa pekerjaan ayah, yang kutahu dia bekerja keras di akhir bulan Desember, bahkan sampai di hari-hari terakhir dia tidak akan pulang. Arggh aku jadi kesal jika mengingatnya. Pada akhirnya aku mengalami hal buruk di masa pandemi ini, yaitu natal tanpa ayah (lagi).

Esok hari, saat waktu menunjukkan pukul tujuh pas, aku dibangunkan oleh ibu, bukan untuk sarapan atau membantunya membersihkan rumah, namun untuk berpamitan dengan ayah yang ternyata sudah rapih dan siap untuk pergi bekerja hingga akhir tahun nanti.

“Yah, di luar kan banyak virus, apa ayah yakin tidak mau bekerja di rumah saja?” Aku bertanya dengan manja.

“Alea, ayah kan sudah lama di rumah, main sama kamu, sekarang bagian ayah bekerja, oke?” Jawab ayah.

“Nak, ayo jawab pertanyaan ayah, nanti kan sepulang ayah kerja, kita bisa main lagi.” Ibu menyuruhku.

“Tapi aku pengen merayakan natal bersama, ayah!!” Aku berteriak dan berlari ke kamar.

Sudah lima kali ayah meninggalkan aku sebelum hari natal, dan lima kali juga aku menangis. Entah, awalnya aku sangat senang dengan adanya pandemi ini, aku bisa banyak menghabiskan waktu bersama ayah. Tapi pupusnya harapanku bisa merayakan natal bersama ayah, membuat tahun ini tidak ada bedanya dengan tahun lalu. Hari itu berjalan sangat amat biasa, aku dan ibu pergi keluar untuk membeli hiasan natal dan membeli bahan untuk membuat gingerbread makanan kesukaanku saat natal, perihal pohon natal aku dan ibu selalu menggunakan yang tahun sebelumnya.

Sepulang dari toko, aku dan ibu langsung sibuk membuat kue-kue untuk esok hari, aku kembali senang menjalani hari, karena aku tau esok akan banyak saudara-saudaraku yang berkunjung. Setidaknya besok bermain dengan saudara dapat mengobati rasa sedihku yang tidak bisa bermain bersama teman-teman dan ditinggalkan ayah untuk bekerja. di sela-sela kami membuat kue, beberapa sanak saudara menelpon video yang membuatku semakin bersemangat untuk hari esok dan ingin sesegera mungkin menyelesaikan kue. Belum sempat aku dan ibu menghias pohon natal, kami mesti bersiap-siap untuk melakukan ibadah, dan berniat untuk menghias pohon natal sepulangnya.

“Bu, ayo kita hias pohon natal!” Pintaku.

“Aduhh… Ibu capek, nak. Bagaimana kalo besok pagi kita baru mulai menghiasnya?” Ibu menjawab.

“Yah bu.. nanti Santa Claus ngga mau datang dan memberi hadiahnyaa..” Ujarku.

“Hmm yasudah.. kita hias sebisanya yaa malam ini.” Ibu seraya tersenyum.

“Yeayyy.. all right moms hehe.” Aku kegirangan.

Aku dan ibu segera menghias pohon natal dan menatanya serapih mungkin. Ibu yang mengeluarkan hiasan-hiasan dari gudang, dan merapihkannya di lantai, setelahnya adalah tugasku untuk merapihkannya di pohon natal dengan apik. Kegiatan menghias pohon natal terus berlangsung hingga mendekati pukul 11. Sebenarnya aku sudah mulai merasa ngantuk, tapi aku ingin lekas menyelesaikannya, agar Santa Claus kiranya sudi untuk berkunjung dan memberikan hadiah.

“Nak sekarang sudah larut, kita lanjutkan esok pagi saja ya.” Kata ibu.

“Yah bu, ayo dikit lagi bisa kita selesaikan, pliss ya buu.” Rayuku.

“Nak, besok pagi kita mesti bangun pagi dan menyambut sanak saudara yang hendak berkunjung.” Ucap ibu.

Aku hanya mengangguk, mengamini ucapan ibu, karena pada dasarnya aku juga sudah tak tahan dengan rasa kantuk yang menerjang ini. Aku dan ibu membereskan hiasan dan sampah yang berserakan di lantai, agar esok pagi kiranya tidak banyak hal yang mesti dilakukan dan dapat fokus menghias pohon natal. Sebelum memasuki kamar, aku izin kepada ibu untuk kembali sebentar ke ruang tamu di mana pohon natal itu berada.

Ehm.. ya Tuhan aku tidak ingin meminta hadiah apapun kepada paman Santa, aku hanya ingin ayah bisa lekas pulang dan menyelesaikan pekerjannya, lalu merayakan natal bersamaku. Amin… eh ada satu tambahan permintaanku maaf aku banyak minta hehe, jika tidak keberatan, aku ingin esok pagi hari pohon natal ini sudah selesai dihias, jika keberatan biar aku saja yang melanjutkannya hehe. Aminn.” Pintaku dalam hati.

Aku lekas lari ke kamar dan tidur. Semoga semua pintaku didengar dan terkabul. Entah kenapa tidurku malam ini sangat nyenyak.

Esok paginya aku bangun dengan semangat dan energi yang baru, tanpa sempat aku cuci mukan dan sebagainya aku lekas berlari ke kamar ibu dan hendak membangunkannya. Alangkah terkejutnya aku, melihat ayah tertidur di sebelah ibu, “Ayah!” dalam hatiku. Aku lekas berlari ke arah kasur dan melompat.

“Ayah!!! Ayah sudah pulang kerjaa?!” Ujarku dengan girang.

“Ehh, iyaa ayah pulang cepat, karena kerjaan ayah nggak terlalu banyak.” Jawab ayah dengan rasa kantuknya.

Lalu aku lekas berlari ke kamar untuk mandi dan bersiap-siap untuk merayakan natal hari ini. Terlalu senang, sampai-sampai aku melupakan perihal menghias pohon natal. Setelah aku rapih dengan pakaian yang sudah ibu sediakan, aku bergegas ke ruang tamu, dan untuk kedua kalinya aku terkejut, melihat pohon natal sudah selesai dihias dan cantik sekali dengan lampu yang menyala kelap-kelip, senang rasanya.

“Yah, apa ayah yang menyelesaikan hiasan pohon natal ini?” Tanyaku.

“Iya, nak, kebetulan ayah semalam liat belum selesai, jadi ayah selesaikan, bagus kan?” Ujar ayah.

Aku hanya membalas senyum, dan terpikir dalam benakku, apakah ayahku seorang Santau Claus, yang selalu sibuk di malam natal? Lalu, mungkin kali ini ayah kebetulan mendengar pintaku dan mengabulkannya. Hmm.. entahlah, yang terpenting aku kini sangat senang bisa marayakan natal bersama ayah.

 

Mochamad Fahriza, Universitas Negeri Jakarta.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Chat Now
Selamat Datang di Majalah Sunday, ada yang bisa kami bantu?