Majalah Sunday

Serba-Serbi Duniawi

Dyah Pramesti Purbowati – Universitas Negeri Jakarta

Menatap ponsel selama berjam-jam menjadi aktivitas yang tak pernah membosankan bagi Arin. Entah ketika masih di kelas, pulang sekolah, sebelum tidur, hingga ketika baru bangun tidur pun ponsel merupakan benda yang selalu keberadaannya ada di tangannya. Menyelami aplikasi video singkat menjadi kegiatan rutin yang tak pernah bisa ia tinggalkan sekarang. Melihat kehidupan orang-orang merupakan hal yang ia sukai saat ini. Mereka tampil dengan pakaian, riasan, dan tentu saja dengan gaya hidup terbaik yang mereka bisa tunjukkan pada pengguna lainnya.

Berlainan dengan apa yang ia lihat di dalam sosial media, kehidupannya terlihat monoton dan tidak menyenangkan. Hanya dapat tidur, sekolah, mengerjakan pekerjaan rumah, lalu mengulanginya. Hidupanya memang tak dapat dikatakan kekurangan, tapi juga tak bisa dikatakan sebagai orang kaya. Mereka hanya memakai apa yang dimiliki, menyesuaikan kebutuhan sesuai pendapatan bulanan, dan membeli apa yang dibutuhkan. Namun, terkadang Arin penasaran bagaimana rasanya membeli apa yang ia inginkan dan bukan yang ia butuhkan, lalu memakan apa yang ia mau, bukan hanya yang ibunya masak, juga membeli barang-barang yang lucu dan bukan barang yang ia perlukan. 

“Ih lucu banget! Kayaknya uang gue cukup deh kalau buat beli ini doang,” gumamnya sendiri sambil menatap uang recehan yang tergeletak di sudut meja belajar miliknya. Setelah memastikan uangnya cukup, tanpa berpikir panjang ia langsung menekan tombol “beli sekarang” yang ada di pojok kanan bawah ponselnya.

Beberapa hari berlalu, pesanan yang sebelumnya Arin beli baru saja datang. Rasa bahagia ketika ia menerima pesanan yang masih terbungkus plastik itu tiba-tiba menyerangnya. Itu terasa sangat menyenangkan dan ia sangat menyukainya. Ia langsung memposisikan ponselnya mengarah ke sebuah benda yang masih terbungkus plastik itu. Ia mulai merekamnya guna menunjukkannya sebagai barang bukti jikalau barang yang ia pesan sebelumnya mengalami kerusakan dalam perjalanan.

Setelah memastikan benda yang ia beli aman, ia langsung meletakkannya dengan sembarang. Ia kembali merebahkan tubuhnya dan membuka aplikasi toko online yang ada di ponselnya guna mencari barang-barang yang lain. Barang-barang lucu atau baju ala Korea yang banyak digunakan oleh orang-orang saat ini. Tanpa terasa, ia telah memasukkan 10 barang ke dalam keranjang belanjanya, ketika melihat semua pesanannya dapat menggunakan fitur COD, tanpa pikir panjang, ia langsung membelinya tanpa memikirkan cara membayarnya. Ia yakin barang-barang pesanannya akan dibayarkan oleh orang tuanya.

Gambaran Rumah Arin

*****

Setelah menunggu selama beberapa hari, barang-barang yang Arin pesan telah sampai di tangannya dengan selamat. Benar saja, ketika barang-barang yang ia pesan sampai, semuanya memang dibayarkan oleh orang tuanya. Akan tetapi, setelahnya ia mendapat banyak ceramah dan juga omelan dari keduanya.

“Kalo enggak punya duit jangan banyak gaya, Rin!” kata Ibu sambil melempar barang-barang yang telah Arin tunggu sejak lama.  Arin mendengus kesal dibuatnya, lalu ia segera menutup kupingnya rapat-rapat dan kembali menyibukkan diri dengan ponselnya yang lagi dan lagi  menampilkan seseorang yang kini sedang berjualan secara live.

Jujur saja, Arin ingin kembali melakukan hal yang sama lagi kali ini, tetapi ia tersinggung dengan omongan Ibu perihal ia yang tidak punya uang. Bukankah uang orang tua itu juga uang anak? 

“Pelit banget sih jadi orang tua!” ucap Arin sambil membuka kotak-kotak miliknya yang masih tersegel rapi.

Tiba-tiba saja Arin mendapatkan ide cemerlang. Ia lantas tersenyum senang kala idenya dengan mudah direalisasikan. “Gue pinjem uang di web aja deh, nanti gue bayar pake uang jajan!” ucapnya lalu segera mencari situs web yang dapat memberikannya uang secara instan.

“Gila! Limit pinjamannya 20 juta! Ini mah bisa buat gue beli iphone! Pasti keren banget nih kalau gue nongkrong sama temen-temen terus gue bawa iphone,” ucapnya dengan tawa yang tak lagi ia sembunyikan. Dengan cepat ia langsung memasukkan data diri, memotret Kartu Tanda Penduduk yang baru ia dapat enam bulan lalu, dan juga tak lupa dengan verifikasi wajah dengan memegang KTP.

