Penulis: Mochamad Fahriza, Universitas Negeri Jakarta.
Buat kalian yang tinggal di Jakarta, mungkin sebagian dari kalian sudah tidak asing dengan Pertunjukan Lenong. Buat yang belum kenal, lenong merupakan teater tradisonal Betawi yang biasanya diiringi dengan alat musik tradisional Betawi juga, seperti gambang kromong, drum, gong, dan kecrekan. Bahasa yang digunakan adalah melayu dialek Betawi, namun zaman sekarang cenderung bahasa Indonesia dialek Betawi. Pada awalnya aksi teatrikal ini berkembang di akhir abad ke-19, yang diadaptasi dari komedi bangsawan atau teater opera pada saat itu
Kata Lenong sendiri, menurut Syaiful Amri seorang budayawan Betawi, mengatakan bahwa, pada zaman dulu tahun 1920-an ada teater yang bernama Pekyu dari Jawa Timur yang berhasil meskipun modalnya dari hasil pinjaman ‘utang’. Keberhasilan teater ini ditiru oleh orang China yang bernama Lian Ong, dan membuat sandiawara dengan memasukan pantun, tari. Hingga lama kelamaan terkenal dengan sandiwaranya si Lian Ong, dan kata Lian Ong berubah menjadi lenong.

Lalu, menurut pemaparan beliau, Lenong juga terbagi dua jenis. Pertama, Lenong Dines yang diperuntukan untuk kalangan menegah ke atas, bercerita mengenai bangsawan, pakaian yang digunakan pun rapih, menggunakan bahasa melayu tinggi, dan dimainkan di gedung-gedung pertunjukan. Kedua, Lenong Preman yang ditujukan untuk kalangan menengah ke bawah, menggunakan pakaian sehari-hari, menggunakan bahasa Betawi pinggiran, dan dipentaskan dari kampung ke kampung.

Tetapi di antara perbedaan tersebut, ada hal yang mesti dipertahankan atau dijaga loh. Menurut Syaiful Amri, yang terpenting dalam sebuah pertunjukan lenong adalah dengan diiringi gambang kromong, karena hal tersebut merupakan sebuah pakem dari sebuah pementasan Lenong. Kalau sebuah pertunjukan Lenong tidak diiringi gambang kromong, itu hanya sekadar celoteh Betawi belaka.
Selanjutnya, kalian pasti penasaran dengan kondisi Lenong di masa kini. Ternyata, menurut Syaiful Amri kondisi Lenong tidak jauh berbeda dengan sebelumnya dan tetap memiliki peminat. Memang ada masanya Lenong Betawi kurang berkembang. Pada tahun 2005 beliau mendirikan Komedi Betawi atau yang biasa disingkat KomBet. Seni inilah yang merupakan transformasi dari kesenian Lenong Betawi. Pertunjukan KomBet disesuaikan dengan keadaan masa kini, agar dapat ditonton oleh segala kalangan. Tidak hanya bercerita mengenai masa kini namun juga masa lampau dan masa depan. Beliau dengan Komedi Betawinya berkomitmen akan terus mengangkat cerita toponimi yang ada di Jakarta.
Nah bagaimana, Sunners? Ternyata Lenong Betawi masih terus bertahan dan bertransformasi menjadi tontonan yang bisa dinikmati oleh segala kalangan. Kita atau lebih tepatnya anak muda, juga berperan penting dalam menjaga dan melestarikan pertunjukan Lenong ini.
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.
