Majalah Sunday

Heaven: Mystery of Hidden Gem School Part 12:
Pertarungan Terakhir 2

Penulis: Ingesia Aulia Kamila – Universitas Negeri Malang.

Chapter 12: Pertarungan Terakhir 2

Video dokumenter itu terus berputar, menampilkan agenda diskusi di berbagai tempat, penyebaran surat kabar, beberapa orang terlihat berada di lab, berkali-kali hasil eksperimen mereka gagal, aku tidak percaya hal seperti itu sudah ada di zaman dahulu, tapi inilah yang terjadi. Detik berganti menjadi menjadi menit, lebih banyak fakta yang terputar, kamp pelatihan, anak-anak remaja yang dilatih, pergerakan ini mirip dengan flm-film action yang kunonton dari kaset yang pemberian guru Kashmir.

Tahun dalam video berganti, 1965.

Siapa yang tidak tahu apa yang terjadi pada tahun itu, kekacauan terjadi di mana-mana, di dalam video tampak orang-orang dari organisasi bergerak secara sembunyi-sembunyi membantu warga sipil, mereka tidak hanya bergerak di masyarakat, berkali-kali video menampilkan ruang rapat dalam kantor pemerintahan.

Berganti, video terus berputar, aku dan Ab tidak bisa berhenti menahan emosi kami, sedih, marah, dan kecewa. Apa ini yang dialami para pejuang bangsa kami? Ada banyak sekali pejuang bangsa yang tidak dikenal namanya, banyak sekali pejuang bangsa yang bahkan untuk memperjuangkan hidupnya mereka tidak bisa, padahal tanpa mereka tidak akan semudah itu membuat negara ini bisa merdeka secara fisik.

Orang-orang yang sering disebut sebagai pahlawan bangsa tidak akan bisa diebut pahlawan bangsa jika hanya bergerak sendiri, tapi sejarah abai pada kenyataan itu, pergerakan kecil tidak dianggap, pergerakan tanpa nama mentereng tidak akan diingat, siapa yang peduli?

Kemudian, lagi, tahun dalam video itu berganti, 1998.

Selanjutnya tempat-tempat yang ditampilkan jauh lebih familiar, itu karena beberapa tempat itu sampai saat ini masih tampak sama, hanya fungsinya yang berubah. Tidak kalah kecewanya melihat apa yang terjadi, ini abu-abu, pemerintah yang tidak bisa mengatasi krisis membuat warga sipil yang kehilangan akal dan hati nurani bergerak seenak mereka. Penjarahan terjadi di mana-mana, sesama warga sipil saling berebut barang jarahan, padahal itu milik sesama warga sipil, jika materi menjadi standar hidup, manusia bisa jadi seperti binatang buas yang sedang kelaparan, tidak peduli bagaimanapun mereka akan berusaha mendapatkannya.

Kembali, tampak orang-orang dari organisasi yang berusaha menyelamatkan korban penjarahan dan memperbaiki keadaan dari bawah, tapi ini jauh lebih sulit, mereka jadi dianggap sebagai penghianat oleh warga pribumi yang dimanipulasi oleh orang-orang yang tidak suka dengan organisasi ditambah keadaan yang sudah tidak terkontrol.

“Kalian lihat? Itu yang terjadi jika kau tidak punya kuasa, itu yang terjadi jika kau terlalu tulus dan polos membantu, bantuanmu dianggap wajib ada, apapun keadaannya, tapi kau tidak dianggap sebagaimana para pahlawan itu dielu-elukan. Kau hanyalah figuran yang sekedar lewat untuk meramaikan pergerakan, ada tapi tiada”

Video dokumenter itu berhenti berputar, lampu koridor kembali menyala.

Heaven menahan emosi (AI picture from Canva)

“Maaf kami terlambat, mereka ternyata anggota terlatih” Guru Gashem datang dengan nafas tersengal-sengal, beberapa bagian wajahnya tampak lebam, sepertinya terkena pukulan.

“Guru Kahsmir?” Aku langsung bertanya melihat guru Gashem hanya datang sendiri membuatku khawatir, kemampuan mereka berdua sangat berbeda, guru Kahsmir lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam ruangan dengan komputer sedangkan guru Gashem tiap hari berjibaku dengan latihan outdoor secara nyata.

“Aahh, kau terlalu mengkhawatirkanku” Guru Kashmir muncul dari balik pintu, penampilannya jauh lebih berantakan daripada guru Gashem

“Jadi, apa yang kalian dapatkan?”

Aku dan Ab hanya menggeleng.

“Tapi,”

Guru Kashmir dan guru Gashem menatap kami.

Kami menunjuk pintu ruangan yang kami yakini tempat pemimpin organisasi ini.

“Di mana? Di mana?”

Dari arah lift terdengar suara derap langkah sekelompok orang.

“AYAH? IBU?”

“DAISY!! TAMEEM!!”

“Kak Jordan, Ayah,”

Mereka berlari mendekat.

“Minggir, biarkan aku membuka pintu ini” Kak Jordan maju, memasang sesuatu di pintu besi itu “Yang lain mundur!!”

“Apa yang kalian lakukan ?” Suara tersembunyi itu terpotong.

BUMMM!!!

Akhirnya pintu besi itu terbuka, kami segera berlari masuk. Asap dari ledakan masih mengepul, sedikit demi sedikit bayangan sosok pria yang terus menerus kami dengar suaranya tampak, ia tidak sendiri, di sebelahnya tampak wanita tua berumur akhir 60 tahunan berdiri, rambutnya tertutupi turban.

“Ahhh, kau wanita tua yang tadi pagi!!” Aku spontan berseru menunjuk wanita tua itu, tentu langsung dapat tatapan tajam dari Ibu.