Tidak perlu waktu lama, ia langsung mendapatkan uang dalam kurun waktu kurang dari satu jam dari saat ia memasukkan nominal pinjaman. Dengan cepat, ia langsung membuka toko online yang ada di ponselnya, memasukkan semua keinginannya dengan agresif dan segera memesan tombol “beli” di detik yang sama. Kini, ia hanya tinggal menunggu semua barang pesanannya datang dan menikmati berada di puncak sosial.

***

Kini semua barang yang Arin pesan telah datang, ia pun telah berada di puncak sosial seperti yang ia harapkan. Teman-teman berdatangan, followers di Instagram pun bertambah, terlebih dengan feeds Instagram yang semakin hari semakin tertata cantik sesuai seleranya. Namun, ia tak dapat bahagia dengan sempurna. Arin memiliki rasa gelisah yang tak ada sudahnya. Hutang yang seharusnya dicicil tiap minggu ia abaikan, berharap dengan ganti nomor telepon dapat menjadi jalan keluar. Hanya saja, akhir-akhir ini ia mendapatkan teror di rumahnya. Beberapa laki-laki berdatangan dengan wajah galaknya, menggedor pintu rumahnya dan melayangkan protes tak berkesudahan karena dirinya belum membayar hutang yang kini telah menggunung jumlahnya.

Desas-desus mulai menyebar, status sosial yang susah payah ia bangun perlahan hancur hanya karena satu kali kedatangan lelaki itu. Kini, Arin kembali dihadapi dengan ketakutan besar, ketakutan untuk mengakui kesalahannya di depan seluruh anggota keluarga. 

“Kamu beneran punya hutang, Rin?” tanya Bapak yang masih mengenakan sarung karena. Suaranya datar dan tak ada nada kemarahan di sana, hanya saja entah mengapa membuat perasaan Arin ketakutan.

“Rin, ditanyain Bapak itu, lho! Kemarin waktu Bapak sama Ibu kerja katanya ada laki-laki dateng gedor-gedor pintu mau nagih hutang, itu bener?” tanya Ibu yang kini ikut menatapnya dengan mata menyelidik. Arin tak dapat mengatakan apapun. Mulutnya seakan tak dapat terbuka, kini yang dapat ia lakukan hanya menangis. Melihat reaksi yang ia tunjukkan, Bapak dan Ibu lantas menghela napas berat, tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh anak semata wayangnya itu.

“Hutang berapa? Untuk apa?” tanya Bapak, dari nada suaranya masih tak menunjukkan adanya emosi yang membara, yang ia lakukan hanya memijat keningnya.

“20 juta, Pak,” jawabnya takut-taku

“Ya Allah Arin! Buat apa itu semua? Udah habis uangnya?” tanya Bapak dengan nada suaranya yang keras.

“Tapi… Pak, kalau sama bunga, jadi 40 juta,” lanjut Arin dengan suara yang kian mengecil. Setelah itu ruang keluarga yang tadinya penuh dengan teriakan Bapak kini sunyi, menyisakan tubuh Bapak yang kian melemas kehabisan kata.

*****

Beberapa minggu telah berlalu, hutang-hutang Arin telah dinyatakan lunas. Keluarganya berakhir menggadaikan sertifikat rumahnya agar dapat melunasi hutang Arin. Arin menyesal, sungguh. Keluarganya kini tak lagi seramah dahulu, kedua orang tuanya mendadak jadi diam dan tak memberikan kasih sayang seperti sebelumnya. Arin sudah berusaha meminta maaf pada kedua orang tuanya, mereka memaafkan Arin, hanya saja kekecewaan masih belum terobati. Rumahnya kini dipenuhi rasa tak nyaman sebab khawatir tak dapat menebus kembali sertifikat rumah yang telah terlanjur digadaikan. Arin mencoba menjual segala barang-barang yang telah ia beli sebelumnya. Hanya saja karena barang tersebut sudah ia pakai membuat harga jualnya menurun.

“Ibu, ini Arin udah jual beberapa barang Arin. Baru dapet uang sekitar 3 juta. Semoga bisa bantu, ya, Bu,” ucap Arin yang hanya dibalas anggukan singkat dari Ibunya.

Mengetahui bahwa ia tak akan mendapatkan jawaban yang ia inginkan, Arin melangkah mundur. Ia menyesali perbuatannya dan seandainya ia dapat mengulang waktu, ia tak akan pernah menyentuh pinjaman online lagi. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada lagi gunanya berandai pada masa lalu. Kini yang tersisa hanyalah kekecewaan, dan juga ketakutan akan kehilangan tempat tinggal. Semua ini terjadi hanya karena gengsi yang melilit diri agar memuaskan nafsu duniawi.

*****

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Majalah Sunday, Teman Memahami Tips Belajar, Edukasi Seksual dan Kesehatan Mental

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 48