Majalah Sunday

Menggapai Angan

“Bu, apa ga bisa diundur lagi pernikahannya? Mita masih mau sekolah Buk. Lagipula kan tinggal 4 bulan lagi sampai aku lulus?”

 

“Ga bisa Mita, keluarga Pak Burhan udah sabar nunggu kamu 3 tahun masa iya harus nunggu lagi? Lagian buat apa kamu sekolah tinggi-tinggi toh ujungnya juga kamu mengurus rumah tangga. Sudah kamu nurut saja, segala urusan sudah disiapkan istrinya Pak Burhan.”

 

Mita menangis tersedu saat diberitahu orang tuanya jika ia akan dinikahkan dengan seorang pria tua di desanya bulan depan.

 

Mita baru saja akan lulus SMP tahun ini tapi orang tuanya memutuskan untuk menikahkan Mita dengan pria yang bahkan sudah memiliki istri. Mita akan dijodohkan dengan Pak Burhan, seorang pria beristri tanpa anak yang usianya hampir menginjak kepala 4. Bu Marni –istri Pak Burhan– didiagnosis mandul akibat mengidap penyakit kista. Pak Burhan yang sangat menginginkan kehadiran buah hati memutuskan untuk menikahi Mita yang jarak usianya hampir 20 tahun, namun Mita saat itu meminta untuk menikah setelah lulus SMP, dan mau tidak mau Pak Burhan menuruti kemauan Mita.

 

Mita merupakan anak ketiga dari 5 bersaudara. Nasib kedua kakaknya tak ada bedanya dengan dirinya bahkan kedua kakaknya jauh lebih parah dari Mita, dinikahkan setelah lulus SD. Namun, Mita tidak ingin bernasib sama dengan kedua kakaknya. Mita masih ingin melanjutkan sekolah dan menjadi dokter. Mungkin terdengar mustahil bagi keluarganya ditambah ayahnya hanya seorang buruh dan ibunya seorang tukang cuci makin membuat cita-cita Mita sulit digapai. Kendatipun, Mita yakin dirinya bisa menjadi seorang dokter hebat dan membuktikan pada orang tuanya.

 

Keluarga Mita memang masih sangat kental akan budaya dan terkesan masih memiliki pemikiran primitif  “Perempuan itu tidak perlu sekolah tinggi, toh ujungnya bakal di dapur, ngurus keluarga”. Awalnya Mita menerima pemikiran tersebut sehingga dirinya tidak pernah berpikir tentang kehidupannya di masa depan karena melihat nasib kedua kakaknya yang berakhir di pernikahan, tetapi setelah bertemu dengan seorang dokter wanita dari kota di desanya, hati Mita mulai menolak pemikiran tersebut “Dokter itu juga perempuan tapi dia belum menikah dan bisa menjadi dokter, lalu kenapa aku tidak bisa?” Dari pikiran itu dirinya pun ingin menjadi dokter, walau harus menentang orang tuanya yang menyuruh Mita menikah di usia dini.

 

***

Mita terdiam di tepi lapangan, dirinya menangis dalam diam mengingat nasibnya. Haruskah dia menuruti kemauan orang tuanya dan melupakan segala keinginannya untuk menjadi dokter? Mita tidak mau, Mita ingin mencapai cita citanya walau harus melawan orang tuanya. Tapi bagaimana cara Mita mencapai cita-citanya, sedangkan pernikahannya akan diadakan bulan depan?

 

Malam pun semakin larut, Mita memutuskan kembali ke rumah. Dia akan memikirkan berbagai cara agar dirinya tidak menikah dan melanjutkan sekolahnya.

 

Saat memasuki rumah, Ibu nya sedang duduk di kursi lusuh sembari merapikan pakaian yang baru saja dijemur.

 

“Buk, bisa gak kalo nikahannya tunggu sampai Mita lulus? Empat bulan lagi kok buk, Mita mohon buk….” Ujar Mita memelas sambil duduk disamping sang ibu

 

“Ya sudah nanti Ibuk coba bilang ke Bu Marni.”

