Majalah Sunday

Bukan Cuma Label: Mengapa Mengenal Kepribadian Alpha Beta Omega
Penting untuk Kesehatan Mentalmu

Penulis: Agung Izzul Haqq Laksono – Universitas Jenderal Soedirman

Sunners, pernah nggak sih kamu lagi asyik scroll TikTok atau Instagram Reels? Konten soal “ciri-ciri Alpha male”, “kenapa jadi Sigma itu keren”, atau bahasan soal kepribadian Alpha Beta Omega pasti sering banget muncul. Rasanya, hampir setiap hari kita dibombardir dengan berbagai informasi dan label kepribadian ini.

Awalnya mungkin seru untuk “cocoklogi”, tapi lama-lama, sadar atau nggak, konten ini bisa jadi beracun. Kita jadi gampang banget membandingkan diri sendiri. “Kok aku nggak se-dominan si ‘Alpha’?” atau “Apa aku ‘Beta’ kalau aku lebih suka damai dan nggak mau jadi pusat perhatian?” Tanpa sadar, kita jadi insecure kalau nggak masuk ke label yang dianggap ‘keren’.

Nah, di sinilah kita perlu meluruskan miskonsepsi. Memahami tipe-tipe ini (seperti Gamma, Delta, dan Sigma) sebenarnya bukan cuma soal label. Ini jauh lebih dalam dari itu.

Artikel ini akan membahas kenapa pemahaman ini, jika dilakukan dengan benar, justru penting untuk kesehatan mentalmu. Ini adalah cara untuk memberimu validasi bahwa kamu berharga apa adanya. Tujuannya membantumu punya mindset untuk tumbuh, alih-alih hanya terjebak dalam label yang kaku.

Kenali 6 Tipe Kepribadian (Alpha, Beta, Omega, dll.)

Sebelum kita bedah dampaknya, yuk, kita kenali dulu secara singkat apa arti dari 6 tipe kepribadian yang sering dibicarakan ini. Ingat ya, ini adalah gambaran umum dan seringkali merupakan stereotip di psikologi populer.

1. Alpha: Sering digambarkan sebagai si pemimpin alami. Mereka adalah individu yang dominan, percaya diri, karismatik, dan biasanya jadi pusat perhatian atau pengambil keputusan dalam kelompok.
 
2. Beta: Ini adalah “teman” suportif dari si Alpha. Mereka dikenal kolaboratif, loyal, pendengar yang baik, dan lebih suka menghindari konflik. Mereka adalah team player yang hebat.
 
3. Sigma: Nah, ini yang lagi ngetren. Sigma sering disebut si ‘serigala penyendiri’ atau lone wolf. Mereka punya karisma dan rasa percaya diri seperti Alpha, tapi sangat independent, introvert, dan nggak suka mengikuti aturan sosial.
 
4. Omega: Tipe ini seringkali adalah introvert yang nggak terlalu peduli dengan “hirarki” sosial atau jadi populer. Mereka nyaman dengan diri sendiri, punya hobi yang mendalam, dan nggak butuh validasi dari orang lain.
 
5. Gamma: Gamma sering digambarkan sebagai individu yang free-spirited atau ‘bebas’. Mereka cerdas, sadar akan diri sendiri, penuh empati, dan sering mencari jalan hidup unik mereka sendiri, terlepas dari ekspektasi orang.
 
6. Delta: Delta adalah tipe yang pragmatis dan realistis. Mereka cenderung pendiam, detail, dan butuh waktu untuk membangun kepercayaan. Mereka sering digambarkan sebagai tipe yang stabil dan bisa diandalkan.
Ilustrasi remaja terbebani kotak label kepribadian Alpha Beta Omega yang memicu insecurity.

Saat Label Jadi Beban: Dampak Negatifnya bagi Kesehatan Mental

Punya gambaran 6 tipe kepribadian itu memang menarik. Masalahnya muncul ketika label-label ini, terutama yang kita lihat di media sosial, menjadi “kotak” yang kaku. Bukannya jadi alat untuk kenal diri, mereka malah jadi sumber pressure (tekanan) baru.
 
Inilah beberapa beban mental yang sering muncul akibat label-label ini, terutama bagi pelajar dan mahasiswa:
Ilustrasi remaja melihat pantulan diri dengan berbagai ekspresi di cermin, melambangkan self-awareness melampaui label kepribadian Alpha Beta Omega.

Tekanan Jadi 'Alpha': Apakah Sebanding dengan Stres dan Burnout?

Label “Alpha” terdengar keren di permukaan. Tapi di baliknya, ada tuntutan yang nggak main-main: kamu harus selalu jadi nomor satu. Kamu “dipaksa” untuk jadi si paling pintar di kelas, si paling aktif di organisasi, atau si paling populer di circle pertemanan.
 
Ini adalah resep sempurna untuk perfeksionisme yang beracun. Akibatnya? Kamu jadi gampang banget stres atau bahkan burnout. Rasa takut akan gagal atau kelihatan ‘lemah’ di depan orang lain pun muncul. Bahkan, kamu rela mengorbankan waktu istirahat dan kesehatan mentalmu hanya untuk mempertahankan label ‘Alpha’ itu. Pertanyaannya, apakah validasi itu sebanding dengan kecemasan yang kamu rasakan?

