Penulis: Ingesia Aulia Kamila – Universitas Negeri Malang.
Chapter 7: Pencarian, Kota Lama, dan Penyelamatan Tameem 2
“Jadi, apa rencana kita untuk bisa bertemu Tameem?” Daisy terlihat bertambah kesal setelah dua hari ini ditatap sinis oleh baba Tameem tiap kami berkunjung dan sekarang kami berakhir di salah satu kafe kecil yang menjual camilan khas timur tengah, menunggu pesanan kami yang belum datang, padahal kafe ini tidak tergolong ramai, pengunjungnya hanya kami dan dua orang pasangan muda-mudi di meja sebelah.
“Kalian berdua tidak usah terlihat kesal seperti itu, pesanan kita lama karena salah kalian juga” Ab tidak tahan melihatku dan Daisy yang bersungut menatap ke arah dapur kafe, berharap pesanan kami segera diantar.
“Harusnya mereka siap sedia dong jika pesanan mereka membludak, toh mereka memang digaji untuk itu kan?” Daisy tidak mau disalahkan.
“Mereka juga harusnya bersyukur, berarti rezeki mereka banyak hari ini” Aku menambahi.
Ab memutar bola matanya “memangnya tau dari mana mereka tidak bersyukur” ia memang tidak kesal dengan pesanan kami yang datang terlambat, dua orang temannya yang selalu bertingkah di luar nalar baginya lebih menguras emosi.
“ITU DIAA!!” Daisy berteriak kegirangan, memperbaiki posisi duduknya, bersiap menerima pesanan kami yang harusnya untuk belasan orang itu.
“Hmm, apa kira-kira baba Tameem bisa kita kalahkan dengan makanan manis seperti ini ya?” Daisy mencomot gelas ice cream-nya yang ke-lima.
Ab menyerah, ia tidak menghabiskan kunafa-nya “Kau kira baba Tameem seperti dirimu?”
Ku lirik Ab yang ditanggapi dengan lambaian tangan ‘ambil saja‘, aku tersenyum senang, aku sangat suka makanan manis, alasan mengapa aku tidak pernah mau ditawari kopi oleh guru Kashmir karena lidahku tidak cocok dengan yang pahit seperti kopi hitamnya itu.
“Kita harus cari tahu dulu bagaimana cara membantu penjualan baba Tameem, mendekati tokonya saja tidak bisa bagaimana kita bisa membantu, kali ini masalahnya sedikit berbeda dengan pertama kali Heaven mendekati Tameem” Ab meneguk segelas air putih, menetralisir rasa manis dari kunafa-nya..
“Jadi menurutmu bagaimana?” Daisy beralih ke mangkuk berisi bubur berwarna coklat di dalamnya, di menu tadi tertulis namanya ‘Shorbat Adas‘ dibuat dari wortel, kentang, dan bawang bombai, aromanya bercampur antara kayu manis, kunyit, lemon, dan beberapa bahan yang tidak ku kenal namanya.
Ab mendengus kesal “Kau pikir untuk apa kita berkumpul jika satu orang sudah bisa menyelesaikan masalah”
Aku selesai menyeruput susu khas Arab yang penuh rasa rempah-rempah sebagai penutup, membiarkan Daisy menikmati sisa camilan di atas meja.
“Aku punya ide”
Ab menoleh sumringah mendengar ucapanku.
“Kita bisa menyebarkan selebaran di perempatan dekat halte, tulis promo dengan harga yang lebih mahal dari harga aslinya dan tulis harga promonya sesuai dengan harga karpet di toko baba Tameem, itu tidak bisa dikatakan menipu bukan?
kita juga bisa bantu sebarkan di media sosial, saat membantu di toko baba Tameem dulu, aku tahu karpet yang dijual punya bahan yang bagus, hanya saja tidak banyak yang tahu, atau kita masukkan ke marketplace saja, bagaimana?”
Ab terlihat mencerna ideku “Hmm itu ide yang bagus, tapi bagian memasukkan ke marketplace itu sepertinya belum bisa kita lakukan, kita tidak punya produk dari toko baba Tameem, jika mengambil gambar sembarangan bisa kena hak cipta kita nantinya”
Aku mengangguk setuju.
“Baiklah, kita bisa menggunakan idemu tadi untuk menyebarkan selebaran, tapi kita perluas lagi tempat penyebarannya, kita sekolah di kawasan pertokoan yang banyak dilewati orang dan jangan lupa, kita harus tetap mengunjungi kota lama, di sana kita menyebarkan selebaran juga”
“Baiklah, sebentar malam aku akan buatkan desain selebarannya dan mencetaknya di percetakan dekat rumahku”
“Kalau sudah selesai lebih baik kita pulang saja, mempersiapkan energi untuk esok hari”
Daisy yang masih menikmati camilannya tidak bergeming, membiarkan dirinya ditinggal sendiri di kafe.
“Tidak apa meninggalkan Daisy?”
