Majalah Sunday

Heaven: Mystery of Hidden Gem School
Part 3: Berteman

Penulis: Ingesia Aulia Kamila – Universitas Negeri Malang

Chapter 3 : Berteman

Selesai kelas pertama aku langsung menghampiri Tameem, ia hanya menatapku datar sebelum beranjak meninggalkanku yang tersenyum dengan kikuk.

“Hai, aku Daisy” gadis berambut pendek dengan bandana putih di kepalanya memperkenalkan diri, ia duduk di sebelahku.

Aku tersenyum makin kikuk.

“Ah, santai saja, aku tidak sedang menggodamu, aku tidak tertarik” ia tertawa kecil “Aku hanya ingin berkenalan, kita sekelas, jadi wajarkan aku mengajakmu berkenalan?”

Aku mengangguk “Ah, iya, salam kenal Daisy” 

“Abaikan” Daisy mengibaskan tangannya di udara “Kau ingin berkenalan dengan Tameem bukan?”

Aku mengangguk lagi, memperbaiki tempat dudukku.

“Aku sudah mencobanya sejak hari pertama sekolah, tapi sampai sekarang aku gagal, yang lain sudah mencoba dan menyerah sejak awal, bahkan sebenarnya mereka terkesan menghindari keberadaannya, kau tau kenapa?” 

Aku menggeleng.

“Karena dia berbeda, kau tau bukan kami semua punya kemampuan masing-masing” mata Daisy menatap sekitar.

Aku mengangguk, mengikuti arah pandangannya. 

“Kau lihat anak yang duduk di bangku belakangmu, Ab, dia sangat pintar, dia jenius, dia mampu mengingat apapun, buku yang ia baca, kejadian di sekitar, bahkan letak pulpenmu yang hilang saat belajar tadi, jika kau bertanya padanya dia akan membantumu menemukannya”

Aku menatap takjub.

“Ya, dia sempurna”

Mendengar itu aku berbalik menatap Daisy “Bagaimana denganmu?”

“Aku?” 

Lagi dan lagi, aku mengangguk. Itu membuat Daisy tertawa.

“Aku suka berdandan”

“Berdandan?”

“Ayahku model dan ibuku selebgram tips kecantikan”

Tidak perlu dipertanyakan dari mana datangnya wajah cantik yang ia miliki itu.

“Aku terlahir dengan wajah cantik, dan kemampuan bersosialisasi dengan banyak orang, aku terbiasa mengikuti orang tuaku saat bekerja, bertemu banyak orang, dengan kata lain aku memikat~” ia menyibakkan rambutnya, menunjukkan pesonanya.

Aku menatapnya dengan senyum kikuk, aku mengakui dia memang cantik, tapi itu sedikit –

“Ah, aku lupa, aku harus touch up lagi sebelum kelas dimulai, by the way kau pakai lensa mata bukan?” ucapnya menepuk pundakku, berlalu ke bangkunya.

Ah, dia menyadarinya, padahal ini warna paling netral yang ada.

“Permisi ini bangkuku” 

“Ah, iya maaf” 
Aku kembali ke kursiku, mengeluarkan bekal dari ibu. Aku tau sekolah ini menyediakan kantin, tapi lidahku hanya cocok dengan masakan ibu. 

“Kau”

Aku menoleh ke belakang, Ab duduk menatapku dingin di bangkunya.

“Kenapa kau duduk di depanku?”

“Mm, bagaimana menjelaskannya ya, ini kosong bukan?”

“Kenapa kau menjawab soal kuis tadi dengan cepat?”

“Kau menanyakan kenapa? bukan bagaimana?”

“Ya, apa telingamu tuli?”

Oh, dia sedikit kasar.

“Ahh, hai Ab, aku belum mengerjakan tugas bahasa Inggris dari Miss Sparkle, kau tau bukan bahasa Inggris adalah kelemahanku” Daisy datang dengan wajah yang sedikit berbeda? ya, aku seperti melihat wajah yang berbeda, itu yang ku rasakan. Ia dengan cepat menyimpan pouch-nya dan mengeluarkan buku dari dalam tas.

“Abaikan, habiskan saja bekalmu” ucapnya tanpa suara.

Aku berbalik, aku tidak mengerti keadaan macam apa ini.

Kelas kedua dimulai, bahasa asing. Menurut informasi di formulir, kami tidak hanya belajar satu bahasa asing seperti sekolah pada umumnya, kami belajar beberapa bahasa dengan sistem pengelompokan dari guru yang tiap bulan akan digilir agar semua siswa bisa mendapatkan pelajaran yang sama. Kami tidak punya banyak mata pelajaran di tahun pertama, apalagi di tahun kedua, kami akan fokus pada satu keahlian. Ini sedikit mirip dengan sekolah kejuruan.