Wanita tua itu tampak kesal, ia melipat tangannya di dada.

“Formasi macam apa itu? Apa aku sedang menyaksikan live action The Avanger?” Pria dengan jas hitam itu terkekeh.

Aku spontan menoleh, memperhatikan formasi kami.

“Woww, keren!!” Aku bergumam. Tameem di sebelahku bahkan tidak bisa menyembunyikan decak kagumnya, siapa yang bisa membayangkan, anak biasa sepertinya berada di tempat ini, benar-benar seperti dalam film superhero.

Heaven menatap masa depan cerah (AI picture from Canva)

“Kau lihat! Kami sudah berada di sini, jadi apa maumu?” Guru Gashem maju.

“Apa lagi? Kalian tentu sudah tau bukan, sebelum kalian menentukan akan datang ke sini atau tidak, kalian tahu apa yang akan selanjutnya terjadi”

“Ya, setelah kami menunjukkan semuanya pada kalian, tidak ada pilihan lain selain bergabung bersama kami menggulingkan rezim yang sudah tidak sehat ini” Wanita tua itu menambahkan.

“Apa niatnya? Balas dendam? Dengan cara apa? Kekerasan?” Aku maju ke samping guru Gashem.

“Kau pikir ada cara lain? Kau harusnya sadar setelah melihat video tadi, kau lihat bagaimana perjuangan kami, orangtuamu, dan juga guru-gurumu membantu warga sipil, lihat bagaimana kami pada akhirnya hilang tanpa jejak, tidak pernah dianggap ada, anak kecil sepertimu tau apa?” Pria tua berjas hitam itu naik pitam, ia melepas kaca matanya, memijit pelipisnya sebelum kembali mengenakan kaca mata.

Emosiku membludak, kukepalkan tanganku.

“Ya, aku tidak bisa mengabaikan fakta bahwa banyak pejuang bangsa ini yang tidak mendapatkan keadilan setelah semua hidupnya diserahkan untuk hari dimana dibacanya proklamasi kemerdekaan saat itu. Aku juga tidak bisa abai bagaimana sikap warga sipil yang tidak menghargai pergerakan para pejuang bangsa dengan bertingkah bengis, tidak menggunakan hati nurani, bahkan sampai hari ini.

Tapi, balas dendam? Menggulingkan rezim dengan kekerasan? Satu-satunya cara? Aku rasa itu bukan satu-satunya cara yang bisa dilakukan, itu adalah satu-satunya cara yang kalian pilih diantara sekian cara lainnya!!” Nafasku tercekat.

“Aku tau apa sebagai anak kecil? Aku tau sejak orang tuaku memperkenalkanku kepada guru-guruku, aku mencari tau semuanya, aku bergerak sebisaku, aku keluar dari zona nyamanku, tiap kali ada usaha aku berusaha keluar dari kekhawatiran orang tuaku, yang aku tahu, mereka semasa mudanya adalah agen perubahan yang juga dikhianati dan pada akhirnya menyerah. Aku? Aku tidak akan membiarkan perjuangan itu berhenti begitu saja.

Akan kubuktikan pada para penguasa serakah itu, mereka bukanlah siapa-siapa tanpa peran rakyatnya yang terus bergerak, tapi tidak dengan kekerasan. Apa bedanya gerakan ini dengan aparat bersenjata melawan para mahasiswa yang tidak membawa apapun selain diri mereka? Apa bedanya gerakan ini dengan para aparat yang bergerak dengan kekerasan melawan para mahasiswa dan rakyat sipil yang mencari perlindungan atas masa depan mereka. Aparat yang harusnya menjadi pelindung malah memukul mereka, menangkap mereka, melempari mereka dengan gas air mata, dengan dalih menertibkan”

“Tuan yang terhormat, tidak akan ada yang percaya pada penguasa yang menuhankan kekerasan untuk berkuasa”

Semua terdiam, suasana dalam ruangan dengan lampu remang itu sangat dingin.

Aku tau tiap orang mencerna ucapanku dengan kesimpulan yang berbeda-beda.

“Ahahaha, kau benar-benar tidak bisa membuatku berkata-kata” Pria tua berjas itu tertawa sumbang, bertepuk tangan ” Jadi, menurutmu apa yang harus ku lakukan jika langkah selanjutnya kami mengikuti rencanamu?”

Aku terbelalak, menoleh ke arah teman-temanku, guru-guruku, serta ayah dan ibuku.

“Maksud anda?”

“Kau mengatakan pendapatmu tadi dengan menggebu-gebu, kau menyampaikan aspirasimu dengan penuh keyakinan, apalagi yang bisa kulakukan? Aku sama saja bodohnya dengan tikus berdasi di gedung mewah itu jika tidak mendukungmu dan memberi wadah atas perjuanganmu bukan?”

Ab langsung memelukku.

“Dia ingin mendukungmu bodoh!”

Aku memukul lengan Ab “Kau yang bodoh!” Aku kembali menoleh ke arah pria tua berjas itu.

“Kalau begitu, aku akan bergabung dengan pergerakan ini, tapi biarkan aku yang memimpin setiap langkahnya!”

Pria tua berjas itu kembali terkekeh ” Tentu anak muda, aku percaya padamu”

Aku tersenyum, tidak menyangka, dari rasa penasaran akan sekolahku bisa mengantarkanku pada langkah awal pergerakan membangun bangsa ini kembali. Aku rasa, sampai sini dulu kisahku, akan aku kabari saat aku berhasil menjerat para tikus berdasi yang sedang bersantai di gedung mewah itu. 

Sampai jumpa!!

*****

Majalah Sunday, Teman Memahami Tips Belajar, Edukasi Seksual dan Kesehatan Mental

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 8