Ab mengangguk, mengeluarkan sebuah buku kecil dengan sampul galaksi “Dua hal yang membuat dia bisa lupa dunia sekitarnya, belanja make up atau apapun yang berkaitan dengan perawatan tubuh serta makan-makanan enak”
“Setahuku jika makan banyak akan membuatnya tampak gendut”
“Dia tahu apa dia lakukan”
Aku mengangguk, mengiyakan, Ab tentu jauh lebih mengenal Daisy.
Maka hari ini, sepulang sekolah, sesuai rencana kami kemarin, kami berkunjung terlebih dahulu ke kota lama sembari mencari informasi terkait organisasi terlarang yang kami yakini dulu dibentuk di salah satu gedung di sini, atau entahlah jika memang tidak maka kami bisa menemukan informasi lebih lanjutnya di kota lama ini, tak lupa pula kami menyebarkan selebaran berisi informasi terkait toko baba Tameem, aku sempat meminta Daisy memotret toko baba Tameem dari jauh kemarin sore.
Kami tidak perlu khawatir dengan cara menarik orang-orang mendengar ocehan kami menawarkan karpet dari toko baba Tameem, aku sempat menggunting salah satu bagian dari sofa yang diproduksi di toko furniture ibu untuk dijadikan contoh bahan, seingatku bahannya mirip.
Kami bertiga pandai menjadi sales, aku dapat bakat bernegosiasi dengan baik dari ayahku, Ab belajar dari buku ekonomi yang ia baca, dan Daisy, dia memang pandai memikat orang-orang, lewat kata-kata dan tentu wajahnya yang cantik.
Setelah merasa cukup menyebarkan selebaran dan juga selesai menelusuri gedung yang jadi target kami hari ini kami lanjut ke toko baba Tameem, tidak lupa menyebarkan selebaran di perempatan dekat halte.
“Wah, ini di luar ekspektasi!!” Aku mengucek mataku, berusaha meyakinkan apa yang ku lihat.
Toko baba Tameem benar-benar ramai, membuat para pemilik toko di sebelahnya menatap iri.
“Kalian harus bersyukur memiliki aku sebagai teman kalian” Daisy datang dari belakang, merangkulku dan Ab bersamaan.
“Sepertinya itu tidak penting sekarang, kita harus menggunakan kesempatan ini dengan baik” Ab melepas rangkulan Daisy dan berlari menuju toko baba Tameem, membantu mengatur pembeli yang membludak.
Aku juga segera mengikuti, membantu pembeli membawa karpetnya menuju kendaraan mereka, serta membantu mereka mengambil karpet yang mereka inginkan.
Daisy bergerak, ia menggunakan keramaian ini untuk menemukan Tameem, tidak mungkin baba Tameem mengurungnya dengan keadaan toko yang ramai seperti ini.
Baba Tameem terkejut melihatku membantu membawa karpet milik pembeli terakhir, jam menunjukkan pukul enam sore, benar sekali, ini lewat jam pulangku, tapi demi Tameem diizinkan kembali ke sekolah dan bertemu kami (re: aku, Ab, dan Daisy) aku siap dimarahi ibu.
“Heaven? Kau dari tadi di sini?” Baba Tameem menunjukku.
Aku tersenyum, mengangguk “Aku tidak sendiri paman”
Baba Tameem menoleh mengikuti arah pandangku.
Di dalam toko Daisy tampak mengobrol dengan Tameem sembari merapikan karpet yang tidak jadi dibeli kembali ke tempatnya, di bagian lain toko tampak pula Ab yang menyusun beberapa karpet kecil sesuai dengan warnanya.
Baba Tameem menyerahkan sesuatu padaku, sebuah selebaran.
“Salah satu pengunjung memberiku ini, katanya mereka mendapatkan ini dari anak-anak remaja di perempatan halte, tidak hanya karena selebaran ini, tapi entah aku harus menyebutnya dengan rayuan atau ajakan, intinya kalian berhasil menarik minatnya untuk membeli karpet di sini”
Aku mengambil selebaran itu ragu-ragu, tersenyum sedikit canggung “Ah, kami hanya ingin membantu paman”
“Kau yakin hanya itu?”
Aku menunduk, menggaruk kepalaku, tertawa kecil.
“Masuklah, semua temanmu ada di dalam bukan?”
“Baik paman” Aku mengekor, mengikuti baba Tameem masuk ke dalam toko.
Suasana di toko baba Tameem sudah jauh lebih baik, baba Tameem juga sudah melunak.
“Mungkin karena laci penyimpanan uangnya sudah penuh” Daisy berbisik.
Ab tersenyum, ia tampak setuju.
“Kalian tidak seharusnya berbicara seperti itu” Aku melirik ke arah Tameem yang hanya tersenyum tipis.
Menyadari hal itu Daisy dan Ab buru-buru meminta maaf.
Baba Tameem kembali dari ruang dalam membawa camilan.
“Aku akan memberi tahukan kalian sesuatu, aku sudah mendengarnya dari Tameem semalam, kalian mencari tahu tentang ini bukan?” Baba Tameem mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.
To be continued~
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.