“Beri tepuk tangan untuk Andra!! Pelafalan bahasa Spanyolmu sangat indah~”

Siswa dengan rambut klimisnya itu menunduk, memberi salam penutup seperti pangeran di film-film dongeng sebelum tidur.

“Selanjutnya dari kelompok bahasa Inggris, Miss akan memilih gadis cantik dengan bandana putih di samping Ab” 

Ah, itu Daisy.
Ia maju dengan penuh percaya diri, berjalan seperti sedang berada di catwalk. 

Ia tersenyum sebelum mulai membaca teksnya “ Hello everybody!! My name is Daisy–”

Ia tidak seburuk yang ia katakan.

“Tehe sekay is belu, tehe sii is also belu, tehey are biyutiful–”

Suara tawa terdengar, beberapa masih berusaha menahan tawanya, Miss Sparkle di depan mendengus.

Aku tidak menyangka lemah yang ia maksud ini, padahal perkenalan dirinya tadi sudah sangat bagus. Kenapa jadi terdengar seperti bahasa Sunda.

“Sudah ku bilang bacakan teks yang sudah ia hafal saja” Ab mendengus kesal di belakang, ia terlihat jauh lebih frustasi dari Miss Sparkle.

“Baik, terima kasih Daisy, puisi Inggris Sunda yang sangat kacau, kau boleh duduk kembali”

“Sama-sama Miss Sparkle” 

Sekolah kami tidak selama sekolah pada umumnya, kami pulang dua kali lebih cepat, kata Daisy jam pulang kami seperti anak sekolah dasar. Meskipun seperti itu, sebenarnya kami masih diberi tugas mandiri yang dapat dikerjakan di mana saja, yang terpenting ketika sudah waktunya menyerahkan hasil tugas, itu sudah selesai.

Heaven, sebuah cerbung, yang menceritakan seorang anak laki-laki dari keluarga pengusaha menengah yang pertama kali mengenyam bangku sekolah.

Seperti hari pertamaku ini, karena aku duduk di depan, aku masuk kelompok bahasa Inggris untuk kelas Miss Sparkle, dan dengan kejadian tadi (Daisy membaca teks) kelompok kami harus mengulang, memastikan tiap anggota mampu melafalkan teks bahasa Inggris yang telah ditentukan. Maka disinilah kami sekarang, duduk di bangku pinggir taman dekat pusat perbelanjaan.

“Maafkan aku, aku hanya ingin menunjukkan padamu hasil belajar mandiriku” Daisy merajuk disampingku, bukan merajuk padaku, ia merajuk pada Ab.

Ab mendengus “Kalau kau ingin belajar mandiri kenapa memintaku mengajarimu?! Itu membuang waktuku” ia mengubah posisi duduknya mengarah ke taman “Kau belajar saja bersama anak baru itu, dia jauh lebih hebat dariku”

Dia menyangjungku dengan nada seperti itu?

” Ah, terima kasih atas sanjunganmu” sambutku.

“Baiklah, baiklah, jadi bisa kita mulai latihan kita? Kalian tidak mau menghabiskan waktu seharian di sini bukan?” Itu suara Noki, dia duduk sebaris denganku, ketua kelas kami.

Kami serentak mengangguk.

Kami selesai pukul dua siang, tepat di jam pulang sekolah anak sepantaran kami. Aku langsung pulang, naik bus lewat halte yang sama dekat pusat perbelanjaan, ya, satu-satunya halte disitu.

Busnya agak ramai, tidak ada tempat duduk yang tersedia, sudah terisi dengan penumpang dari halte sebelumnya, dan hei siapa sangka aku melihat Tameem di antara penumpang bus ini dengan seragam putih abu-abu yang ia pakai saat berangkat sekolah, seingatku kelompoknya cukup baik untuk tidak mengulang dan ia langsung pulang, aku melihatnya menuju halte saat keluar sekolah, maksudku tempat karaoke tadi.

Aku berjalan mendekat di antara kerumunan manusia dalam bus, berdiri di dekat Tameem.

“Ku kira kau sudah pulang” Bisikku.

Ia terlihat sedikit kaget melihatku, tapi menyembunyikannya.

“Sedang apa kau disini?”

“Pulang ke rumah, aku baru selesai latihan baca teks, kau sendiri?”

“Aku juga”

“Aku melihatmu tiga jam yang lalu sudah menuju ke halte, apa kau berkeliling dengan bus ini?”

Tameem tidak menjawab, itu berarti iya.

“Aku tau kau bukan suruhan orang rumahku” Tameem mengalihkan pembicaraan.

Mendengarnya membuatku tersenyum kikuk, malu, ternyata dia sudah menyadarinya.
“Ah, kau sudah tahu” ku garuk tengkukku, walaupun memang tidak gatal, refleks saja.

