Penulis: Raditya Bhanu – Universitas Brawijaya
“Sreeekkk… sreeekkk…sreekk…” suara seretan kaki pada lorong sempit, menunjukkan seorang lelaki dengan jaket hoodie hitam dengan membawa tas ransel.
Lelaki tersebut berjalan sembari mendengarkan lagu dari earphone yang ia gunakan, bergeminglah alarm yang menunjukkan pukul 00.00 dengan bertuliskan “saatnya melukis.” Lalu langkahnya pun berhenti lalu menatap rumah yang berada di depannya, tampak rusak sekali nan menyeramkan begitu gelap seakan – akan rumah yang terbengkalai itu terkena serbuan bom perang.
Tanpa pikir panjang Lelaki itu pun masuk ke dalam rumah dengan melompati pagar yang menjulang tinggi. Betapa kagetnya lelaki tersebut, ponsel dalam sakunya berbunyi “Nguuuung…. nggguuuung…”
Dijawablah telepon tersebut dan ternyata adalah temannya.“Komon… heehh komon lu di mana sekarang?” ucap manusia di dalam telepon tersebut lalu, dijawablah sama Komon “Ada apaa? Gue lagi mau ngelukis nih.”
Mereka berdua pun melanjutkan obrolan. “Kok lu sendirian sih gak ngajak kita kan juga biasanya ngelukis sama anak-anak komunitas, lu di mana sih emang? Tempat kemarin?” ucap manusia dalam telepon tersebut kemudian, dibalas oleh Komon “Bukann, jangan ganggu gue dulu, udah lu lanjut sana!!”
Komon pun menutup telepon tersebut. Ia pun berjalan menuju pintu dan segera membukanya di dalam terlihat rumah tersebut sudah tidak berbentuk seperti rumah beratap bolong-bolong, tembok yang tidak utuh, tidak ada satupun perabotan dalam rumah tersebut, terselip dalam benak Komon “Ini kalo maling masuk yang ada mereka tambah miskin gak nemu apa-apa.”
Selangkah demi selangkah akhirnya Komon masuk menuju rumah tersebut mulailah mencari tembok mana yang bisa digunakan untuk melukis akhirnya, Komon pun menemukan tembok di sebuah ruang tengah dalam rumah tersebut.
Segera Komon menurunkan ranselnya dan membuka ransel tersebut, berisi peralatan lukis yaitu cat dasar precoat wall sealer, serta pilox (cat semprot). Kemudian pada saat ia akan bersiap siap terdengar kembali telepon yang berdering dan Komon pun mengangkat telepon tersebut “Ada apaan lagi? Gue pengen ngelukis ni.”
Manusia dalam telepon pun membalas “Lu di mana sih? Jangan bilang lu di rumah yang terbengkalai itu ya?”
Komon membalas “Kalo emang gue di rumah terbengkalai kenapa?”
Manusia itu membalas lagi “Jangan deh banyak hantunyaa kata orang-orang itu dulu katanya rumah dari jaman perang…”
Sebelum melanjutkan ucapannya Komon pun memotong dan berkata “Udah ga usah ganggu gue.”
Setelah mematikan telepon Komon melihat foto bapak dan ibunya dari ponsel serta berkata dalam hati “Coba aja kalian melihat karya-karyaku sekarang…”
Setelah itu ia menyalakan mode pesawat dari ponselnya dan mulai persiapan kembali.
Komon pun melanjutkan persiapannya. Semua cat telah siap segera si Komon mengaduk cat dasar precoat wall sealer untuk tembok tersebut dan mulai mengecatnya. Pada saat Komon mengecat, dia berulang kali mendengarkan suara-suara ledakan di belakangnya.
Ia pun sontak melihat kanan kiri serta belakangnya dengan bersikap cuek Komon melanjutkan mengecatnya. Setelah itu, cat tersebut telah merata di tembok dan akan melanjutkan menggunakan pilox. Dari atap bangunan yang bolong itu terdengar suara seperti ada puluhan pesawat lewat “WHOOOOMMM….DDRRRRRRR….WWHOOOOMMM….”
Ekspresi Komon pun kebingungan “Kenapa tiba-tiba ada suara seperti itu di atap.” Pada kenyataannya tidak ada pesawat satupun yang berada di atas bangunan tersebut. Kemudian perhatiannya kembali melihat tembok yang telah di cat berwarna putih segera dia mengambil piloxnya dan mulai ingin mengecat menggunakan piloxnya.

