Penulis: Ingesia Aulia Kamila – Universitas Negeri Malang
Chapter 4 : Berteman 2
“Hei, matamu bisa keluar jika terus menerus melihat Heaven seperti itu Ab” Daisy berbisik, menyadari sejak kelas dimulai Ab terus memandang sinis ke arahku, meskipun aku juga menyadarinya aku mencoba tidak peduli.
“Baiklah, kelas selesai, Niko tolong angkat alat-alat latihan ini kembali ke ruanganku, kau bisa memanggil Heaven, dia akan sangat membantumu,aku ada urusan penting di luar, pastikan semua miniatur lengkap tanpa cacat, aku akan memeriksanya nanti ” Kak Jordan, guru yang melatih kami membongkar pasang miniatur alat berat mengarahkan.
Oh, ya, ia lebih senang dipanggil ‘kak’ karena umurnya yang memang masih muda, rumornya baru saja lulus dari pelatihan khusus sekolah ini.
“Kak Jordan tidak melihat badan Heaven?” Niko menatapku dan Kak Jordan bergantian.
“Cobalah, dan kau akan melihatnya” Kak Jordan tersenyum kemudian berlalu meninggalkan kelas kami.
“Kau mendengar Kak Jordan kan? Aku akan membawa ini dan kau bawa sisanya” Niko menunjuk kotak seukuran kardus rokok berisi miniatur alat berat yang kami pakai latihan tadi.
Aku mengangguk.
“Permisi aku lewat dulu, kau menghalangi jalanku!” Ab melewatiku dengan sedikit menyikut.
“Ab, tunggu aku!!” Di belakangnya Daisy ikut berlari kecil, dan juga menyikutku.
Aku hanya bisa menggelengkan kepala melihat dua anak yang sudah seperti amplop dan perangkonya.
“Maaf aku tidak bisa membantumu, tapi aku bisa menemanimu ke ruangan kak Jordan, aku yakin kau bisa mengangkatnya sendiri, aku tidak perlu khawatir bukan?” Tameem tersenyum dengan memamerkan deretan gigi putihnya.
Sepanjang melewati lorong Tameem menjelaskan setiap ruangan dan sudut sekolah unik kami, dia sungguh tau sangat banyak, alasan kenapa ia selalu keluar saat jam pelajaran, ia tidak ke kantin, ia mempelajari sekolah ini.
“Aku punya firasat aneh tentang sekolah ini, meskipun bukan firasat buruk” ungkap Tameem.
“Bukankah dari awal memang aneh, harusnya kau tidak masuk sekolah ini” aku menanggapi.
Tameem memutar bola matanya, menarikku ke kiri, menghindari siswa lain yang berjalan, kotaknya terlalu besar, sehingga aku tidak bisa melihat depanku.
“Sekolah ini seperti ada kaitannya dengan organisasi rahasia yang sudah hilang” bisiknya.
“HAA!!” Itu bukan teriakanku, itu teriakan siswa di lorong, mendengar kotak yang ku bawa jatuh.
“Maaf” Aku tersenyum kikuk sembari memasukkan bagian-bagian miniatur yang terlepas karena keluar dari kotak saat jatuh.
“Kenapa?” Tameem menatap aneh ke arahku, ikut membantu.
“Aku kaget”
Tameem mengeryitkan dahinya “Tapi kau sama sekali tidak tampak kaget”
“Aku kaget”
Tameem memilih tidak peduli dan diam membantuku memasukkan kembali bagian-bagian yang terpisah dari miniatur kembali ke dalam kotak.
“Owh, kau gemetar jika kaget?” Ia terkekeh saat menyadari tanganku gemetar memegang besi miniatur.
Setelah selesai menyimpan kotak miniatur ke ruangan kak Jordan aku dan Tameem menyempatkan untuk melihat-lihat sampai ujung lorong, Tameem menjadi guard, dia menjelaskan secara mendetail.
“Anak-anak tidak banyak yang tahu, dan memilih tidak peduli, karena pada dasarnya mereka bahkan rahasia negara yang disembunyikan, mereka tidak menyangka ada rahasia lain yang lebih spektakuler dari sekedar mereka adalah bagian dari manusia-manusia supernatural yang punya kemampuan ‘unik’. Tapi, untukku yang tidak punya apa-apa merasa itu tidak cukup bukan? Bagaimana mungkin mereka bisa memilikinya sedang yang lain tidak? Dan sekolah ini? Tidak akan cukup jika hanya sekedar masuk tanpa tahu sejarah dibaliknya, kita hanya tahu ini sekolah yang didirikan oleh orang tua manusia supernatural untuk menjaga anak-anak mereka.
