Majalah Sunday

Sesal

Semilir angin di Kota Bandung berhembus menerbangkan dedaunan. Dengan langkah perlahan seorang gadis berusia 16 tahun duduk termenung di bawah pohon rindang di taman tersebut, mengabaikan seluruh pandangan orang orang yang memandang perutnya aneh.

“Seandainya, semua ini ga terjadi.”

##

Matahari telah berpendar dari peraduannya, seakan menyuruh para manusia untuk segera memulai aktivitas. Dengan malas, Cecil segera bangkit dari tidurnya dan segera bersiap-siap untuk sekolah. Hari ini hari Senin, membayangkan macetnya lalu lintas serta pelajaran yang begitu menyiksa sudah membuat Cecil malas dan ingin kembali bergelung di bawah selimutnya, kembali merajut mimpinya yang tadi hampir saja bertemu dengan oppa Korea kesayangannya, namun apa boleh buat sang ibu bisa mengamuk jika tau Cecil kembali tertidur dan malah bolos pelajaran. Bagaimanapun ibu Cecil merupakan orang yang konservatif.

“Cecil, jangan tidur lagi. Ini ibu udah siapin sarapan!!!”

Dengan terburu-buru Cecil segera membereskan buku pelajarannya:

  1. Matematika peminatan
  2. Kimia
  3. Fisika
  4. Matematika wajib

Huh, semester ini hari senin terasa seperti neraka. Bayangkan saja kau harus memperhatikan deretan angka dari pagi hingga siang belum lagi saat upacara kau harus mendengarkan si pembina upacara menyampaikan amanat yang terkadang melebihi pidato kepresidenan. Tidak ingin membuat sang ibu menunggu, Cecil segera membawa tasnya dan keluar dari kamar.

“Hari ini kamu naik angkot ya? Ibu harus berangkat duluan dan hari ini ibu harus ke Bandung selama 3 hari, kamu baik baik di rumah.”

Cecil yang baru ingin menyendok makanannya hanya memperhatikan gerak sang ibu yang mulai meninggalkan rumah. Cecil hanya tinggal berdua dengan sang ibu, orangtuanya telah bercerai sejak Cecil berusia 7 tahun dan sejak itu Cecil harus terbiasa sendirian saat sang ibu bekerja. Untungnya 2 bulan yang lalu Cecil memiliki seorang kekasih – tanpa sepengetahuan sang ibu – jadi, rasa kesepian Cecil sedikit terobati karena kehadiran sang kekasih.

##

Cecil melangkahkan kaki nya menuju pelataran sekolah, matanya mengedarkan pandangan untuk mencari sosok kekasihnya.

“Beb…”

Dengan segera Cecil berlari memeluk Bimo, lelaki yang telah menyandang status kekasih Cecil sejak 2 bulan yang lalu.

“Aku kangen banget sama kamu, Beb,” ucap Bimo sambil mengusap kepala Cecil sayang, sungguh sepasang kekasih tersebut cukup tidak tau malu karena menebar mesra di tengah ramainya sekolah. Untung saja murid di sekolah tersebut mulai terbiasa dengan sikap sok romantis mereka walaupun sejujurnya masih ada beberapa anak yang merasa jijik menyaksikan adegan romantis Cecil dan Bimo.

“Aku juga kangen banget sama kamu, oh iya hari ini jalan yuk? Kebetulan ibuku gak pulang hari ini.”

“Kalo gitu nanti kita ke bioskop, gimana?”

“Boleh,” dan obrolan mereka ditutup dengan dering bel masuk, lapangan pun langsung dipenuhi barisan para siswa.

##

Bel pulang pun telah berdering, Cecil langsung menghampiri Bimo yang memang berbeda kelas dengan Cecil dan langsung menuju ke mall yang tidak jauh dari sekolah. Hari itu Cecil dan Bimo habiskan berdua, nonton bioskop, bermain di Timezone, dan makan di cafetaria mall. Tidak terasa hari semakin gelap dan cuaca seperti ingin memuntahkan muatan air hujannya, Cecil dengan cemas berharap agar hujan jangan turun dulu sebelum mereka sampai dirumah. Cecil tidak mau harus kehujanan di jalan, bisa bisa nanti Cecil terserang demam dan ibunya akan mengoceh.

“Yah hujan, kamu neduh di rumahku dulu ya?”

“Gak usah, aku langsung pulang aja,”

Cecil yang tidak tega tetap memaksa Bimo untuk singgah di rumahnya, setidaknya sampai hujan reda. Cecil tidak mau kekasihnya jatuh sakit, nanti siapa yang menemani Cecil di sekolah kalau Bimo sakit? Sebelum mengenal Bimo, Cecil hanya siswi pendiam yang tidak memiliki teman; berbeda dengan Bimo yang supel, makanya hubungan Cecil dan Bimo sempat membuat satu sekolah gempar. Akhirnya, Bimo pun memarkirkan motornya dan masuk ke rumah Cecil.

