Penulis: Salma Aulia Najmah – Universitas Pendidikan Indonesia
Akhir-akhir ini, istilah tone deaf sering digunakan, khususnya di media sosial. Secara harfiah, tone deaf memiliki arti tuli nada. Namun, tone deaf dalam konteks sosial memiliki arti yang berbeda. Tahukah kamu apa arti tone deaf? Coba perhatikan ilutrasi ini.
Perhatikan bagaimana seseorang menanggapi ceritamu
Mawar baru saja putus dengan pacarnya. Ia merasa sangat sedih dan menderita akibat kehilangan seseorang. Namun, Melati datang untuk menghiburnya sembari mengucapkan, “Jangan sedih, sudahlah cepat move on!”
Nah, sikap Melati yang tidak memedulikan dan memahami perasaan itulah yang disebut sebagai tone deaf. Seseorang yang sedang berduka sangat membutuhkan empati dan dukungan, bukan segera melupakan.
Dalam konteks sosial, “tone deaf” digunakan untuk menggambarkan seseorang yang kurang peka terhadap perasaan dan pengalaman orang lain, sehingga sering kali melontarkan pernyataan atau melakukan tindakan yang tidak sensitif terhadap situasi tertentu. Jadi, tone deaf adalah sikap ketidakpekaan atau kurangnya persepsi terhadap sentimen, opini, atau selera publik.
Kalau kamu merasa memiliki sikap seperti ini, kamu perlu hati-hati. Sebab, tone deaf bisa jadi sebagai salah satu pemicu gangguan mental. Kok bisa?
Dilansir dari detikHealth.com, mereka yang tidak sadar bahwa dirinya tone deaf atau justru memilih untuk tidak peduli terhadap perasaan orang lain akan berisiko memicu gangguan psikis di kemudian hari. Ketidakmampuan atau ketidakinginan untuk merespons secara tepat terhadap emosi dan kebutuhan orang lain dapat menyebabkan konflik dan isolasi sosial, yang berdampak negatif pada kesehatan mental.
Ella, seorang psikolog menjelaskan bahwa ketika seseorang tidak peduli dengan lingkungannya dan terus melakukan kesalahan, hal itu dapat menghambat kemampuan mereka untuk berinteraksi secara sehat dengan orang lain. Ketika perilaku tersebut tidak diterima oleh masyarakat, hal ini bisa berkembang menjadi masalah psikis yang lebih serius.
Dengan cara-cara ini, kamu dapat mengatasi dan menghindari sikap tone deaf. Sikap tone deaf perku kita hindari. Dengan melatih empati dapat mencegah seseorang menjadi sosok yang tone deaf. Tentunya, orang yang tone deaf tidak akan disenangi oleh masyarakat. Oleh karena itu, mari bangun kepekaan dan kepedulian dari diri kita.
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.