Kau tau, aku rasa tidak hanya sekedar itu, seperti kataku, sekolah ini ada kaitannya dengan organisasi rahasia yang sudah lama hilang, disembunyikan oleh negara dari sejarah, padahal punya peran besar pada masa kemerdekaan dulu, mereka punya agen-agen yang diselundupkan untuk menjadi mata-mata di kubu penjajah. Bahkan setelah kemerdekaan organisasi ini tetap banyak berkontribusi untuk memperbaiki tatanan negara, tapi karena perannya yang terlalu besar dan terlalu menarik pejabat atas negara tetangga sehingga lebih mencolok dari pemerintahan, izin mereka dicabut, mereka ditutup. Bagaimana pun kekuasaan tetap ada di tangan pemerintah bukan?”
Aku mengangguk mendengar penjelasan Tameem, dia selalu membuatku kagum dengan pengetahuannya tentang sekolah ini dan organisasi yang ia sebutkan, sejujurnya aku juga tahu hal itu, menyadarinya ketika sudah mampu mengotak-atik data di komputer. Guru Kashmir, guru yang mengajariku berbagai hal terkait multimedia, membiarkanku mengotak-atik isi komputer di rumahnya, seakan ia membiarkanku mengetahui masa lalunya.
Tapi, untuk saat ini aku berpura-pura tidak tahu, kupikir ini akan menguntungkan ku, lagipula guru Kashmir sudah seperti orang tua keduaku, dia pasti punya alasan mengapa melakukan hal yang bersebrangan dengan orang tuaku yang memilih menyembunyikan masa lalu mereka dari anak sendiri.
“Hei!”
“Ah, iya?” Aku tersadar, suara Tameem mengagetkanku.
Ia mengangkat dagunya, memintaku menghadap ke depan. Niko berdiri bersender di daun pintu.
Jam sekolah sudah berakhir, aku dan Tameem mengobrol sebentar sebelum pulang, berbagi informasi, kami sepakat untuk mengulik rahasia yang tersembunyi di balik berdirinya sekolah ini dan seperti kata Tameem, sekolah ini punya hubungan dengan organisasi yang dilarang pemerintah belasan tahun lalu, siapa tahu ini bisa membantuku menemukan masa lalu orang tuaku juga.
Aku berdiri, menatap sekitar, kelas sudah kosong “Kau mencariku?”
“Ya, kau dipanggil kak Jordan ke ruangannya, miniatur dari kotak yang kau bawa, sepertinya ada masalah dengan itu, aku tidak bisa menemani, itu tanggung jawabmu” Niko menjelaskan “Aku duluan” Sambungnya, melambaikan tangan, pamit meninggalkanku dan Tameem.
“Ada apa?” Tanya Tameem saat melihatku keluar dari ruangan kak Jordan. Ia memilih ikut menemaniku, toh itu lebih baik daripada mengelilingi kota dengan bus, menunggu sampai jam pulang anak sekolah pada umumnya.
“Salah satu baut dari miniaturnya hilang, sepertinya terpental entah kemana saat tadi aku menjatuhkan kotaknya, ia memintaku mencarinya baru boleh pulang” Aku mendesah kesal, padahal sudah membayangkan bersantai menonton film, hari ini ibu sibuk di toko, ada pesanan khusus yang masuk, aku bakar rumah pun ibu bisa saja tidak peduli.
“Akan ku temani, masih ada banyak waktu sebelum waktu pulangku” Tameem menawarkan.
“Tak apa, aku baik-baik saja, aku bisa menemukannya dengan cepat” aku baru ingat, mata unikku bisa membantuku, harusnya aman jika menggunakannya kali ini, sekolah sudah sepi.
“Kau yakin?”
Aku mengangguk, mendorong Tameem agar segera beranjak menuju pintu keluar.
“Baiklah, baiklah jika kau bisa melakukannya, aku duluan”
Setelah ku yakin Tameem keluar, buru-buru ku lepas softlensku, dibanding orang-orang tau aku bisa menggunakan kekuatan fisikku dua kali lebih baik, Heterochromia ku hanya akan menjadi rahasia keluargaku, jika ibu tau aku memperlihatkan ini pada orang-orang lagi, bisa-bisa aku dikurung.
Dengan teliti ku pandangi tiap sudut lorong sekolah yang tadi ku lewati saat mengantar kotak miniatur ke ruangan kak Jordan, tapi nihil, tak ku temukan baut itu.
‘Apa mataku sedang sakit?’ aku membatin ‘Ini harusnya bisa selesai lebih cepat’
Aku tidak menyerah, ku telusuri lagi sampai ke ujung lorong, siapa tahu ia terpental jauh bukan?
“Ah, sudah di ujung, tidak ada juga!”
Aku menatap sekitarku, tidak ada apa-apa, lorong sekolah kami kosong, firasatku mengatakan baut itu tidak ada di lorong ini, di kelas-kelas yang ku lewati juga tidak ku temukan benda kecil itu. Semua sudah ku periksa kecuali–
Sebuah pintu di ujung lorong, entah mengapa, mataku tidak bisa menerawang ke dalam. Ada sesuatu di sini, dan rasanya aku akan menemukan baut itu setelah masuk kesini.
