Penulis: Afifah Fayza – UKI
Artikel ini mengulas Ulos Angkola, mulai dari latar budaya Batak Angkola hingga motif dan makna khas yang membedakan Ulos Angkola dari jenis ulos lainnya.
Angkola adalah salah satu subetnis dari rumpun Batak Mandailing–Angkola yang mendiami wilayah Tapanuli Selatan, seperti Padangsidimpuan, Sipirok, Batang Toru, dan sekitarnya. Walaupun berada dalam kelompok besar “Batak”, masyarakat Angkola punya identitas linguistik, adat, dan estetika yang berbeda dari subetnis Batak lainnya.
Salah satu penanda identitas budaya Angkola adalah marga. Dalam masyarakat Angkola, marga berfungsi sebagai identitas garis keturunan (patrilineal) sekaligus penanda hubungan sosial dalam adat. Marga-marga angkola yang umum ditemui, Beberapa marga yang dikenal sebagai marga khas Angkola antara lain: Harahap, Hasibuan, Siregar, Nasution, Lubis, Daulay, Batubara, Rambe, Dalimunthe, Pulungan, Hutasuhut.
Sebagian besar marga ini juga ditemukan di Mandailing, mengingat kedekatan historis dan kultural kedua subetnis. Namun dalam konteks sosial dan adat, mereka memiliki pola tutur, struktur adat, dan kebiasaan yang mencirikan masyarakat Angkola.

Bahasa yang digunakan disebut Bahasa Angkola, yang mirip dengan Bahasa Mandailing, tapi punya perbedaan kosakata dan intonasi. Secara kultural, masyarakat Angkola dikenal lebih lembut dalam bertutur dibanding subetnis Batak lain yang cenderung lebih ekspresif dan ini sedikit banyak tercermin juga dalam ragam seni dan tekstilnya.
Mayoritas masyarakat Angkola beragama Islam. Hal ini membuat budaya Angkola memiliki sentuhan nilai-nilai keislaman, terlihat pada tradisi, pantun, dan cara penyampaian adat. Berbeda dengan Batak Toba yang identik dengan ke kristenan, atau Batak Karo dan Simalungun yang plural, masyarakat Angkola menjadikan unsur Islam sebagai bagian penting dari identitas sosial mereka.
Dalam budaya Batak secara umum, ulos adalah kain tenun sakral yang digunakan sebagai simbol kasih sayang, perlindungan, berkat, sekaligus identitas. Setiap daerah punya motif, warna, dan fungsi berbeda, sehingga ulos tidak pernah “seragam” di semua Batak, dia hidup menyesuaikan masyarakatnya. Ketika berbicara tentang ulos Angkola, kita masuk ke ragam ulos yang jauh lebih lembut dan lebih sederhana dibanding ulos Batak Toba.

a. Warna Cenderung Lembut dan Tenang
Jika ulos Toba banyak memakai warna merah mencolok, hitam pekat, atau kombinasi tegas, ulos Angkola cenderung memakai:
Kesan keseluruhan lebih kalem, sesuai karakter budaya Angkola yang lebih halus dan dipengaruhi estetika Islami.
b. Motif Lebih Sederhana dan Tidak Terlalu Penuh
Motif ulos Angkola biasanya tidak terlalu padat. Tidak banyak ornamen rumit seperti pada ulos Toba. Pola garis, bunga kecil, atau simbol-simbol geometris yang sederhana lebih banyak muncul.
c. Fungsi Adat yang Berbaur dengan Nilai Islam
Beberapa upacara adat Angkola menggunakan ulos, tapi praktiknya lebih fleksibel dan tidak seketat struktur adat Batak Toba. Karena mayoritas Muslim, beberapa ritual yang bersifat “ritualistik” dalam ulos Toba tidak sepenuhnya dilakukan di Angkola. Ulos lebih menekankan makna kehormatan, restu, dan penghargaan dalam konteks kekeluargaan.
Teknik tenun ulos Angkola sering memakai pola lusi (warp) dan ikat yang tidak terlalu rumit, berbeda dengan ragam tingkat kompleks pada tenun Toba tertentu. Ini membuat tampilannya lebih “bersih” dan rapi.
Beberapa jenis ulos yang populer di Angkola antara lain:

*****

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.
