Penulis: Ingesia Aulia Kamila – Universitas Negeri Malang.
Chapter 8: Baba Tameem dan Organisasi Rahasia
” Saat itu umur baba baru menginjak 14 tahun, keluarga kami tiap pekan akan menerima surat kabar secara rutin, baba tidak tahu membaca, hanya tahu membantu Jaddu (kakek) menjual karpet dan melayani pembeli, jika pembawa surat kabar itu datang baba hanya akan membalas senyumannya dan memberi surat kabar itu ke Jaddu, baba tidak peduli isinya apa. Begitu terus sepanjang hidup baba, sampai umur baba 36 tahun, baba sudah menjadi seorang suami dan juga ayah dengan satu anak laki-laki yang harusnya duduk di bangku perguruan tinggi, ya, baba menikah muda dengan kerabat dekat sesama keturunan timur tengah.
Saat itu umur anak pertama kami 18 tahun, harusnya sedang duduk di perguruan tinggi, dia pandai, tidak seperti baba dan mamanya. Dia sejak kecil sering ikut membaca surat kabar di samping Jaddu. Matanya selalu berbinar-binar saat membaca, beranjak dewasa ia mulai sering ikut berkumpul dengan anak-anak muda yang setiap sebulan sekali berkunjung ke toko kami, bertemu Jaddu. Karena keterbatasan ekonomi kami tidak bisa memberikannya pendidikan yang baik, ia harus membantu juga di toko. Baba sama sekali tidak mengerti dan tidak tertarik dengan perbincangan itu, membiarkan anak pertama kami melakukan apa yang ia mau asal tidak melupakan tugasnya di toko, tidak, sampai hari di mana baba seharian menunggu anak pertama kami yang tidak kunjung pulang saat terjadi bentrok di pusat kota.
Sehari, dua hari, tiga hari, ia tidak kunjung pulang, Jaddu saat itu sudah meninggal, surat kabar masih kami terima sampai hari dimana terjadi bentrok di pusat kota. Hari itu baba ingat, pemuda yang kami kenal sebagai pengantar surat kabar datang, baba cegat minta memberi tahu apa yang terjadi, bilang padanya baba tidak pandai membaca, maka ia membacakan salah satu isi surat kabar itu.
Dikabarkan bentrok besar antara mahasiswa, rakyat sipil dan pihak pemerintah yang diwakili oleh aparat terdiri dari polisi dan tentara, banyak mahasiswa dan rakyat sipil yang ditangkap serta mereka yang dianggap bersebrangan dengan pemerintah.
Ia bilang juga pada baba, teman-temannya juga banyak ditangkap, dan mereka sedang melakukan pencarian, mereka tentu akan sekaligus mencari anak pertama baba, mereka kenal baik dengannya, anak pertama baba bagian dari mereka. Tapi, sampai keadaan kota membaik tidak ada kabar baik yang datang ke toko kami, sepekan setelah pergantian presiden kami menerima secarik kertas berisi permintaan maaf, anak pertama baba tidak bisa ditemukan, begitupun dengan teman-teman seperjuangannya, setelah itu surat kabar, bantuan jasa penjualan yang memang tidak seberapa tapi tetap memberi kami penghasilan harian tidak lagi kami terima, menghilang tanpa jejak. Orang-orang yang dulu berhubungan dengan Jaddu, teman-teman anak pertama baba, tidak pernah tampak lagi.”
Baba Tameem menghembuskan nafasnya, menahan rasa bersalah dan kecewanya.
Tameem hanya menunduk, memilin jari-jarinya.
Aku, Ab, dan Daisy saling bertukar pandang.
“Kami, baba dan mama Tameem menjalani hari-hari terberat kami bertahun-tahun, sampai akhirnya Tuhan memberi kami kesempatan kedua, saat itu umur kami tidak lagi muda, mama Tameem mengandung di usia 47, hamil tua, sangat beresiko. Tapi, kami percaya ini adalah keajaiban yang Tuhan berikan untuk kami, kesempatan kedua kami untuk bisa menebus dosa dan kesalahan kami pada anak pertama kami, maka sejak baba tahu mama Tameem mengandung, baba belajar membaca, baba berjanji akan memberikan pendidikan terbaik untuk anak baba”
Baba menepuk pundak Tameem dan memegangnya erat.
“Maafkan baba jika selama ini terlalu keras padamu”
Suasana di toko baba Tameem petang ini sangat mengharukan, sisa cahaya matahari di timur masuk lewat cela-cela karpet kecil yang digantung di pintu toko, angin petang di kota penuh polusi ini entah mengapa terasa dingin. Suara di jalanan depan yang ramai teredam oleh kesunyian yang tercipta dari dalam toko, menyisakan suara detak jarum jam dinding di ujung ruangan atas pintu, pembatas toko dan ruang privasi keluarga Tameem.
