Majalah Sunday

Hampa dan Pilu

    Lelaki itu berlari tergesa-gesa di lorong sekolah dengan memakai baju basket dan tak lupa handuk kecil yang ia genggam, lelaki itu bernama Dirgantara atau biasa dipanggil Dirga. Dirga dikenal sebagai kapten basket di SMA 72 Jakarta,  Dirga adalah siswa yang sangat berbakat dalam bidang akademi dan non-akademi tidak dipungkiri Dirga memiliki banyak penggemar di sekolahnya. 

“DIRGAA” teriak Terre sahabat dekat Dirga 

“Kenapa Re ?” tanya Dirga 

“Lo di cariin Namira di kantin” jawab Terre.

 Namira merupakan kekasih dari Dirga, mereka telah menjalin hubungan selama 2 tahun lamanya. Dirga pun langsung menghampiri Namira 

“Namira” panggil Dirga

Namira yang namanya terpanggil pun langsung mengangkat kepalanya tidak lupa senyum cantik Namira membuat Dirga tersipu malu. 

“ Sini Ga” ujar Namira sambil menggeserkan badannya untuk memberikan Dirga tempat duduk.

“Kamu udah minum obatnya ?” tanya Dirga

“ Udah kok Ga, ini minum dulu habis basket kan tadi” jawab Namira sambil memberikan minuman kepada Dirga.

    Tak bisa dipungkiri Dirga sangatlah takut kehilangan orang yang ia sayang untuk kedua kalinya, Dirga tak mau kehilangan Namira. Penyakit jantung yang ada diri Namira membuat Dirga harus extra berhati-hati, tak jarang ia menanyakan kepada Namira apakah sudah minum obat, Dirga juga sering sekali mengingatkan Namira untuk tidak melakukan kegiatan yang membuatnya kelelahan. 

“ Nam, hari ini aku anterin ya buat check up  ke dokternya” ujar Dirga 

“ Tidak usah Ga, aku bisa sendiri lagian kamu nanti ada rapat sama tim basket kamu kan” jawab Namira sambil mengaduk-aduk es teh manisnya tersebut.

“ Bener gamau aku anterin?” tanya Dirga 

“ Iyaa beneran aku bisa sendiri, aku janji aku akan selalu kabarin kamu” jawab Namira, ia tahu betul bahwa kekasihnya tersebut sekarang sangatlah khawatir terhadap dirinya.

Tringg… tring… tring…..tring…

“Udah bunyi bel nih Ga, ayo masuk kelas” ujar Namira sambil menarik Dirga untuk cepat-cepat masuk ke kelas.

    Sesampainya mereka di kelas, mereka pun mulai mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia tetapi Dirga tetaplah Dirga, ia tak fokus pikirannya selalu tertuju kepada Namira. Terre yang menyadari itu langsung menepuk pundak Dirga.

“ Woi Dirga” ujar Terre

Dirga pun langsung tersadar dari lamunanya dan menaikkan alisnya ke Terre

“Kenapa lo? jangan ngelamun aja nanti tiba-tiba ditanya Pak Ahmad gabisa jawab gimana? tanya Terre

“Siapa yang ngelamun, dari tadi gue merhatiin kok Re” jawab Dirga yang mengelak Terre. 

“Dirgantara gue udah kenal lo lama ya, gue tahu banget lo lagi mikirin Namira. Gue mau ngasih tahu ke lo Ga gue tahu lo khawatir sama Namira tetapi lo juga harus percaya kalau dia akan baik-baik aja” ujar Terre. Terre tahu betul bahwa sahabatnya ini sangat menyayangi kekasihnya dan ia tidak mau melihat sahabatnya ini terus-terusan sedih dan kepikiran.

“Iya Re… Gue yakin Namira akan baik-baik saja tetapi lo tau kan kemaren dia habis kontrol dan kata dokter jantung Namira semakin lemah setiap harinya” ujar Dirga sambil memainkan pulpennya. 

“Gue paham kok, gini loh Ga kalau lo sendiri ga yakin Namira akan baik-baik saja gimana Namira akan yakin kalau dirinya akan sembuh” ujar Terre, ucapan Terre membuat Dirga terasa tertampar.

“Makasih ya Re, udah mau jadi pendengar gue” ujar Dirga.

“Sama-sama Dirga” ujar Terre sambil membereskan buku-bukunya ke dalam tas.

Bel sekolah berbunyi menandakan berakhirnya kegiatan belajar mengajar. Dirga pun segera pergi ke lapangan basket.

“DIRGA!!!” teriak Vales sahabat Dirga 

“Kenapa Val?” tanya Dirga

“Itu Ga, si Namira” jawab Vales

“Namira kenapa ? coba jelasin ke gue” tanya Dirga 

“Hmm…Namira pingsan Ga” ujar Vales dengan gugup

“Dimana dia?”  tanya Dirga 

“Dibawa ke Rumah Sakit Pertamina Jaya Ga” jawab Vales. Dirga pun langsung meninggalkan Vales dan pergi menemui Namira ke rumah sakit. 

Sesampainya Dirga di Rumah Sakit Pertamina Jaya, ia tidak sengaja bertemu dengan Bella sahabat dari Namira.

“Bella, Namira dimana?”tanya Dirga

“Hmm…Ga” kata Bella dengan muka menunduk ke bawah.

“Bel jawab” ujar Dirga sambil memegang pundak Bella

“Namira baik-baik saja kan? Bella jawab gue” lanjut Dirga

Bella tidak menjawab pertanyaan Dirga, Bella pun menangis dengan sesegukan 

“Namira udah gaada Ga” ujar Bella sambil menutup mukanya dengan telapak tangan.

“Gak mungkin, lo pasti bohong kan sama gue” ujar Dirga

    Dirga yang tidak mempercayai perkataan Bella langsung menemui receptionist dan mencari tahu dimana kamar Namira. Dirga langsung menuju ke kamar 402, sesampainya dia di depan kamar 402. Dirga melihat Mama dan Papa Namira sedang menangis. 

“Ma.. Namira baik-baik saja kan?” tanya Dirga 

    Namun Mama Namira tidak menjawab pertanyaan dari Dirga, Dirga pun yang merasa pertanyaannya diabaikan ia langsung masuk ke dalam kamar rawat tersebut dan ia pun melihat wajah Namira yang sangat pucat dan tangan Namira yang dingin.

“Namira bangun Nam, aku disini bangun” ujar Dirga sambil menggenggam tangan Namira.

“Nam.. bangun aku disini jangan tinggalin aku Nam” lanjut Dirga. Tak sadar air mata Dirga pun terjatuh.

Papa Namira masuk ke dalam kamar rawat dan langsung memegang pundak Dirga 

“Dirga harus kuat, Om tahu Dirga sangat sayang dengan Namira tetapi kita harus kuat” ujar Papa Namira sambil menenangkan Dirga.

    Hari itu adalah hari yang paling berat buat Dirga, ia kehilangan orang yang ia cintai. Namira merupakan sosok yang penyayang, ramah, dan ceria kepada semua orang. Dirga berusaha untuk tegar tapi kenyataannya ia tak kuat, ia terus-menerus menangis. Kehilangan seseorang membuat Dirga terasa rapuh, ia tak tahu bagaimana ia akan melanjuti hari esok tanpa Namira.

 

 

DIAJENG GENTALIA RIFANI – Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Chat Now
Selamat Datang di Majalah Sunday, ada yang bisa kami bantu?