Penulis: Imani – UNJ
Di zaman yang semuanya serba digital ini, siapa sih yang nggak kenal WhatsApp? Aplikasi chatting yang gratis ini bisa kamu gunakan untuk saling bertukar pesan dengan keluarga, teman, pasangan, bahkan rekan kerja kamu. Ada WhatsApp, ada pula istilah “WhatsApp anxiety”. Kira-kira Sunners pernah denger gak nih tentang WhatsApp Anxiety?
Sunners masih pada inget masa-masa pandemi kan? Ketika pemerintah menerapkan lockdown untuk mengurangi penyebaran Covid-19, mau tidak mau kita harus melakukan semua aktivitas kita dari rumah. Nah, WhatsApp ini adalah salah satu aplikasi yang digunakan orang-orang untuk tetap berkomunikasi tidak hanya dengan orang-orang terdekat, tapi juga rekan kerja atau sekolah.
Melalui WhatsApp, kita banyak menerima informasi seputar pembelajaran yang terpaksa harus dilakukan dari rumah. Mungkin di antara Sunners masih ada sampai sekarang segudang grup chat di WhatsApp yang menjadi peninggalan masa-masa pembelajaran jarak jauh (PJJ). Kalau semua grup itu sama-sama ada pesan terbaru, sudah pusing duluan kepala kita membayangkan entah tugas atau informasi apa yang akan kita dapatkan.
Aplikasi yang awalnya jadi tempat pelepas penat dan bertukar sapa dengan orang-orang terdekat dari jauh, berubah menjadi aplikasi yang menjadi awal dari sumber stress kita. Sudah banyak pesan yang menumpuk, deadline mepet, merasa dituntut untuk menjadi orang yang fast respon, membayangkannya saja sudah bikin kepala pusing.
Kalau stress yang kita alami sudah berlebihan akibat notifikasi yang menumpuk ini kita kenal dengan istilah WhatsApp anxiety. WhatsApp anxiety adalah kondisi di mana kita stress dan merasa cemas akibat interaksi digital melalui WhatsApp yang tidak terbatas.
Adapun beberapa hal yang menyebabkan WhatsApp anxiety bisa terjadi, antara lain:
Nggak jarang notifikasi WhatsApp masuk secara berturut-turut tanpa ampun, apalagi kalo pesan yang masuk adalah informasi baru. Belum lagi kita harus membalas pesannya satu per satu. Semakin bertambah banyak notifikasinya, semakin kewalahan sendiri kita harus mulai dari mana dulu pesan yang harus dibaca dan dibalas.
Ada beberapa orang yang merasa bahwa membalas pesan adalah suatu keharusan, sebagai tanda bahwa kita sudah membaca pesannya dan menanggapi pesan tersebut. Ada lagi orang yang beranggapan untuk menjadi seseorang yang fast respon agar tidak membuat si pengirim pesan menunggu lama. Inilah yang menjadi salah satu penyebab WhatsApp anxiety!
Biasanya dengan berbicara secara langsung dengan seseorang, kita bisa melihat bagaimana ekspresi orang tersebut serta nada bicaranya. Dari situ kita bisa membaca suasana hati orang tersebut, bukan? Sedangkan kalau melalui pesan di WhatsApp, kita benar-benar harus menebak reaksi lawan bicara terhadap percakapan.
Ada saat di mana lawan bicara pesannya jadi singkat, bikin kamu kepikiran apakah dia marah sama kamu karena kamu melakukan sebuah kesalahan. Padahal, dia nggak ada maksud buat bikin kamu kepikiran. Hati-hati, kalo kepikiran terus bisa menimbulkan kecemasan di kamu dan mengarah pada WhatsApp anxiety.
Ketika kamu sedang dalam mood yang baik untuk menjadi orang yang produktif, tiba-tiba notifikasi WhatsApp muncul terus-terusan. Ditambah lagi pesan yang disampaikan adalah informasi-informasi penting, bikin kamu sulit lepas dari gadget dan mengharuskan kamu buat stay biar nggak ketinggalan info. Padahal, kamu sedang ada plan lain yang akhirnya jadi tertunda karena pesan-pesan dari WhatsApp ini.
Agar kamu tidak terjebak dalam WhatsApp anxiety, berikut adalah hal-hal yang bisa kamu lakukan untuk menghindari WhatsApp anxiety menyerang diri kamu, antara lain:
WhatsApp anxiety bisa kita minimalisir kejadiannya dengan cara kita mengurangi waktu kita bermain handphone. Sisi baiknya, waktu luang kamu yang biasanya kamu habiskan dengan bermain handphone bisa kamu isi dengan kegiatan bermanfaat lainnya. Semoga membantu ya~
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.