Ku dorong pintu merah itu perlahan, setelah yakin tidak ada yang melihat dan yakin kalau pintunya tidak terkunci. Pelan-pelan aku masuk, ruangannya gelap, dan sedikit pengap, aku tidak bisa melihat apapun, mataku tidak berguna kali ini. Ku nyalakan senter dari hapeku namun tiba-tiba ada yang menarikku.
“Aww” aku meringis, pundakku menabrak benda keras.
“Diam, jika kau tidak mau ketahuan” suara dibalik kegelapan itu, sepertinya aku mengenalnya, nada bicaranya yang cukup kasar.
“Ab?”
“Sedang apa kau di sini?” Bukannya menjawab, ia malah bertanya kembali, dia memang menyebalkan.
“Kau sendiri?” Aku tidak mau mengalah.
“Tidak penting, jika kau tidak ada urusan, kembali saja, keluar sana!”
Aku memutar bola mataku kesal “Kau kira hanya kau yang punya kesibukan?”
Pintu masuk kembali terbuka, seseorang masuk, menyalakan lampu.
Aku dan Ab refleks menunduk.
Itu kak Jordan, ia terlihat menyimpan sebuah map ke salah satu loker di ruangan, ku coba terawang, tapi sama saja, aku juga tidak bisa menggunakan mataku dengan baik.
“Kau tidak bisa menggunakan kekuatan supranatural mu dalam ruangan ini” Ab berbisik.
Aku menatapnya kaget “Kau?” Tanganku refleks menutup mata kananku, menyadari tadi melepas soflens.
“Tak perlu kaget begitu, aku biasa saja melihat seperti itu, semua anime yang ku tonton warna matanya beda sebelah” Ab berujar santai.
“Kau! Kau juga suka menonton anime?”
“Heaven?”
Aku menoleh ke arah suara, tersenyum kikuk, melihat kak Jordan menatapku dengan penuh tanda tanya.
“Bukankah aku memintamu mencari baut? Dan siapa anak yang bersamamu itu?”
“Sialan, dasar ceroboh!” Ab mendengus, perlahan ikut berdiri.
“Maaf, aku kira kau hanya tau belajar” bisikku, ini salahku, saking kagetnya aku berdiri, membiarkan kak Jordan mengetahui keberadaan ku dan Ab.
“Sedang apa kalian berdua?” Kak Jordan mengulangi pertanyaannya.
“Aku, aku mencari baut yang hilang kak, ku pikir bisa menemukannya di sini” Ujarku, aku tidak berbohong bukan.
“Lalu kau Ab?”
Ab terdiam, tangannya sibuk memilin jari-jarinya.
“Ab?”
“Dia membantuku mencari baut itu kak, tapi dia sangat malu untuk mengatakannya” ujarku cepat, menolong orang menyebalkan akan dapat ganjaran yang baik bukan.
“Lalu, Apa kalian menemukannya?”
Aku setengah tertawa menggeleng “Tentu saja belum kak, ruangan ini tadi sangat gelap, jadi kami tidak menemukan apapun”
“Bahkan dengan matamu itu?”
Ah, aku lagi-lagi ketahuan. Aku berbalik, menggunakan kembali lensaku.
Kak Jordan terkekeh “Lebih baik kalian keluar jika tidak ingin sesuatu terjadi dengan kemampuan yang kalian miliki, dan sepertinya baut itu tidak akan kalian temukan di sini”
“Baiklah, terima kasih kak, kami keluar dulu” Ab buru-buru berjalan keluar dari ruangan.
Aku menunduk berpamitan pada kak Jordan.
“Kau boleh pulang, kau bisa mencarinya besok, tak apa”
Aku menunduk lagi, berterima kasih.
Keluar dari sekolah, ah maksudku GY, aku segera menuju halte bus. Di sana Ab terlihat duduk menatap kosong ke jalanan.
“Hei,kau kenapa?” Aku menepuk pundaknya.
Ia tersentak, dan tidak menanggapi.
Sabar, sabar, setiap hari menghadapi orang seperti Ab pasti dapat ganjaran besar dari Tuhan.
“Aku bisa mengantarmu ke dokter THT jika kau kehilangan suara”
Ab menatap sinis ke arahku.
“Baiklah, baiklah, aku diam”
Ab berdiri, sepertinya bus ke arah rumahnya sudah tiba.
Aku menatapnya sampai ia terlihat duduk di kursi belakang dekat jendela, ia menatapku juga, tersenyum kecil.
Aku menganga melihat itu, seorang Ab tersenyum padaku? Aku terus menatapnya sampai bus menghilang di belokan jalan.
Tidak percaya melihat Ab tersenyum padaku, ku cari hapeku, berniat mengabari Tameem. Tapi lihat, apa yang ku temukan dalam saku jaketku.
“Ketemu!!” Aku berseru senang melihat baut kecil itu.
Alih-alih mengabari Tameem, aku memandang jauh ke arah jalan, berterima kasih pada Ab.
To be continued~
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.
Dengerin Podcast
Penasaran? Yuk, tonton sekarang di YouTube!
Lampu LED portable yang dilengkapi tiang lampu fleksibel dan cahaya yang bisa disesuaikan.