Penulis: M. Nur Arsyad Satria Pratama – STID AL HADID
Banyak remaja zaman sekarang merasa takut untuk mencoba sesuatu yang baru. Mereka cenderung meragukan kemampuan diri sendiri bahkan sebelum berusaha. Ketakutan akan kegagalan dan tekanan sosial sering kali menjadi penghambat utama dalam perkembangan diri. Akibatnya, banyak dari mereka yang tidak menyadari potensi besar yang mereka miliki. Salah satu hal yang dapat membantu remaja menghadapi ketakutan ini adalah Adversity Quotient (AQ), yaitu kemampuan seseorang dalam menghadapi dan mengatasi kesulitan.
Paul G. Stolz, seorang ahli dalam bidang ketahanan diri, mengklasifikasikan manusia berdasarkan cara mereka menghadapi tantangan ke dalam tiga kategori:
Quitters – Orang yang mudah menyerah ketika menghadapi tantangan dan lebih memilih menghindari kesulitan daripada menghadapinya. Mereka cenderung kehilangan motivasi dan akhirnya berhenti mencoba. Semisal dalam kehidupan pelajar SMA adalah ketika seseorang langsung menyerah saat merasa sulit memahami pelajaran matematika, lalu memutuskan untuk tidak lagi berusaha belajar.
Campers – Mereka yang mencapai titik tertentu dalam kehidupan dan merasa cukup puas, sehingga tidak lagi mendorong diri mereka untuk berkembang lebih jauh. Semisal, seorang siswa yang sudah mendapat nilai cukup baik dalam suatu mata pelajaran, lalu merasa tidak perlu berusaha lebih keras untuk meningkatkan kemampuannya, merasa sudah nyaman di zona tersebut.
Climbers – Individu yang terus berjuang dan bertumbuh, tidak peduli seberapa besar tantangan yang mereka hadapi. Mereka tidak takut gagal, karena mereka melihat kegagalan sebagai bagian dari proses belajar dan perkembangan. seorang siswa yang terus berlatih berbicara di depan umum meskipun awalnya gugup dan sering melakukan kesalahan namun ia tetap berlatih hingga ia mendapatkan skill tersebut, dan meskipun ia sudah mendapatkan skill tersebut, ia tetap berlatih agar semakin meningkatkan keahlian dalam berbicara depan umum tersebut
Banyak remaja tanpa sadar berada dalam kategori quitters atau campers, padahal mereka memiliki potensi besar untuk menjadi climbers—mereka yang berani menghadapi tantangan dan terus berkembang.
Adversity Quotient (AQ) adalah ukuran seberapa baik seseorang dapat menghadapi dan mengatasi kesulitan. AQ berperan penting dalam menentukan bagaimana seseorang merespons tantangan hidup—apakah mereka menyerah, berhenti di tengah jalan, atau terus berusaha hingga berhasil. Semakin tinggi AQ seseorang, semakin besar kemampuannya untuk bertahan dalam situasi sulit dan bangkit dari kegagalan.
Tidak Membiarkan Pikiran Negatif Menguasai Diri
Jangan biarkan pemikiran seperti “Aku tidak bisa” atau “Ini terlalu sulit” menguasai diri. Tantang keyakinan negatif tersebut dengan mencoba lebih dulu sebelum menyerah. Contohnya, seorang siswa yang takut mengikuti lomba debat karena merasa kurang percaya diri, tetapi akhirnya memutuskan untuk mencobanya dan belajar dari pengalaman.
Mengetahui Risiko dan Tantangan
Dengan memahami potensi risiko dan tantangan yang mungkin dihadapi, kita bisa lebih siap dan memiliki strategi untuk mengatasinya. Misalnya, seorang siswa yang ingin masuk ke universitas favoritnya perlu mengetahui persyaratan, tingkat persaingan, dan strategi belajar yang tepat agar bisa lolos seleksi.
Bersikap Kritis terhadap Keluhan Diri
Saat menghadapi kesulitan, daripada mengeluh, tanyakan pada diri sendiri: “Apa yang bisa aku pelajari dari ini?” dan “Bagaimana cara mengatasinya?” Contohnya, ketika seorang siswa gagal dalam ujian, daripada menyalahkan keadaan, ia mulai mengevaluasi cara belajarnya dan mencari metode yang lebih efektif.
Terbiasa dengan Proses Kesulitan
Hadapi tantangan sebagai bagian dari pertumbuhan. Kesulitan bukanlah hambatan, melainkan batu loncatan untuk menjadi lebih kuat dan lebih baik. Seorang siswa yang ingin menjadi atlet sekolah harus berlatih secara konsisten, meskipun awalnya mengalami kekalahan dalam kompetisi.
Setiap pelajar memiliki potensi besar untuk berkembang dan meraih impian mereka. Namun, tanpa ketahanan dalam menghadapi kesulitan, potensi tersebut bisa terhambat. Dengan meningkatkan Adversity Quotient, kita bisa melampaui batas diri dan menjadi seorang climber yang terus mendaki menuju kesuksesan. Jangan takut mencoba! tantangan adalah bagian dari perjalanan menuju versi terbaik dari diri sendiri!
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.