Penulis: Mufty Arya Dwitama – Universitas Kristen Indonesia
Pada Januari 1948, hanya beberapa hari sebelum beliau dibunuh, Gandhi menulis sebuah dokumen penting berjudul “The Last Will and Testament” atau “Surat Wasiat Terakhir”. Dalam surat itu, Gandhi menyatakan bahwa Partai Kongres harus dibubarkan karena tujuannya yaitu kemerdekaan India telah tercapai.
Menurutnya, Kongres bukanlah partai politik biasa. Ia menyebutnya sebagai “organisasi rakyat untuk perjuangan”. Karena perjuangannya sudah selesai, maka menurut Gandhi, Kongres seharusnya memberi jalan bagi sistem baru yang lebih dekat ke rakyat, berbasis kerja sosial dan pengabdian, bukan perebutan kekuasaan.
Mengapa Gandhi Berpikir Seperti Itu?
Gandhi selalu percaya bahwa politik kekuasaan mudah merusak moral. Ia khawatir, jika Kongres berubah menjadi partai politik seperti pada umumnya para pemimpinnya akan sibuk mengejar jabatan, lupa pada rakyat dan kehilangan semangat pelayanan.
Ia membayangkan India masa depan dipimpin oleh komunitas-komunitas lokal yang kuat, mandiri, dan saling membantu. Pemerintahan, menurut Gandhi, bukan harus selalu lewat kursi parlemen, tapi dari bawah, dari rakyat.
Siapa yang Menolak dan Mengapa?
Pandangan Gandhi ini ditolak oleh sebagian besar pemimpin Partai Kongres, terutama Jawaharlal Nehru yang menjadi Perdana Menteri pertama India. Nehru percaya India yang baru merdeka membutuhkan pemerintahan pusat yang kuat dan terorganisir. Baginya, Kongres harus terus hidup sebagai partai politik modern untuk membangun negara dan menjaga persatuan nasional.
Bagi Nehru dan rekan-rekannya, ide Gandhi meskipun ideal dan mulia, terlalu utopis dan tidak cocok untuk situasi nyata pasca-kemerdekaan. Maka, surat itu disimpan, tapi tidak pernah benar-benar dilaksanakan.
Teori dan Misteri: Apa yang Terjadi dengan Wasiat Itu?
Ada spekulasi bahwa surat Gandhi sempat “disembunyikan” atau tidak diumumkan secara luas selama beberapa waktu. Baru beberapa tahun kemudian surat itu dipublikasikan, tapi sudah tidak relevan lagi. India sudah bergerak ke arah politik parlementer, dan Kongres sudah menjadi partai penguasa.
Beberapa sejarawan menyebut ini sebagai “pengkhianatan lembut” terhadap Gandhi, tidak dengan kekerasan, tapi dengan mengabaikan pandangannya. Surat wasiat itu pun akhirnya hanya menjadi catatan sejarah yang jarang dibahas di sekolah atau buku teks.
(Klik gambar di atas, ketikan alt text yang di dalamnya harus ada keyphrase, jika sudah pilih caption, pilih custom caption)
Wasiat terakhir Gandhi bukan hanya tentang membubarkan Kongres. Ia adalah simbol dari prinsip hidup yang sangat dalam, bahwa kekuasaan tidak boleh menjadi tujuan akhir. Gandhi ingin India dibangun bukan oleh perebutan jabatan, tapi oleh semangat pengabdian.
Namun sejarah berkata lain. Jalan yang dipilih India adalah jalan politik seperti yang kita lihat hari ini. Apakah itu salah? Tidak selalu. Tapi pertanyaan besar tetap menggantung:
Apa yang akan terjadi jika kita mengikuti jalan Gandhi?
Apakah negara bisa berjalan tanpa perebutan kekuasaan?
Dan apakah idealisme memang hanya bisa hidup dalam mimpi?
Sebagai generasi muda, kita bisa belajar satu hal penting dari kisah ini: Kadang suara yang benar bukan suara yang menang. Tapi itu tidak membuatnya salah. Justru di situlah letak kekuatan ide untuk terus dipikirkan, ditantang dan mungkin suatu hari… diwujudkan.
—
Jika kamu jadi pemimpin, kamu akan pilih jalan Gandhi atau jalan Nehru?