Penulis: Ari Setiawan – Majalah Sunday
Ilustrator: Efendi Aditya Darma – IKJ
Pernah nggak sih kamu merasa capek banget, bukan cuma fisik tapi juga mental? Tugas sekolah menumpuk, ekspektasi orang tua bikin pusing, ditambah lagi tekanan dari teman sebaya atau media sosial. Kalau semua itu dibiarkan, bisa jadi kamu mengalami burnout—kondisi ketika energi, motivasi, dan semangat seolah habis terbakar. Nah, artikel ini hadir buat kamu, pelajar dan remaja Indonesia, supaya tahu cara mengelola burnout dengan langkah-langkah sederhana tapi efektif.
Burnout sering muncul karena kita merasa kewalahan dengan banyaknya tugas. Rasanya semua harus selesai sekarang juga, padahal nggak semua hal punya urgensi yang sama.
Bikin daftar prioritas. Tulis tugas atau kegiatan yang paling penting dan mendesak. Misalnya, PR Matematika yang harus dikumpulkan besok tentu lebih prioritas daripada proyek kelompok yang deadline-nya masih minggu depan.
Gunakan teknik manajemen waktu. Kamu bisa coba metode Pomodoro (belajar 25 menit, istirahat 5 menit) atau blok waktu khusus untuk fokus. Dengan begitu, otak nggak cepat lelah.
Berani bilang “cukup”. Kadang kita terlalu perfeksionis. Ingat, tugas selesai dengan baik lebih penting daripada sempurna tapi bikin stres.
Hangout bareng teman. Jangan lupa, kamu juga butuh bersosialisasi. Nongkrong sebentar, ngobrol santai, atau sekadar jalan-jalan bisa jadi cara melepas penat. Interaksi sosial bikin hati lebih ringan dan pikiran lebih segar.
Intinya, jangan biarkan tugas menguasai hidupmu. Kamu yang pegang kendali, bukan sebaliknya.
Kalau pikiran lagi penuh, kadang kita butuh “tempat sampah” buat buang semua kegelisahan. Nah, journaling bisa jadi solusi.
Curhat ke kertas. Tulis apa pun yang kamu rasakan: marah, sedih, bingung, atau takut. Nggak perlu indah atau rapi, yang penting jujur.
Bikin jurnal harian. Luangkan 10–15 menit sebelum tidur untuk menulis pengalaman hari itu. Dengan begitu, kamu bisa refleksi dan melihat pola stres yang sering muncul.
Tulisan sebagai terapi. Saat kamu menuliskan isi hati, beban terasa lebih ringan. Pikiran jadi lebih jernih karena kamu sudah “mengeluarkan” isi kepala ke kertas.
Journaling kreatif. Kalau bosan dengan tulisan biasa, coba tambahkan gambar, doodle, atau stiker. Journaling bukan cuma curhat, tapi juga bisa jadi karya seni pribadi.
Bayangkan jurnalmu sebagai sahabat yang selalu siap mendengar tanpa menghakimi. Dengan journaling, kamu punya ruang aman untuk mengekspresikan diri.
Kadang kita lupa kalau tubuh dan pikiran butuh istirahat. Terlalu lama memaksakan diri justru bikin burnout makin parah.
Tidur cukup. Jangan remehkan tidur. Kurang tidur bikin konsentrasi menurun dan emosi gampang meledak.
Me time. Luangkan waktu buat hal-hal kecil yang bikin bahagia: dengar musik, nonton film, atau sekadar rebahan sambil scrolling meme.
Disconnect dari dunia digital. Coba matikan notifikasi sejenak. Media sosial bisa jadi sumber stres kalau kita terlalu sering membandingkan diri dengan orang lain.
Aktivitas fisik ringan. Jalan kaki, stretching, atau olahraga kecil bisa membantu tubuh melepas hormon stres.
Meditasi atau mindfulness. Duduk tenang, tarik napas dalam, lalu fokus pada momen sekarang. Teknik sederhana ini bisa bikin pikiran lebih damai.
Rehat bukan berarti malas. Justru dengan istirahat, kamu memberi kesempatan pada tubuh dan pikiran untuk pulih, sehingga bisa kembali produktif dengan energi baru.

Burnout bukan hal sepele. Kalau dibiarkan, bisa memengaruhi kesehatan mental dan fisik. Tapi kabar baiknya, kamu bisa belajar mengelola burnout dengan langkah-langkah sederhana: atur prioritas, ekspresikan stres lewat journaling, dan rehat sejenak.
Ingat, hidupmu bukan cuma tentang tugas atau prestasi. Ada ruang untuk bersenang-senang, beristirahat, dan mengenal diri sendiri. Jadi, jangan ragu untuk memberi waktu bagi dirimu. Kamu berhak merasa tenang, bahagia, dan sehat.
*****

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.