Mitos 'Sigma Male': Keren Itu Nggak Sama dengan Kesepian

Belakangan ini, label “Sigma” sangat diromantisasi di media sosial. Si lone wolf yang misterius, mandiri, dan nggak butuh siapa-siapa. Kelihatannya memang keren.
 
Tapi hati-hati, ada perbedaan tipis antara mandiri (independent) dan terisolasi (isolated). Banyak remaja yang ingin terlihat “Sigma” akhirnya malah menjauhkan diri dari pertemanan yang sehat. Mereka sengaja nggak ikut bergaul, menolak minta bantuan saat butuh, dan memendam semuanya sendiri. Ingat, manusia adalah makhluk sosial. Mandiri itu penting, tapi kesepian yang disengaja atas nama label “keren” itu bisa berdampak buruk bagi kesehatan mentalmu.

'Hanya' Beta atau Omega? Mengatasi Insecurity Akibat Merasa 'Biasa Saja'

Ini adalah dampak yang paling sering terjadi. Saat semua orang sibuk mengagungkan Alpha dan Sigma, kamu yang mungkin lebih cocok dengan deskripsi Beta atau Omega jadi merasa “kurang”. Kamu merasa ‘biasa saja’, nggak spesial, atau bahkan dianggap ‘lemah’ karena kamu lebih suka damai dan suportif.

Perasaan “cuma jadi Beta” inilah yang sering memicu insecurity dan people-pleasing. Kamu jadi susah bilang ‘tidak’, selalu mengutamakan orang lain sampai mengorbankan diri sendiri, dan harga dirimu (self-esteem) jadi rendah. Padahal, dunia ini butuh banget orang yang kolaboratif dan empati seperti Beta, atau orang yang nyaman dengan dunianya sendiri seperti Omega.

Cara Sehat Memahami Kepribadian: Fokus Tumbuh, Bukan Terjebak

Oke, setelah melihat semua dampak negatif tadi, pertanyaannya adalah: “Terus, gimana dong?” Apakah kita harus menolak semua konsep kepribadian ini?

Nggak juga. Sebenarnya, kuncinya adalah mengubah cara pandang kita. Daripada melihat label ini sebagai “penjara” yang kaku, kita bisa menggunakannya sebagai “cermin” untuk self-awareness atau kenal diri. Ini adalah bagian di mana kamu mendapatkan validasi dan mindset untuk tumbuh.

Sadari: Kepribadian Itu Spektrum, Bukan Kotak yang Kaku

Hal pertama dan terpenting: manusia itu rumit. Kamu nggak 100% Alpha atau 100% Beta selamanya. Kepribadian itu adalah sebuah spektrum.

Sebagai contoh, mungkin kamu adalah “Alpha” saat memimpin proyek kelompok, tapi berubah jadi “Omega” saat sedang menikmati hobi sendirian di kama. Mungkin kamu punya sisi “Beta” yang suportif ke sahabatmu, tapi punya sisi “Sigma” saat fokus mengerjakan passion project. Itu semua normal dan valid. Berhenti memaksa dirimu masuk ke satu kotak saja.

Gunakan Sebagai Alat Kenal Diri (Self-Awareness), Bukan untuk Menghakimi

Alih-alih insecure karena labelmu, coba gunakan ini sebagai titik awal untuk introspeksi.

Misalnya, kalau kamu merasa paling relate dengan “Beta”, jangan berhenti di situ. Tanyakan: “Apakah aku suportif karena tulus (itu kekuatan!) atau karena aku takut konflik (people-pleasing)?” Jika kamu relate dengan “Delta”, tanyakan: “Apakah aku realistis, atau aku sebenarnya takut mengambil risiko?” Ini adalah alat untuk bertanya, bukan untuk menghakimi.

Ingat, Kamu Bisa Tumbuh (Growth Mindset)

Ini adalah pesan utamanya. Label-label ini tidak menentukan masa depanmu. Ini bukan ramalan nasib.
 
Kamu yang merasa “Beta” atau “Delta” bisa banget belajar untuk jadi lebih tegas (assertive) atau lebih berani bicara di depan umum. Kamu yang “Alpha” bisa banget belajar untuk lebih mendengarkan dan berempati. Inilah yang disebut growth mindset. Kamu berharga apa adanya, dan kamu selalu punya ruang untuk tumbuh jadi versi diri yang lebih baik.

Kesimpulan

Pada akhirnya, Sunners, kamu jauh lebih unik, rumit, dan luar biasa daripada sekadar enam label di media sosial. Mau itu Alpha, Beta, Omega, Sigma, Gamma, atau Delta, itu semua hanyalah potongan kecil dari gambaran besarmu.
 
Alih-alih pusing memikirkan kamu tipe yang mana, atau insecure karena labelmu nggak “keren”, ingatlah bahwa kamu berharga apa adanya. Gunakan kesadaran ini untuk berhenti membandingkan diri dan mulailah menghargai proses pertumbuhanmu sendiri.
 
Label-label ini nggak mendefinisikan kamu. Jadi, yuk, tulis di kolom komentar: Satu hal unik yang kamu sukai dari dirimu sendiri, yang nggak bisa dijelaskan oleh label apapun!

*****

Majalah Sunday, Teman Memahami Tips Belajar, Edukasi Seksual dan Kesehatan Mental

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 12