 

“Terima kasih, Bu,” Mita segera menuju kamar yang ia tempati bersama ketiga adiknya.

 

***

 

Keesokan harinya Ibu Mita menemui Bu Marni untuk meminta agar nikahan Mita dan Pak Burhan diundur sampai Mita lulus. Untungnya Bu Marni menyetujui hal tersebut.

 

***

 

Tidak terasa 4 bulan telah berlalu, Mita pun telah menerima hasil kelulusan. Mita lulus dengan nilai hampir sempurna dan mendapat predikat siswa dengan nilai terbaik di sekolah, sangat membanggakan, bukan? Sayangnya, orang tua Mita tidak menganggap hal itu membanggakan “Kebanggaan perempuan itu saat bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik” ujar ayah dan ibunya. Mita yang mendengar itu hanya tertunduk sedih menatap hasil kelulusannya.

 

Ibu Mita menyampaikan bahwa lusa adalah hari pernikahan Mita dan Pak Burhan. Mita yang mendengar itu langsung mengurung diri di kamar sambil merencanakan suatu hal. Keputusan Mita sudah bulat, ia akan kabur esok saat tengah malam. Semoga misinya berhasil.

 

***

 

Esok hari telah tiba, tinggal beberapa jam lagi sampai waktu Mita kabur. Persiapan Mita sudah matang, ia sudah mengemasi pakaiannya dan menaruhnya di belakang pohon beringin depan gang –tempat yang jarang dilalui orang.

 

Jam 12 tepat Mita mengendap keluar rumahnya, Mita telah meninggalkan sepucuk surat di meja depan.

 

Dengan uang seadanya, Mita menuju stasiun terdekat dan memilih bis tujuan Jakarta dengan harapan dirinya bisa mencapai cita citanya di Jakarta.

 

###

 

12 tahun telah berlalu.

Dulu sesampainya Mita di Jakarta, Mita luntang-lantung di jalanan. Mita benar-benar berusaha keras mencapai mimpinya, dirinya bekerja sambil sekolah sampai akhirnya Mita bisa lulus SMA dan melanjutkan berkuliah di PTN dengan Jurusan Kedokteran. Selama berkuliah Mita belajar mati-matian hingga mendapatkan beasiswa full pendidikan hingga lulus. Setelah lulus Mita langsung bekerja di sebuah rumah sakit di daerah Jakarta, seluruh usaha Mita terbayarkan dengan cita citanya yang telah tergapai.

 

Mita baru saja keluar dari rumah sakit dan memutuskan untuk kembali ke rumah. Setelah bekerja hampir 2 tahun dirinya berhasil membeli sebuah rumah sederhana tidak jauh dari rumah sakit tempatnya bekerja.

 

Sesampainya dirumah, Mita duduk termangu di teras rumah memikirkan keluarga di desa. Bagaimanapun juga keluarga tetaplah keluarga walaupun mereka tidak mendukung cita-cita Mita.

 

Mita memutuskan untuk mengurus cuti dan mengunjungi keluarganya sekaligus meminta maaf karena telah kabur dari pernikahannya.

 

***

 

Hari yang ditunggu telah tiba. Mita melakukan perjalanan menggunakan bus dan telah tiba di desanya. Dengan ragu kakinya melangkah masuk ke rumah kecil tempat keluarganya tinggal. Dengan sedikit rasa gugup Mita mengetuk pintu rumah dibukakan oleh seorang wanita tua yang tak lain adalah ibunya. Sang ibu yang membukakan pintu seketika menangis melihat putrinya yang hampir 12 tahun meninggalkan rumah. Mita yang melihat sang ibu menangis langsung menghambur memeluk sang ibu dan ikut menumpahkan segala rasa rindu.

 

Hari itu Mita dan keluarganya melepas rindu dan saling mengakui rasa salah dan penyesalan. Keluarganya turut bangga melihat Mita yang telah berhasil menggapai cita-citanya untuk menjadi dokter.

 

PENULIS: ELSA YUNI MELIYANDA – UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Leave A Comment

Chat Now
Selamat Datang di Majalah Sunday, ada yang bisa kami bantu?