Cahaya matahari sudah semakin condong ke arah barat, cahayanya sudah tidak lagi terlihat, kini penerangan di toko sudah digantikan oleh cahaya lampu. Berkali-kali hape-ku berdering, menampilkan foto ibu di layar, lengkap dengan pesan spam yang masuk.
“Ya, bu”
“Kau membuat ibu khawatir saja, kenapa baru menjawab??” Suara ibu terdengar kesal di ujung sana. Meskipun ibu tipe wanita yang cuek dia tetaplah seorang ibu yang marah ketika panggilan telfonnya yang berkali-kali tidak dijawab oleh anak semata wayangnya.
“Maaf bu, sebentar lagi aku akan pulang” aku langsung mematikan telfon dan koneksi internetku tanpa menunggu jawaban ibu, setidaknya ibu tahu aku baik-baik saja.
“Dasar anak mami” Ab berujar mengejek.
Aku memutar bola mataku tidak menanggapi ejekannya.
“Ini surat kabar yang masih baba simpan, siapa tahu kita bisa mendapatkan petunjuk lain” Tameem keluar dari pintu penghubung rumah dan tokonya dengan setumpuk kertas lawas.
Ab langsung meraih beberapa kertas itu dan menatapnya lamat-lamat.
“KETEMU!!” Aku dan Ab sama-sama berseru, kami mengangkat kertas dengan simbol yang sama dengan simbol yang di awal ditunjukkan oleh baba Tameem. Simbol itu tersusun oleh susunan beberapa kata.
“Tunggu sebentar, simbol ini tampak seperti simbol salah satu instansi swasta yang menjual jasa house cleaning, tidak banyak yang tahu memang, tapi rumahku selalu dibersihkan sekali sebulan lewat jasa ini” Daisy langsung merebut kertas yang dipegang Ab.
“Pria tua dengan seragam norak yang ku temui di rumahmu waktu itu?” Ab mencoba meyakinkan.
Daisy mengangguk “Kau lihat di ujung lengan mereka yang selalu digulung, saat aku tidak sengaja menarik tangan mereka dan membuat lengan baju salah satu dari mereka terjulur? Ada simbol ini” Daisy kembali menunjuk simbol di surat kabar.
Ab terlihat berpikir sejenak, berusaha mengingat kejadian yang Daisy ceritakan.
“Ayolah, kukira ingatanmu sangat bagus!” Ku balas ejekannya tadi.
Ab membuang pandangannya dariku “Ah, sepertinya aku tidak memperhatikan, apapun itu, kita fokus ke tulisan di simbol ini terlebih dahulu”
Aku tersenyum penuh kemenangan.
“Itu terlalu kecil untuk bisa dibaca, dan tulisannya sudah tidak terlalu jelas karena kertasnya sudah lama” Tameem memberi komentar.
Kami serempak mengangguk.
“Baiklah, ini akan kubawa sebagian, sebagian lagi kalian bawa, kalian temukan apapun yang bisa jadi petunjuk dan aku akan melihat apa yang tersembunyi di balik simbol ini” Ab membagikan surat kabar sesuai dengan pembahasan yang menurutnya kami mengerti.
“Sedikit lagi kita pasti bisa menyelesaikan teka-teka ini dan menemukan rahasia di balik berdirinya sekolah kita” Daisy berseru senang.
Ab di belakangnya hendak memukul gadis itu karena terlalu kencang berbicara sesuatu yang rahasia tapi ku tahan, aku ingin menikmati momen ini dengan damai, kapan lagi bisa berada di luar rumah saat malam hari seperti ini.
“Oh, ya, ini pertama kalimu jalan-jalan malam bukan?” Daisy berhenti melangkah, menatapku, menunggu jawaban.
Aku mengangguk.
“Kalau begitu aku akan menunjukkan hal menarik yang biasa dilakukan remaja seperti kita di malam hari”
“Biarkan saja Heaven pulang duluan Daisy, dia tidak akan senang mengikuti mu pergi ke tempat yang katamu menarik itu” Ab hendak menarik ku tapi ku hindari.
“Malam ini tidak akan terjadi dua kali Ab, aku akan menggunakan kesempatan ini dengan baik” Aku tersenyum jenaka ke arah Ab “Jadi kemana kita akan pergi nona Daisy?”
“Toko stationery lucu!!”
Ab dengan pasrah mengikuti langkah kami di belakang.
Sangat disayangkan Tameem tidak bisa ikut, ada banyak hal yang masih harus diperjelas antara dirinya dan sang baba.
Kami berterima kasih pada baba, tanpa disengaja ia memberi kami banyak petunjuk, ternyata petunjuk itu bisa datang dari tempat yang tidak pernah diduga sama sekali.
To be continued ~
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.