Penulis: Muhammad Dafa Anugrah – Universitas Negeri Jakarta
Luvenia, 2024
Setelah Nirvana kembali online, hubungan mereka mulai pulih, meski tidak seperti sebelumnya. Mereka tetap berkomunikasi, meski waktu yang mereka habiskan bersama terbatas. Namun, di balik layar, tantangan baru mulai muncul.
Deva mulai merasakan tekanan di dunia nyata. Masalah keluarganya yang selama ini ia tidak pedulikan mulai menghantuinya lagi. Ayahnya kehilangan pekerjaan, dan ibunya sering mengeluh tentang keuangan keluarga. Rumah yang biasanya ia anggap tempat berlindung kini terasa lebih seperti tempat penuh konflik.
Deva menemukan dirinya kembali ke dunia Hearts of Luvenia sebagai pelarian. Ia menghabiskan waktu berjam-jam menyelesaikan misi, berburu loot, dan berbicara dengan Noir, Hydra, dan anggota guild lainnya. Tetapi di dalam hatinya, ia tahu bahwa pelarian ini bukan solusi.
Di sisi lain, Nirvana juga menghadapi tantangan. Meski ujian selesai, tekanan dari orang tuanya belum berhenti. Mereka mulai merencanakan masa depannya tanpa memberinya pilihan. Suatu malam, Nirvana mengirim pesan kepada Deva.
Nirvana: “Dev, kayaknya aku bakal pindah ke luar kota. Orang tuaku ingin aku masuk ke universitas yang mereka pilih. Mereka bahkan udah siapin tempat tinggal buat aku tinggal di sana.”
Deva membaca pesan itu dengan hati berat. Ia tahu ini adalah kesempatan besar bagi Nirvana, namun ia juga tahu apa artinya ini bagi mereka. Jarak yang sudah jauh akan semakin sulit dijembatani.
Deva: “Kalau itu memang yang terbaik buat kamu, aku bakal terus dukung kamu. Tapi Nir, aku mau kamu tahu, nggak peduli sejauh apa jarak kita, aku bakal tetap ada di sini untuk kamu.”
Nirvana: “Iya aku tahu kok, Dev. Aku bersyukur banget deh. Aku nggak tahu gimana aku bisa lewatin semua ini tanpa dukungan kamu.”
Beberapa hari kemudian, Noir mengadakan pertemuan guild di dalam game. Semua anggota Mythical Fantasies hadir, termasuk Deva, Hydra, Minny, dan lainnya.
Noir memimpin pertemuan itu dengan serius. Ia berkata dengan suara tegas, tetapi juga lembut. “Aku tahu kita semua punya kehidupan nyata masing-masing yang harus kita jalanin. Tapi aku mau kalian ingat kalau guild ini adalah keluarga kalian. Kalau ada yang butuh bantuan, jangan ragu buat bicara. Biarpun itu sesuatu yang gak ada hubungannya sama game.”
Deva terdiam, ia tahu bahwa kata-kata Noir ditujukan untuknya. Tetapi ia tetap diam, memilih untuk menyimpan masalahnya sendiri.
Setelah pertemuan selesai, Noir mengirim pesan pribadi kepadanya.
Noir: “Dev, aku tahu ada sesuatu yang kamu sembunyikan. Kalau kamu butuh orang untuk bicara, kamu pasti tahu, aku ada di sini.”
Deva merasa ragu, tetapi akhirnya ia menceritakan semuanya. Tentang masalah keluarganya, tentang bagaimana ia seperti kehilangan arah, dan tentang kekhawatirannya terhadap masa depan hubungannya dengan Nirvana.
Noir mendengarkan dengan sabar sebelum akhirnya menjawab. “Kehidupan nyata tuh memang berat, Dev. Tapi kamu nggak sendirian. Kadang, kita butuh lebih dari sekadar dunia maya buat menghadapi kenyataan. Kamu punya teman di sini, dan aku yakin Nirvana juga bakal selalu mendukung kamu, seperti kamu yang selalu mendukung dia.”
Sementara itu, Nirvana merasa semakin terkekang di rumahnya. Ia mencoba mencari cara untuk berbicara dengan orang tuanya tentang keinginannya, namun setiap kali ia mencoba, pembicaraan selalu berakhir dengan ketegangan.
Pada suatu malam, Nirvana memutuskan untuk mengirimkan surat panjang kepada orang tuanya. Dalam surat itu, ia menjelaskan semua perasaannya—tentang tekanan yang ia rasakan, tentang keinginannya untuk memiliki kendali atas hidupnya sendiri, dan tentang bagaimana ia merasa dunia game telah membantunya menemukan jati dirinya.
Surat itu akhirnya menjadi awal dari percakapan yang lebih terbuka Nirvana dengan orang tuanya. Biarpun tidak semua masalahnya terselesaikan, setidaknya mereka mulai mendengarkan pendapat Nirvana.
Deva dan Nirvana bertemu lagi di Azure Meadows beberapa hari kemudian. Nirvana tampak lebih tenang, meski masih ada beban di matanya.
“Aku kemarin coba berbicara sama orang tuaku. Gak sepenuhnya berhasil, tapi seenggaknya mereka mulai mendengarkanku.” Ungkap Nirvana sambil tersenyum tipis.
Deva tersenyum kecil. “Itu langkah yang besar, Nir. Aku bangga deh sama kamu. Aku tahu kamu bisa melakukan itu.”
Nirvana lalu bertanya balik. “Gimana sama kamu, Dev? Kamu keliatan lebih diam akhir-akhir ini.”
Deva ragu sejenak, tetapi akhirnya ia menceritakan segalanya—tentang keluarganya, tentang rasa takutnya akan kehilangan Nirvana, dan tentang bagaimana ia merasa terjebak antara dua dunia.
Nirvana mendengarkan dengan penuh perhatian. Ketika Deva selesai, ia berkata dengan suara lembut. “Kita nggak bisa lari terus dari dunia nyata, Dev. Tapi aku percaya kita bisa menemukan cara buat menjalani ini bersama. Biarpun kita terpisah, aku mau kita terus saling mendukung.”
Deva merasa beban di hatinya sedikit berkurang. Dunia nyata mungkin sulit, tetapi ia tahu bahwa ia tidak sendirian.
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.
Dengerin Podcast
Penasaran? Yuk, tonton sekarang di YouTube!