“Bodoh sekali jika aku tidak tau, aktingmu sangat jelek”

“Kau tidak perlu terlalu jujur seperti itu”

Tameem terkekeh.

“Kau turun di halte berikutnya bukan?”

Aku mengangguk.

Lima menit kemudian bus tiba di halte terdekat dari toko sekaligus rumahku. Aku turun dan naik bus selanjutnya, tujuan yang sama dengan Tameem. Aku tidak bisa pulang jika rasa penasaranku belum terjawab.

Tiba, ini halte dekat kompleks yang diisi dengan orang-orang berwajah Arab. Tempat tinggal Tameem, setidaknya itu yang ku yakini. Aku turun dan keluar halte.

Daerah ini sangat berasa hawa timur tengahnya, banyak penjual kurma, parfum khas Arab yang biasa di pakai ibadah saat hari Jumat, dan berbagai macam barang khas timur tengah lainnya.

Itu dia, aku melihat Tameem masuk ke salah satu toko, sebuah toko karpet. Ternyata dia juga berjualan.

“Kau mencari apa nak?” Seorang pria sekitar umur 40 tahun akhir menyapaku, tersenyum ramah ala penjual menyapa pembeli, hidungnya mancung, badannya cukup besar.

“Ah, hmm aku–“

“Heaven?”

Aku menoleh, melihat Tameem di dekat tangga di ujung ruangan besar berisi karpet degan berbagai macam pola dan ukuran ini.

“Oh, kau teman Tameem” Pria berhidung mancung itu raut wajahnya sedikit berubah, senyumnya hilang “Mana seragammu?” Tanyanya sinis.

Aku menyadari kostumku yang sama sekali tidak menunjukkan seorang siswa yang baru pulang sekolah.

“Dia tadi jatuh di selokan baba, maka dari itu ganti baju” ucap Tameem menghampiri.

Aku mengangguk cepat.
“Dia mau meminjam buku catatanku di kelas yang ia tinggalkan saat berganti pakaian tadi, maaf aku tidak melihat pesanmu, aku baru membuka hapeku” Tameem mengangkat hapenya.

Wajah pria yang dipanggil baba oleh Tameem itu melunak “Baiklah jika seperti itu” ia beranjak meninggalkan kami, menyapa seorang wanita yang baru saja masuk toko, pelanggan baru.

“Apa yang kau lakukan disini?” Tameem menarikku keluar menjauh dari tokonya, ia melihat sekitar.
“Aku hanya ingin berkunjung”

“Kau tau bukan, aku tidak sama dengan kalian, aku melihatmu bercerita dengan Daisy” Wajah Tameem terlihat berada di antara cemas dan takut

“Kau tak bisa sembarang datang ke rumah orang seperti ini”

“Anggap saja aku pelanggan”

“Dengan aktingmu yang jelek? Lihat saja tadi bagaimana kau menghadapi babaku”

Aku mengiyakannya “Tapi, aku hanya mengenalmu lebih jauh, aku ingin berteman”

“Aku bersekolah di sana bukan untuk berteman”
Ucapan Tameem membuatku sedikit tercengang.

“TAMEEM!! Bisa kau bantu angkat karpet pesanan ke dalam mobil ibu ini??” Dari arah toko terdengar baba Tameem meminta tolong.

“Baik, aku datang. Kau bisa pergi sekarang!” Ujar Tameem berlari meninggalkanku, memenuhi panggilan sang baba.

Bukan Heaven namanya jika menyerah begitu saja, aku masih punya satu jam sebelum jam pulangku, ini masih sebuah kesempatan untuk menaklukan Tameem dan tentu babanya.

Aku ikut berlari di samping Tameem.

Tameem menoleh melihat kehadiranku “Dasar keras kepala!”

“Izinkan aku ikut membantu tuan Sajad” Tawarku saat tiba di depan toko, aku tau nama baba Tameem saat guru membaca absen di kelas tadi dan membaca nama toko yang terpampang jelas di bagian atas pintu.

“Baiklah, kau yang meminta, aku tidak memaksamu”

Aku mengangguk mantap, masuk ke dalam toko, melepas hoodie dan tasku menyisakan kaus bergambar tokoh kartun boboiboy.

“Kekanak-kanakan” Itu komentar Tameem saat melihatnya.

Siang menjelang sore itu aku menghabiskan waktuku untuk ikut membantu di toko baba Tameem, mengangkat karpet dengan berbagai macam ukuran ke kendaraan pelanggan. Ini cukup mudah, mereka tidak tau kekuatan fisikku bekerja dua kali lebih baik.

“Kau benar-benar hebat nak, kau makan daging gajah sampai bisa mengangkat dua karpet gulung itu sekaligus, bukan?” Baba Tameem memujiku saat aku pamit pulang.

“Jika itu yang tuan percaya aku akan mengiyakannya, haha”Aku rasa ini berhasil.