 

Rumah Cecil bisa dibilang luas untuk disinggahi 2 orang, bangunan tingkat dua dengan halaman depan yang cukup luas memberikan kesan asri untuk ditinggali serta interior elegan menghiasi isi rumah. Semenjak bercerai, ibu Cecil berubah menjadi wanita workaholic. Hampir seluruh hidupnya dihabiskan untuk bekerja, membuat Cecil seringkali kesepian dan ini pertama kali dalam hidup Cecil membawa seseorang ke rumahnya. Bimo hanya tertegun melihat isi rumah Cecil, tidak menyangka jika Cecil cukup tajir juga. Selama ini tidak banyak warga sekolah yang tau latar belakang kehidupan Cecil termasuk Bimo, Cecil benar benar tertutup akan identitasnya. Karena sering melihat Cecil sendirian Bimo pun memberanikan diri mendekati Cecil dan menjadikan Cecil kekasihnya.

“Diminum dulu,”

Cecil meletakkan gelas berisi coklat panas ke hadapan Bimo, Bimo langsung menyeruput isi gelas tersebut sambil memandangi wajah Cecil  Entah apa yang terjadi tapi Bimo merasa Cecil bertambah cantik dengan rambut terurai yang biasa diikat ekor kuda dan terpaan semilir AC yang menerbangkan anak rambut Cecil

Cup

Bimo menangkup pipi Cecil dan mengecup bibir Cecil, hanya kecupan biasa tanpa pergerakkan apapun. Cecil membeku, ini ciuman pertama Cecil. Melihat tidak ada perlawanan dari Cecil, Bimo mendaratkan kecupannya lagi di bibir Cecil. Cecil sedikit memberontak, Cecil agak takut dan tidak yakin Bimo benar benar mencintainya.

“Bimo, j– jangan”

“Cecil, aku cinta sama kamu. Kamu juga cinta sama aku kan?”

“Iya, aku cinta kamu t– tapi kalo aku hamil?” cicit Cecil menatap manik mata Bimo ragu

“Aku bakal tanggung jawab, sayang.”

Dengan kalimat tersebut, Cecil pun mempercayai hidupnya atas Bimo, dengan kalimat tersebut juga Cecil mendeklarasikan bahwa dirinya seutuhnya milik Bimo dan Cecil meyakinkan dirinya bahwa Bimo mencintainya dan apapun yang terjadi Bimo akan bertanggung jawab.

##

Setelah kejadian tersebut hubungan antara Cecil dan Bimo tidak ada yang berubah selain mereka yang sering melakukan “itu” di saat ada kesempatan. Ibu Cecil pun tetap tidak mengetahui hubungan antara Cecil dan Bimo, yang ibu Cecil tau anak gadisnya hanya bersekolah dan menjadi anak baik kesayangan sang ibu.

“Cecil, hari ini naik angkot ya? Ibu ga bisa anter kamu ke sekolah,” ucap ibu Cecil sambil menenggak susu yang tersaji, Cecil yang sedang berusaha fokus pada rasa aneh di perutnya pun tidak menjawab sang ibu.

Hueek

Dengan segera Cecil lari ke kamar mandi dan memuntahkan seluruh isi perutnya. Sudah 3 hari ini Cecil selalu memuntahkan isi perutnya. Ibu Cecil sangat khawatir takut terjadi penyakit serius pada sang putri.

“Cecil, kenapa? Kita ke dokter ya nak? ibu telpon sekretaris ibu dulu buat batalin meeting” ucap ibu Cecil panik.

“Cecil gak papa kok bu, ibu ke kantor aja paling Cecil cuman kelelahan karena belajar terus”

“Ttapi sayang–”

Dengan berat hati sang ibu pun berangkat meninggalkan Cecil yang mulai membersihkan dirinya. Cecil segera menghubungi nomor Bimo agar menjemputnya di rumah, tapi nihil, dari semalam nomor Bimo sulit dihubungi. Dengan langkah gontai Cecil berangkat ke sekolahnya berharap agar Cecil bisa bertemu Bimo di sekolah.

 

Sesampainya di sekolah, Cecil segera menuju kelasnya. Cecil sudah tidak sanggup jika harus mencari Bimo ke penjuru kelas, jadi Cecil hanya bisa terduduk lemas di bangku kelas. Sisca, yang merupakan teman sebangku Cecil hanya memperhatikan keadaan Cecil pun memberanikan diri sekedar menanyakan keadaan Cecil yang hanya dijawab “Aku gak papa kok, cuman pusing dikit aja.” Sisca yang tidak tau harus berbuat apapun langsung fokus ke novelnya. Bel masuk berdering, guru yang akan mengajar di kelas pun masuk dan melihat Cecil yang lemas langsung menyuruh Sisca untuk mengantarkan Cecil ke UKS. Tidak ingin membuat keributan Cecil pun menurut saat dibopong ke UKS.

