Senin, 26 April 2021, Ramadhan ke 14, artinya sudah genap 2 minggu kita menjalankan ibadah puasa. Gimana puasamu? Sudah ada yang bolong? Kalau bisa sih jangan ya, kecuali kalau kamu memang datang bulan. Apakah ini hanya perasaanku saja, tapi Ramadhan kali ini terasa biasa aja gak sih? Semenjak Corona ada di bumi ini, membunuh jutaan orang di dunia, aku merasa semua semangat hidupku juga dibunuh olehnya. Iya aku tahu, seharusnya aku bersyukur masih bisa dikasih hidup oleh Tuhan. Orang tua masih sehat, hidupku masih dicukupkan. Tapi tetap saja, karena ulahnya aku juga kehilangan nenek, bude, pakde, dan lebih sedihnya lagi, aku tidak bisa mengantarkan mereka ke tempat peristirahatannya untuk terakhir kali. Rasanya aku ingin berdoa, kamu mau berdoa bersamaku? Angkat kedua tanganmu dan aku akan mulai berdoa.
Ngomong-ngomong soal bulan Ramadhan, apa hal yang paling kamu kangenin? Takjil? Buka puasa bersama teman? THR? Kalau itu pasti semua juga mau ya. Kalo aku, hal yang paling aku kangenin, pas semua orang mudik, terus jalanan Jakarta kosong, no debat. Sebagai warga Jakarta sejak lahir, momen ketika jalanan Jakarta kosong apalagi di sepanjang Monas sampai Bundaran Senayan bisa dibilang langka. Ya memang sih semenjak Corona, jalanan di ibukota sedikit senggang. Tapi karena saat ini masih Corona, otomatis bukan hanya sedih karena tidak bisa melihat jalanan Jakarta sepi, tapi sedih karena banyak dari kalian yang tidak bisa mudik.
Baru-baru ini, aku bertemu dengan seorang pemuda. Kita sebut saja Agus, saat itu dia juga sedang menunggu bus, tetapi jurusan kami berbeda. Meskipun pertemuan kami singkat, tapi hari itu aku belajar banyak darinya. Dia bercerita kepadaku tentang hidupnya yang sebatang kara di ibukota. Agus adalah tulang punggung keluarga. Agus baru merantau ke Jakarta tahun lalu, kala itu dia nekat pergi ke Jakarta untuk mencari pekerjaan hanya dengan modal uang 500rb dan ijazah SMK Multimedia sekaligus sedikit keterampilannya soal IT. Satu bulan pertama, Agus berhasil mendapatkan pekerjaan sebagai pembuat desain di warung fotocopy. Bulan kedua Agus sudah bisa mengirim uang kepada ibu dan adik satu-satunya di kampung. Bulan ketiga, Corona masuk ke Indonesia, dan tidak lama setelahnya Jakarta lockdown. Semua perekonomian seakan terjun payung.
Ketika Agus sedang menjalani hidupnya dengan susah payah, kabar tidak mengenakkan datang dari kampung. Ibu tercinta harus meregang nyawa karena terpapar virus Corona tepat di hari pertama masuknya bulan Ramadhan. Hidup seperti sudah hancur lebur, putus asa. Tidak bisa pulang untuk mengantarkan ibunya ke peristirahatan terakhirnya, memikirkan bagaimana nasib adik semata wayangnya di sana? Perasaan bersalah pun menghujani pikirannya. Singkat cerita, saat itu Agus baru saja selesai sholat subuh di masjid Sunda Kelapa. Hari itu dalam doanya Agus meminta kepada Tuhan untuk segera diberikan pekerjaan yang layak. Lalu disaat yang bersamaan matanya tertuju kepada seorang pemuda yang sedang asyik bermain game online. ‘Astaga, bukannya berdoa, malah main game online’ gumamnya dalam hati waktu itu. Sedikit merasa terganggu akhirnya dia hampiri pemuda itu, berniat ingin menegurnya. Agus mendekat, ternyata bukan hanya sibuk dengan game onlinenya, pemuda itu sedang menerima telepon entah dari siapa.
Normalnya saat bermain game online, percakapan mereka ya seputar permainan, entah itu sedang mengarahkan teman satu timnya atau hanya sekedar mencela temannya karena sudah membuat timnya kalah. Namun berbeda dengan yang didengar Agus, dia malah semakin penasaran apa yang sebenarnya sedang dilakukan pemuda itu. Agus bilang kepadaku bahwa sebelumnya dia tidak pernah percaya kalau kekuatan doa sangat begitu berdampak pada dirinya. Agus mendapatkan pekerjaan. Ya, Agus ditawari pekerjaan oleh pemuda yang ditemuinya di masjid Sunda Kelapa kala itu. Ternyata pemuda itu adalah seorang desainer grafik untuk game online, dan kebetulan sedang mencari anak magang. Sejak hari itu, Agus bekerja sekuat tenaga sampai akhirnya pada Ramadhan tahun ini, Agus sudah menjadi karyawan tetap di perusahaan game online itu. Oh ya, adik Agus akhirnya juga datang ke Jakarta dan mendapat pekerjaan di perusahaan yang sama sebagai anak magang, sama seperti Agus dulu.
Dari cerita Agus tadi, aku percaya bahwa kuasa Tuhan di bulan Ramadhan sangat nyata adanya. Manusia boleh saja berencana, tapi kuasa Tuhan lah yang akhirnya menentukan. Jika hari ini kamu jatuh, bangkitlah dan usaha lagi. Lalu buat kamu yang hidupnya sudah cukup, jangan lupa untuk bersyukur kepada Nya.