Majalah Sunday

Sebuah Cerpen - Siapa Cepat, Dia Ngecas

Penulis: Afifah Fayza – UKI

Di kelas 12 IPA 2, satu colokan bisa bikin dua geng berantem lebih parah dari rebutan nilai. Aturannya cuma satu, dan semua orang tahu: Siapa cepat, dia ngecas. Sisanya? Ya… siap-siap perang baterai 3%

Colokan Satu, Emosi Dua

Jam istirahat di kelas 12 IPA 2 bukan waktu untuk santai  ini waktu perang. Bukan perang nilai, bukan juga perang cinta, tapi perang colokan. Satu-satunya colokan hidup di kelas terletak di pojok dekat jendela.

Di sanalah dua geng paling legendaris bentrok setiap hari: Geng Colokan Timur yang dipimpin Dika, dan Geng Colokan Barat di bawah komando Rere.

Dika , cowo terkenal ambisius yang kalau baterai HP-nya di bawah 10%, wajahnya lebih pucat dari kertas ujian. Sementara Rere nggak bisa hidup tanpa kipas USB-nya. Katanya, “Tanpa angin, mood aku drop, Dik.”

Di antara dua geng itu ada Fajar, makhluk paling tenang di kelas yang entah kenapa, selalu duduk di tengah dan kena imbas tiap kali kabel beterbangan.

Serangan Fajar (bukan orangnya)

“Bro, strategi hari ini jelas,” kata Dika penuh wibawa. “Begitu bel bunyi, kita nyerbu duluan. Aku colok, kalian backup!”

Di sisi lain, Rere juga briefing dengan gaya CEO startup, “Pokoknya jangan kasih ruang. Siapa duluan colok, dia ratu listrik!”

Bel bunyi.

Dua geng langsung melompat dari kursi. Meja diseret, kabel dilempar, dan ada yang sampai ngelindungin charger kayak bayi baru lahir.

Rere sempat pura-pura ngajak damai, “Dik, bagi aja deh setengah jam-setengah jam.”

Dika yang polos sempat mengangguk sampai sadar kipas Rere udah nyala duluan.

“PENGKHIANAT!” teriaknya, sambil nyolok kabel kayak pahlawan bertempur.

Fajar coba menengahi, “Guys, bisa kan gantian”

 “DIEM AJA, FAJAR! BATERAI KAMU MASIH 80%!”

Dan begitulah, Fajar resmi dibungkam suara nya.

Kelas berubah jadi arena gladiator. Buku beterbangan, kipas melayang, bahkan kotak bekal tupperware jadi senjata dadakan.

“INI KELAS ATAU BENTENG TAKESHI, SIH?!” teriak Fajar, tapi suaranya ketelan riuh charger yang ditarik-tarik.

Puncaknya, Dika dan Rere narik ujung colokan bareng-bareng kayak lagi tarik tambang.

“CRAAAK!”

Kabelnya putus.
Suasana langsung beku. Kipas mati. HP semua lowbat. Harapan pun padam.

Ketika colokan di ruang kelas terbatas, tentu pertengkaran sering terjadi, ibarat pepatah, Siapa Cepat Dia Ngecas!

Datangnya Sang Pemutus Daya

Pintu kelas terbuka perlahan, disertai suara “kreek…” yang kayak efek film horor murah.

Angin sore masuk, gorden melambai, dan di sana berdiri sosok yang bikin semua murid mendadak sadar dosa: Pak Surya, guru Fisika  alias Dewa Listrik dan Pemutus Tegangan Hidup. 

Beliau menatap medan perang colokan itu. Kabel berserakan, kipas USB tewas di tempat, dan Dika-Rere masih saling tuding kayak final debat nasional.

“Semua gara-gara Dika!”

 “Lah, Rere yang duluan nyolok!”

“Aku cuma pengen angin!”

“HP-ku juga butuh nyawa, halo?”

Fajar menatap mereka dan bergumam lirih, “Kalian semua butuh charging buat otak juga, sih.”

Pak Surya mendekat perlahan, langkahnya berat dan penuh wibawa, kayak pahlawan terakhir PLN.

Semua murid menahan napas. Beliau menatap colokan di tembok, lalu

“Klik.”

Semua listrik padam. Dan dengan nada datar tapi sakral, beliau berkata:

“Mulai hari ini… saya sita listrik kalian biar gaada lagi yang ributin kipas sama hp.”

Sunyi. Hanya terdengar suara kipas USB yang pelan-pelan mati kayak harapan hidup Dika.

Dika menatap Rere dengan lirih,

“Rere… kalau besok aku nggak ngecas, bilang ke mama aku, aku sayang dia.”

Rere menatap balik, dramatis, “Aku juga, Dik… tapi tolong, pinjem powerbank dulu.”

Pak Surya keluar dari kelas dengan gaya slow motion, sementara semua murid diam. 

Damai yang Nggak Damai

Dua geng yang tadi perang colokan sekarang duduk di pojokan, lemas, menatap HP yang tinggal 1%.

Mereka tidak lagi musuh… tapi juga belum teman.

Lalu datanglah Fajar  pahlawan netral membawa powerbank satu-satunya di kelas. Semua kepala langsung menoleh.  Aura tegang kembali mengudara.

Dika membuka mulut,

“Gue duluan, HP gue 1%.” Rere membalas,

“Justru karena 1%, kamu udah nggak bisa diselamatin. Gantian dong.”

Fajar cuma menghela napas panjang,

“Terserah deh… tapi inget ya, kalau powerbank ini rusak, kita balik ke zaman batu.”

Mereka bertiga saling tatap, lalu serentak berteriak:

“GUE DULUAN!!!”

Dan begitu…
Perang Colokan Babak Dua resmi dimulai. 

*****

Majalah Sunday, Teman Memahami Tips Belajar, Edukasi Seksual dan Kesehatan Mental

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 7