Selama di UKS, Cecil hanya rebahan menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Sudah hampir 1 minggu ini Bimo sulit dihubungi, selain itu sikap Bimo ke Cecil berubah tak lagi hangat. Bimo jadi sering membentak Cecil dan bersikap dingin pada Cecil. Sebenarnya sudah ada 2 orang teman sekelas Cecil yang melihat Bimo jalan dengan seorang siswi dari sekolah sebelah, namun Cecil tidak percaya dan mengabaikan ucapan dua orang temannya.

 

Karena hari itu Cecil merasa tubuhnya semakin tidak enak, Cecil pun memutuskan pulang dengan diantar taksi. Jihan, salah satu anak sekolahnya menawarkan diri untuk mengantar Cecil tapi ditolak secara halus. Cecil tidak ingin diantar oleh siapapun karena Cecil ingin mampir ke apotek untuk membeli test pack dan tidak ingin siapapun tahu. Setelah Cecil renungi selama di UKS, Cecil sadar jika bulan ini ia belum kedatangan tamunya dan Cecil sadar betul jika dirinya dan Bimo sering melakukan itu sehingga tidak menutup kemungkinan rasa tidak enak di tubuhnya akibat perbuatan yang dilakukannya dengan Bimo.

 

Setelah mendapatkan yang diperlukan Cecil segera pulang ke rumahnya dan langsung ke kamar mandi. Betapa terkejutnya Cecil saat melihat tanda 2 garis merah pada test packnya. 

Perasaan Cecil kalut, air mata Cecil langsung tumpah ruah memandangi perutnya. Dengan perasaan takut Cecil menghubungi Bimo, berharap Bimo benar benar menepati janjinya untuk bertanggung jawab.

“Halo, Bimo”

“Kebetulan kamu nelpon, aku mau kita putus!”

“KAMU GA BISA PUTUSIN AKU! AKU HAMIL ANAK KAMU, BIMO!”

Sambungan telepon diputus begitu saja oleh Bimo, meninggalkan isakan Cecil yang terdengar pilu di kamar mandi rumahnya. Cecil kecewa, kecewa dengan segala hal pada dirinya, Cecil takut. Bagaimana cara Cecil memberitahukan ibunya? Cecil tidak sanggup melihat ekspresi marah, ah tidak, sang ibu tidak akan marah pada Cecil tapi kecewa. Jujur, Cecil lebih takut melihat ekspresi kecewa ibunya ketimbang melihat ibunya marah dan mengomeli dirinya. Semenjak sang ayah meninggalkan dirinya dan sang ibu, Cecil selalu berjanji untuk tidak mengecewakan sang ibu. Tapi, kenyataan nya malah Cecil terduduk lesu di kamar mandi dengan tangan menggenggam benda yang menunjukkan dirinya hamil.

“Cecil, kamu udah pulang?” teriakan sang ibu menggelegar di seluruh penjuru rumah. Dengan terburu Cecil mengantongi testpack dan membasuh wajahnya kasar.

“Cecil di kamar mandi, Bu.”

“Cecil kamu kenapa, Nak?”

Ibu Cecil terlihat khawatir, melihat Cecil yang pucat dengan tangan menopang berat tubuhnya di sisi wastafel.

“Ibu, maaf,” cicit Cecil sambil mengeluarkan testpack menampilkan 2 garis merah. Ibu Cecil terkejut, putri semata wayang yang begitu ia jaga dan sayang….

“Siapa yang ngelakuin ini sama kamu, Cil?”

“Bimo, namanya Bimo. Pacar Cecil, t–tapi dia ga mau tanggung jawab bu dan mutusin Cecil” isak Cecil semakin pilu saat melihat ekspresi ibunya yang menyiratkan kekecewaan.

“Besok ibu akan urus kepindahan kamu ke Bandung. Kita besarkan anak kamu yah. Pria brengsek itu ga perlu tau tentang anak ini dia udah nolak kamu dan anak kamu. Ibu yang akan nerima kalian, gimanapun kamu anak ibu satu satunya Cecil. Ibu sayang sama Cecil,” tangis Cecil pun pecah begitu saja. Cecil yang selama ini mengira sang ibu tidak menyayanginya karena terlalu sibuk bekerja justru adalah orang yang tetap menerima dirinya walau dirinya telah begitu mengecewakan sang ibu. Dengan rasa penyesalan Cecil pun memeluk sang ibu erat dan berjanji agar tetap bertahan demi sang buah hati.

 

Penulis: Elsa Yuni Meliyanda – Universitas Kristen Indonesia

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Chat Now
Selamat Datang di Majalah Sunday, ada yang bisa kami bantu?