Tiba-tiba dia diserang dari samping oleh makhluk tak kasat mata membuat Komon pingsan . Setelah itu, Komon terbangun di tengah perang yang berkecamuk. Dia berdiri di depan rumah itu dan melihat area sekitarnya masih menjadi sawah tetapi rumah ini telah berdiri kokoh, pesawat pun datang menjatuhkan rudal dari atas rumah tersebut.
Komon hanya kaget dan sontak lari menjauhi rumah yang dijatuhi rudal oleh pesawat yang lewat. Kepulan asap dan api yang diciptakan rudal tersebut mengenai dirinya kemudian, dia sadar ternyata dia tidak terkena dampak dari apa yang dia lihat.
“Aduh kenapa gue di sini? Pasti ini kawasan perkampungan rumah besar itu. Gue ngayal pasti ini.” Komon menampar pipinya berkali-kali tapi tidak membuahkan hasil. Komon pun melihat-lihat perkampungan tersebut yang sudah dijajah oleh kaum Jepang. Setiap rumah yang ia temui di depannya akan selalu ada tentara Jepang membawa senjata dan menodongkan kepada setiap anggota keluarga.
Di samping itu teman-teman Komon sedang berusaha untuk menuju ke rumah terbengkalai itu, mereka ingin melihat keadaan Komon karena Komon tidak dapat dihubungi. Tubuh asli Komon yang awalnya tertidur tak berdaya lalu, tanpa kesadaran Komon tubuhnya bergerak bangkit mengambil pilox yang telah dia bawa sebelumnya mulai menyemprotkan pilox tersebut ke dinding.
“Duarrr… duarrr… duarrr!” begitulah suara yang keluar dari setiap semprotannya, seperti peluru yang menyasar ke dalam tubuh manusia – manusia yang tidak bersalah.
Dari pilox tersebut semprotan diarahkan lurus ke samping dan ke belakang itu bergerak dari dalam tubuh Komon. Mata Komon tetap tertutup dengan raut muka seperti ketakutan, tak henti-hentinya Komon mengernyitkan muka yang sedang melihat perang di masa lalu.
Komon dalam tidurnya melihat kembali perkampungan tersebut yang telah diambil alih oleh Jepang.
Bendera di mana-mana, di ujung jalan terlihat Gunseikan (komandan militer daerah) yang sedang mengawasi tentaranya. Komon melihat Gunseikan sedang berbicara kepada bawahannya dengan membentak serta memarahinya lalu kemudian “Duarrr…” tentaranya pun ditembak oleh Gunseikan.

Komon akhirnya pun mendekat untuk mencari tau. Setelah itu, Komon mengetahui tentara yang ditembak punya rasa kasihan kepada para keluarga di kampung tersebut. Komon hanya bisa terpaku diam melihat mayat dari tentara Jepang yang sudah tidak bernafas.
Gunseikan kembali mengingatkan para tentaranya untuk tetap percaya dan patuh terhadap aturan Jepang. Gunseikan menegaskan bahwa yang mereka lakukan ini bukti kecintaannya pada Jepang dan ketika mereka mati, mereka akan menjadi pahlawan Jepang.
Bulu kuduk Komon pun berdiri melihat di sekelilingnya penuh dengan kepulan asap. Sekarang yang ia pikirkan adalah cara keluar dari tempat tersebut, ia kembali menuju rumah sebelumnya untuk mencari cara kembali ke diri dia yang semula.
Di lain sisi dua temannya yang menyusul Komon telah sampai di depan rumah tersebut, mereka berdua saling menatap karena begitu seramnya rumah itu. Kedua teman komon memberanikan diri untuk masuk karena ingin segera mencari si Komon. “Berani juga si Komon masuk ke rumah ini sendirian” kata salah satu temannya lalu, disahut oleh teman satunya “Wajar aja sih si Komon juga lagi sedih pengen sendirian di tempat begini kali.”
“Tapi gak wajar aja ngapain sendirian di rumah angker yang udah hancur begini, udah ah gausah bahas cari aja si Komon.”
Mereka pun akhirnya menemukan tubuh Komon yang sedang melukis. Dengan sigap mereka langsung mendekati Komon karena terjadi hal aneh pada gerak tubuh Komon.
“Komon sadar mon… mon…mon” sambil menepuk pipi Komon akhirnya, komon pun terjatuh ke belakang.
Komon dalam mimpinya berdiri di depan ruangan yang sama ketika di dunia nyata tetapi dengan kondisi tubuh manusia terbakar setelah terkena rudal dari awal pesawat menjatuhkan rudal. Lalu ia pun terbangun dan kaget melihat kedua temannya telah ada di sampingnya, mulai melihat sekeliling Komon pun mulai sadar sepenuhnya.
Tetapi salah satu temannya kaget memandang isi lukisan di tembok. Kemudian, mereka bertiga pun memandang kagum, takjub, bingung di saat yang bersamaan.
“Lu beneran yang ngelukis semua ini?” tanya teman Komon.
Komon membalas “Gue gak tau…. gue cuman….melukiskan apa yang gue lihat aja.”
Salah satu teman menimpali “Ini semua sisa suara yang ada di sini yaa?”
*****

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Penulis: Nama Lengkap – Institusi
Paragraf pertama
(harus ada keyphrase)
paragraph isi
(di setiap paragraf isi gak perlu ada keyphrase)

paragraph isi
(di setiap paragraf isi gak perlu ada keyphrase)

Ini paragraf kesimpulan atau penutup
(Tidak harus ada keyphrase di dalamnya!)
*****

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.
