Meutia Amalia Putri – UIN Jakarta
Di era digital yang serba cepat, remaja semakin aktif berinteraksi melalui media sosial, aplikasi chat, hingga game online. Namun, di balik kemudahan ini, muncul ancaman serius yang sering tidak disadari. Sextortion, merupakan pemerasan dengan menggunakan konten intim sebagai alat tekanan. Modus ini semakin marak dan menargetkan remaja yang belum sepenuhnya memahami risiko dunia digital. Sextortion bukan hanya berdampak pada keamanan data, tetapi juga dapat menghancurkan kondisi emosional, sosial, dan masa depan remaja. Karena itu, penting bagi orang tua dan remaja sendiri untuk mengenali bahaya sextortion dan memahami langkah pencegahannya sejak dini.
Sextortion adalah bentuk pemerasan di dunia digital di mana pelaku mengancam akan menyebarkan foto, video, atau pesan intim korban jika permintaannya tidak dipenuhi. Permintaan itu bisa berupa uang, lebih banyak konten seksual, atau hal-hal lain yang menguntungkan pelaku.
Biasanya, pelaku mendapatkan konten tersebut melalui rayuan, manipulasi, berpura-pura menjadi teman sebaya, atau bahkan mengambil alih akun korban. Remaja sering menjadi target karena dianggap lebih mudah dibujuk, takut, dan cenderung malu bercerita pada orang dewasa.
Singkatnya, sextortion adalah kejahatan berbasis seksual yang dilakukan lewat ancaman dan pemerasan online, dan dampaknya bisa sangat berat bagi korban.

Pelaku memakai foto orang lain, biasanya remaja yang menarik, lalu mengajak korban bertukar foto pribadi. Setelah korban mengirimkan, pelaku mulai mengancam.
Pelaku membangun hubungan palsu, membuat korban merasa nyaman atau percaya. Setelah itu, pelaku meminta konten intim dan menggunakannya untuk memeras.
Pelaku meretas media sosial, email, atau galeri korban untuk mengambil foto/video pribadi, kemudian menggunakannya sebagai ancaman.
Pelaku memancing korban lewat challenge, roleplay, atau ajakan “iseng-iseng” di platform chat. Korban tidak sadar bahwa percakapan direkam.
Pelaku mengirim link yang terlihat aman, tetapi sebenarnya mencuri data atau membuka akses ke kamera/perangkat korban.

Remaja rentan menjadi korban sextortion karena mereka masih mencari jati diri, mudah percaya, dan sering penasaran dengan hubungan atau hal-hal yang bersifat privat. Kurangnya edukasi tentang privasi digital membuat mereka tidak sadar bahwa foto atau percakapan bisa disalahgunakan. Pelaku biasanya memanfaatkan kerentanan ini dengan identitas palsu, rayuan, atau manipulasi emosional, sehingga remaja lebih mudah terjebak.
Sextortion dapat memberikan efek yang sangat serius bagi remaja, baik secara mental maupun sosial. Tekanan dari ancaman pelaku bisa membuat korban mengalami kecemasan, stres berat, rasa takut, hingga depresi. Banyak remaja juga merasa bersalah dan malu, sehingga memilih diam dan menarik diri dari lingkungan.
Secara sosial, korban bisa mengalami perundungan, reputasi rusak, atau isolasi dari teman-temannya jika konten tersebar. Bahkan, sextortion dapat berdampak hukum bila pelaku atau korban masih di bawah umur, karena penyebaran konten intim termasuk tindak pidana. Semua ini dapat mengganggu sekolah, hubungan sosial, dan masa depan remaja secara keseluruhan.
Pencegahan sextortion dimulai dari edukasi. Remaja perlu memahami pentingnya menjaga privasi digital dan tidak membagikan foto, video, atau informasi pribadi kepada siapa pun, termasuk orang yang dianggap dekat secara online. Gunakan pengaturan keamanan di media sosial, seperti akun privat dan verifikasi dua langkah, untuk meminimalkan risiko diretas.
Orang tua juga berperan penting dengan membuka ruang komunikasi yang aman, sehingga remaja tidak takut bercerita jika ada interaksi mencurigakan. Ingatkan mereka untuk berhati-hati saat berkenalan dengan orang baru di internet karena identitas online mudah dimanipulasi. Terakhir, biasakan remaja berpikir dua kali sebelum mengirimkan sesuatu karena sekali terkirim, jejak digitalnya sulit dihapus.
Kalau kamu atau temanmu pernah mengalami sextortion, hal terpenting yang harus dilakukan adalah jangan panik dan jangan hadapi sendiri. Pertama, putuskan semua kontak dengan pelaku, blokir akun, nomor, atau platform apa pun yang ia gunakan untuk mengancam.
Setelah itu, simpan semua bukti, seperti chat atau screenshot ancaman. Bukti ini penting banget kalau kamu nanti ingin melapor.
Jangan pendam sendiri. Ceritakan pada orang dewasa yang kamu percaya, misalnya orang tua, guru BK, atau konselor sekolah. Mereka bisa bantu kamu mengambil langkah yang aman. Kalau pelaku mengancam mau sebarkan foto atau video, laporkan ke platform media sosial atau layanan resmi seperti KPAI, atau langsung ke polisi.
Yang paling penting, jangan menyalahkan diri sendiri. Kamu butuh dukungan, bukan omelan. Kalau merasa takut, stres, atau terbebani, cari bantuan profesional seperti psikolog sekolah.
Ingat, kamu nggak sendirian. Selalu ada bantuan yang bisa kamu jangkau, dan kamu berhak terutama merasa aman.
Sextortion adalah ancaman nyata yang bisa menimpa siapa saja, terutama remaja yang aktif di dunia digital. Dengan memahami modus, dampak, dan cara pencegahannya, kita dapat menciptakan lingkungan online yang lebih aman. Yuk, bareng-bareng lindungi diri dan orang-orang terdekat dari kejahatan digital. Tetap waspada, jangan mudah percaya pada orang asing di internet, dan jangan ragu minta bantuan kalau merasa terancam. Bagikan informasi ini, supaya lebih banyak remaja bisa terlindungi.
*****

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.
