Majalah Sunday

Satu-satunya yang Tersisa

Penulis: Richie – UKI

Di ujung selatan bumi, tersembunyi di tengah belantara Tasmania, ada sebuah hutan tua yang tak pernah disentuh jejak manusia lagi. Di sanalah, di antara pepohonan yang menjulang tinggi dan kabut pagi yang tebal, tinggal seekor makhluk yang hampir dilupakan dunia: Zeb, harimau Tasmania terakhir.

 
Zeb tidak selalu sendiri. Dulu, hidupnya penuh suara tawa dan pelukan hangat. Ia tumbuh bersama keluarga yang mencintainya: Ayah yang tegas dan berani, Ibu yang bijaksana dan lembut, serta dua saudara yang selalu siap berpetualang bersamanya.
 
“Ayo, siapa yang duluan ke air terjun!” seru ayahnya suatu pagi.
 
Zeb kecil melompat kegirangan. “Aku akan menang!”
 
Hari itu, mereka berlari menembus semak, berenang di sungai, dan menikmati matahari pagi yang menembus daun. Di malam hari, mereka berkumpul di bawah bintang, mendengar cerita Ibu tentang leluhur mereka yang dahulu melindungi hutan.
 
 
Namun semua berubah ketika musim berganti dan suara asing mulai terdengar di kejauhan—deru mesin, langkah kaki berat, dan bau aneh yang menyengat.
 
Manusia datang.
 
Awalnya hanya satu atau dua. Lalu mereka membawa senapan dan perangkap.
Cerpen ini mengisahkan Zeb, Satu-satunya yang Tersisa dari kalangan harimau tazmania. Saksikan kisah selengkapnya!
Zeb si harimau tasmania saat ia masih kecil
Suatu pagi, suara tembakan membangunkan hutan. Hari itu, salah satu saudaranya tidak pulang. Beberapa hari kemudian, Ayah menyuruh mereka bersembunyi, lalu tak pernah kembali.
 
Zeb dan Ibu terus berlari, berpindah dari satu gua ke gua lain, dari balik semak ke celah batu. Tapi pada akhirnya, manusia menemukan mereka juga. Dalam pelarian terakhir, Ibu tertangkap oleh perangkap berduri.
 
Dengan sisa tenaga, Ibu menyembunyikan Zeb kecil di bawah akar pohon.
 
“Zeb… kamu harus hidup,” bisiknya sambil menahan sakit. “Bukan hanya untuk bertahan… tapi untuk menjaga nama baik spesies kita dan menunjukkan kepada dunia bahwa tidak semua harimau tasmania itu monster.”
 
“Ibu… jangan tinggalkan aku,” isak Zeb, memeluk tubuh ibunya.
 
 
Ibu menghembuskan napas terakhir malam itu.
 
Sejak saat itu, Zeb hidup dalam bayang-bayang. Ia membesar dalam sepi, di antara suara dedaunan dan desiran angin. Tubuhnya menjadi kuat, sorot matanya tajam, tapi hatinya selalu mengingat pelukan ibu dan tawa saudara.
 

)

Hewan-hewan lain menjauh darinya. Mereka takut. Cerita tentang harimau Tasmania masih diwariskan dari generasi ke generasi—tentang pemburu, pemangsa, dan penjaga hutan yang garang. Tak ada yang tahu bahwa hanya satu yang tersisa—dan ia pun tak ingin menyakiti siapa pun.
 
Pada suatu malam berkabut, ketika langit diselimuti abu kelabu, Zeb mendengar suara kecil memecah kesunyian.
 
“Tolong… tolong aku…”
 
Zeb mendekati sumber suara dan menemukan seekor anak ekidna kecil terjebak di lumpur sungai.
 
Begitu melihat Zeb, si ekidna menangis. “Jangan makan aku… aku masih kecil…”
 
Zeb duduk perlahan, menurunkan kepala.
 
“Aku tidak akan menyakitimu,” ucapnya lembut. “Tenang saja…”
 
Dengan hati-hati, ia menggunakan cakarnya untuk menggali lumpur di sekitar si kecil. Setelah beberapa saat, ekidna itu berhasil bebas dan gemetar berdiri.
 
“Namamu siapa?” tanya ekidna.
 
“Zeb.”
 
“Kau… tidak seperti yang dikatakan nenekku.”
 
Zeb tersenyum samar. “Mungkin karena aku satu-satunya yang masih bisa bercerita tentang siapa kami sebenarnya.”
 
Malam itu, si ekidna pulang dan membawa cerita baru. Esoknya, seekor bandikut datang menghampiri Zeb. Mereka tak lagi takut. Mereka bertanya, mendengarkan, dan lama-kelamaan—menjadi teman.
 
Zeb, yang dulu hanya diam dan mengawasi dari kejauhan, mulai berbagi kisah. Ia mengajarkan tempat-tempat aman untuk bersembunyi, jalur air yang tidak pernah kering, dan kapan waktu terbaik menghindari badai.
 
Hutan mulai terasa hidup kembali. Bukan karena jumlahnya banyak, tapi karena kehangatan itu kembali.
 
Namun waktu tidak pernah berhenti. Tubuh Zeb mulai melambat. Matanya mulai buram. Tapi hatinya tenang—karena ia tahu, janji pada Ibu sudah ia tepati.
 
Pada suatu pagi yang dingin, langit pucat seperti lembaran abu. Kabut menyelimuti seluruh hutan. Di bawah pohon besar tempat Zeb biasa duduk menatap bintang, ia terbaring. Diam. Tenang.
 
Seekor gajah duduk di sampingnya, diam-diam menangis.
 
“Selamat jalan, Zeb…” bisiknya. “Kau bukan hanya legenda… kau keluarga untuk kami semua… sekarang kau bisa bertemu lagi dengan keluargamu dan juga harimau tasmania yang lainnya.”
 
 

*****

Majalah Sunday, Teman Memahami Tips Belajar, Edukasi Seksual dan Kesehatan Mental

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 84