Penulis: Raisha Putri Ramdhani – Universitas Negeri Jakarta
Di tengah arus globalisasi, segala informasi dan tren luar negeri dapat masuk begitu saja secara cepat yang dapat mempengaruhi perilaku generasi muda. Nilai-nilai gotong royong, tanggung jawab, sopan santun dapat dengan mudah tergerus dan digantikan dengan nilai individualisme, ketenaran, dan materialistik. Wayang kulit sebagai salah satu tradisi lisan turun-temurun tidak hanya berfungsi sebagai media pertunjukan saja, tetapi juga memiliki fungsi dalam pewarisan nilai-nilai pendidikan karakter dengan cara yang lebih menyenangkan, tetapi tidak menyingkirkan esensi dari pertunjukan wayang itu sendiri.
Wayang kulit merupakan warisan budaya yang berasal dari Jawa. Kesenian ini telah ada sejak 1500 SM dengan ditemukannya prasasti peninggalan Raja Balitung yang berisi kisah Raja Kumara dan cerita seorang dalang. Pada tahun 4 Masehi, orang Hindu datang ke Indonesia melalui jalur perdagangan dan mereka menyebarkan ajarannya dengan Kitab Weda serta cerita Mahabharata dan Ramayana. Kemudian pada 9 Masehi, muncullah cerita berbahasa Jawa Kuno yang bersumber dari cerita Mahabharata dan Ramayana.

Di Jawa sendiri, wayang dijadikan sebagai media dakwah penyebaran agama Islam yang saat itu masih dalam pengaruh kepercayaan Hindu-Buddha. Untuk menyesuaikan dengan ajaran Islam, mereka memodifikasi bentuk wayang dan cerita yang dibawakannya. Salah satu tokoh Wali Songo yang menggunakan wayang sebagai media dakwah adalah Sunan Kalijaga. Ia mengajarkan nilai-nilai tasawuf melalui tokoh Yudistira dan Bima. Untuk pertunjukannya mudah diterima, Sunan Kalijaga juga mendekatkan diri kepada seluruh lapisan masyarakat. Ia tidak meminta bayaran apabila masyarakat meminta pementasan wayang, tetapi cukup dengan dua kalimat syahadat saja.
Pertunjukan wayang kulit bukan hanya digunakan untuk memberi hiburan saja, tetapi juga menyebarkan nilai-nilai sejarah, sosial, budaya, dan pendidikan moral. Pertunjukan ini memiliki filosofi bahwa masyarakat melihat cerminan kehidupan melalui tokoh-tokoh wayang yang dimainkan. Setiap tokoh yang dibawakan memiliki sifat dan karakter masing masing yang mencerminkan watak manusia yang berbeda-beda pula, seperti tokoh Yudistira yang memiliki sifat jujur, bijaksana, dan penuh kasih, tokoh Bima memiliki sifat kuat, keras kepala, tetapi berhati lembut, tokoh Duryudana memiliki sifat tamak, penuh ambisi, dan haus kekuasaan, dan tokoh lainnya. Dalam pertunjukan wayang, seorang dalang memiliki kendali dalam membawa alur cerita tersebut, begitu pun dengan realita manusia, sekeras apa pun kehendak dan keinginan kita, tetapi Tuhan-lah yang memiliki kendali atas semuanya.
Sejak 7 November 2003, wayang kulit telah diakui UNESCO sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity. UNESCO mengakui bahwa wayang kulit merupakan kesenian yang mengagumkan di bidang cerita narasi. Eksistensi wayang kulit pun semakin berkembang, berbagai pertunjukan wayang masih terus digelar hingga saat ini sebagai pementasan seni dan budaya.
Salah satu yang masih aktif dalam pertunjukan wayang adalah Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia atau Senawangi, sebuah organisasi yang berfokus pada kegiatan pelestarian dan pengembangan wayang di Indonesia. Senawangi aktif mengadakan pergelaran wayang, talk show internasional mengenai wayang, dan sayembara wayang dengan hadiah mencapai jutaan rupiah.

Selain itu, keberadaan wayang kulit semakin melekat dengan adanya jurusan Pedalangan di Institut Seni Indonesia (ISI). Mereka akan belajar tentang pembuatan wayang, merias wayang, dan segala hal yang berkaitan dengan pewayangan. Hal ini membuktikan bahwa jurusan Pedalangan masih diminati oleh generasi sekarang sebagai bagian dari pelestarian budaya Indonesia dan masih memiliki peluang untuk masa mendatang.
*****
Sebagai tradisi lisan yang diwariskan secara turun-temurun, wayang kulit tidak hanya merekam perjalanan budaya Indonesia, tetapi juga berperan dalam mengajarkan dan menjaga etika dan moral di tengah arus globalisasi dan modernisasi. Melalui tokoh wayang, cerita, dan pembawaan dalang, nilai-nilai tersebut dapat dibawa dengan cara menyenangkan, terhibur, dan bermakna . Jadi gimana, kamu tertarik menonton pagelaran wayang atau justru mau coba menjadi dalang?

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.
