Hari itu bukan hari yang baik untukku. Aku masih ingat sekali bagaimana rasa malas luar biasa yang melandaku hari itu. Sementara wanita berpenampilan classy di depan sana masih saja mengoceh mengenai materi perkuliahan. Aku masih ingat di mana posisi dudukku hari itu. Dengan porsi tubuh yang mungil, aku duduk berada di barisan paling belakang dan tertutup oleh kawan yang porsi tubuhnya lebih besar dariku. Itulah keuntungannya memiliki porsi tubuh yang mungil. Aku memperhatikan materi, hanya saja tidak terlalu, hehe. Sesekali aku menguap dan rasanya ingin sekali aku tertidur saat itu juga. Di tengah rasa syukurku karena jam perkuliahan pada mata kuliah itu akan berakhir, wanita berpenampilan classy itu memberikan kami tugas yang dilakukan secara berpasangan. Ah, aku benci sekali tugas berpasangan.
Seandainya wanita itu tidak meminta tugas dikumpulkan hari itu juga, mungkin aku sudah terlelap ketika ia keluar dari kelas. Terpaksa aku harus beranjak dari tempat dudukku untuk mencari pasangan kelompok. Sayangnya aku kalah cepat dari teman-temanku yang lain. Masing-masing mereka sudah memiliki pasangannya kecuali …
Lelaki yang duduk di pojok depan sana.
Ribuan kali aku berpikir untuk mengajaknya berpasangan denganku. Bukan karena aku tidak tahu dia siapa, tetapi justru karena aku tahu dia siapa. Mantan King Of the Year 2016, angkatan satu tahun di atasku, siapa yang tidak kenal? Lelaki dengan hobi naik gunung dan pegiat Pecinta Alam ini cukup terkenal di jurusanku. Kenapa dia ada di kelasku? Yang pasti, sih, dia mengulang. Kenapa bisa mengulang? Itu yang tidak ku tahu dan tidak mau tahu. Sebenarnya, ada beberapa kakak tingkat yang mengulang di kelasku pada mata kuliah itu. Hanya saja, dia yang paling rajin dan niat untuk belajar. Entah suatu keberuntungan atau tidak, saat itu teman-temannya tidak ada yang hadir di kelas. Kalau saja iya, mungkin kejadian itu tidak akan pernah terjadi.
“Eh, kakak itu udah ada kelompoknya belom, sih?” Aku menyenggol lengan temanku dan berbisik. Mataku seakan menunjuk kepada lelaki yang sedari tadi sibuk memainkan handphone-nya di bangku pojok depan sana.
“Nggak tahu, deh, kayaknya belom,” sahut Mitha, temanku yang sejak tadi sibuk mencarikan pasangan kelompok untukku.
“Coba aja tanya,” sambung Elsa yang saat itu duduk di samping Mitha.
Bisakah kalian menebak apa yang telah kuperbuat sehingga dalam sekejap semua mata memandang ke arahku dan lelaki itu dengan tatapan terkejut? Tunggu, inilah bagian pentingnya.
Aku mendekati tempat duduknya sebelum akhirnya aku mengambil napas panjang dan berkata, “Kak, kakak mau nggak sama aku?” temponya pelan, terdengar ragu, tetapi cukup membuatku ingin menepuk jidat saat itu juga. Ditambah lelaki itu menjawab dengan tempo yang sama pelannya namun terdengar yakin, “Mauu.”
Sontak seisi kelas memandang serta menyoraki kami.
Cieee.. Cieee…
“Kalo mau PDKT caranya bagusan dikit, dongg, Nar!”
“Tau, nih. Masa mau deketin Kak Jovan caranya, gitu, sih, Nar? Mantan King of the Year 2016, nih!”
Mitha dan Elsa hanya tertawa melihatku, kawan mereka yang sedang disoraki begitu oleh seisi kelas. Malu sekali rasanya. Saat itu, aku bersyukur teman-teman lelaki itu tidak hadir di dalam kelas. Kalau sampai iya, aku tidak tahu akan seberapa besar rasa maluku. Syukurnya lagi hal itu tidak bertahan lama. Aku tahu teman-temanku hanya bercanda dan sebenarnya mereka mengerti maksudku hanya untuk mengajak berkelompok, tetapi tetap saja aku merasa tidak enak hati dengan lelaki itu. Aku takut dia merasa tidak nyaman, itu saja.
Setelah lelaki itu memberiku izin untuk berpasangan dengannya, aku pun menduduki bangku kosong yang berada di sebelahnya. Ia mulai mengeluarkan kertas serta pena dan meminta aku saja yang mencatat karena ia mengaku tulisannya tidak begitu bagus. Aku pun dengan senang hati menerima pena dan lembaran kertas yang diberikannya. Saat itu suasana kembali tenang karena semua kembali fokus pada tugasnya masing-masing. Terkecuali kedua kawanku yang tidak bisa fokus dengan pekerjaan mereka karena masih saja mentertawaiku.
Saat mengerjakan tugas dengannya, jantungku terasa berdegup lebih kencang dari biasanya. Aku masih terbayang bagaimana memalukannya tingkahku saat mengajaknya berkelompok. Kedua temanku meledekku sedang salah tingkah, sedangkan lelaki itu hanya tertawa mendengarnya. Hal itu membuatku tambah malu.
Sejak saat itu, terkadang kami saling menyapa ketika bertemu. Aku tidak pernah bermimpi berkenalan dengan mantan King of the Year 2016 satu itu. Aku hanya mahasiswa biasa yang hobinya langsung pulang ke rumah seusai kuliah. Bukan mahasiswa yang terkenal di jurusan baik dari kalangan mahasiswa lainnya maupun kalangan dosen. Terkadang kami saling memberi pesan mengenai perkuliahan diselingi dengan candaan-candaan kecil hanya agar terkesan asik dan santai. Setiap memasuki kelas mata kuliah yang sama dengannya, aku selalu menemuinya duduk di tempat yang sama saat aku melakukan hal gila itu.
Iya, lelaki itu selalu berada di pojok depan sana…
Cerpen By Lina Rufaidah
Universitas Negeri Jakarta