“Kau sudah selesai bukan? Lebih baik kau segera pulang, Aww—” Tameem mengaduh, kepalanya dipukul sang baba.

“Kau tidak bisa berkata seperti itu kepada orang yang telah membantu, kapan-kapan datanglah lagi, kami akan memperkenalkan makanan khas timur tengah keluarga kami” Tawar baba Tameem padaku.

“Dengan senang hati tuan, baiklah kalau begitu aku pulang dulu, jalanan mulai padat, aku bisa terlambat pulang nanti”

Tameem dan babanya mengangguk.

Heaven, sebuah cerbung, yang menceritakan seorang anak laki-laki dari keluarga pengusaha menengah yang pertama kali mengenyam bangku sekolah.

Besok pagi aku kembali melihat Tameem di bus yang sama, ia duduk di kursi belakang, tentu dengan seragam putih abu-abunya.

“Senang melihatmu lagi kawan” Sapaku dan duduk di sebelahnya.

Tameem hanya berdehem menanggapiku.

“Kenapa kau menghindariku kemarin?”

“Kau menyebalkan”

“Oh, begitukah jawabanmu setelah diriku membantumu?”

“Aku tidak memintamu”

Aku mendesah kesal, benar juga “Dan kenapa kau selalu menggunakan seragam putih abu-abu?”

“Apa itu penting bagimu?”

Aku menatap nanar ke arahnya ‘aku selalu saja bertemu dengan orang-orang jutek seperti ini‘ batinku.

“Aku hanya bertanya sebagai seorang teman” jawabku.

Tameem berpikir sejenak sebelum menjawab “hmm, orang tuaku tidak tahu aku sekolah di GY, jadi aku harus menyembunyikannya”

“GY?”

“Ah, ini alasanku berpikir dua kali ingin berteman denganmu pada awalnya, kau memang bagian dari para siswa hebat itu, tapi kau sama sekali tidak tahu apa-apa” Tameem membuang muka.

“Ouh, bisakah kau menjelaskannya? Aku tidak sebodoh itu untuk tidak mencari tahu tentang sekolah kita, tapi aku sama sekali tidak menemukan apapun”

“GY, singkatan dari Glad Yummy, dan alasanku meggunakan seragam ini tidak lain dan tidak bukan karena orang tuaku hanya tau aku sekolah di sekolah biasa, mereka tidak peduli bagaimana sekolah anak-anak, tapi mereka tetap peduli pendidikan. Aku bukan dari keluarga dengan latar belakang keluargamu, aku dari keluarga biasa”

“Maksudmu keluargaku dan keluargamu berbeda?”

“Aku tidak dari keluarga dengan orang tua yang menurunkan kekuatan super seperti orang tuamu Heaven”

Aku diam mendengarkan, bagian itu aku tau.

“Dan kau kira bagaimana aku bisa masuk sekolah tersembunyi seperti GY jika tidak punya kemampuan sepertimu, seperti kataku tadi aku tidak punya orang tua dengan kekuatan super Heaven, tapi aku tau banyak tentang orang-orang yang punya kemampuan lebih sepertimu, aku pandai mencari tahu. Aku berbeda denganmu, aku dari keluarga biasa yang tidak pernah tau dan bersinggungan dengan kegaduhan dunia, itu membosankan, aku ingin terlibat, setidaknya sedikit memberikan pengaruh.

Aku menyadari ada banyak orang sepertimu di sekitar, aku mencari tahu, dan entah bagaimana aku berhasil menarik perhatian nenek tua dengan gigi emas itu, aku dapat formulir pendaftaran itu setelah berkeliling secara konsisten mencari GY selama sebulan di pusat perbelanjaan”

Aku memberi applause, usaha yang mengagumkan.

“Kebanyakan siswa masuk didaftarkan orang tuanya, hanya sedikit yang mendapat jalur undangan, aku, kau dan–

“Dan?”

“Tidak ada lagi, maka dari itu awalnya ku pikir kita sama, meskipun aku tau kau punya kekuatanmu, tapi melihatmu tidak tau apapun sama sekali juga tidak bagus untuk kenyamanan kehidupan sekolahku”

“Haha, ternyata begitu”

“Ayo, kita sudah sampai!” Tameem berdiri.

Keluar dari halte kami bertemu Daisy dan Ab hendak masuk ke GY juga.

Daisy menyapa, dan Ab? Dia menatap dingin ke arahku.

“Kau bahkan sudah punya musuh sejak hari pertamamu bukan?” Tameem memberi komentar melihat ketegangan kami.

To be continued ~

*****

Majalah Sunday, Teman Memahami Tips Belajar, Edukasi Seksual dan Kesehatan Mental

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 42
Chat Now
Selamat Datang di Majalah Sunday, ada yang bisa kami bantu?