Malam ini gelombang cahaya sedang anjlok
sinarnya tertahan di jalur stasiun harapan
paket dari matahari berakhir macet
menyisakan bulan yang meraung-raung dalam kegelapan
Pukul lima sore di balik kaca jendela
ada bocah dipenjarai baki-baki makanan ringan
setitik cahaya masih bertahan di sudut bibirnya
mengiringi kaki-kaki renta, yang tergegas menapaki setiap jalan kesempatan
Peluhnya datang kepadaku
Sekeping dua keping koin membakar jajanan
yang berseri-seri kepayahan
“Dik, kau terlihat begitu terang. Energimu akan segera habis.”
Tidak boleh, Nona.
Jiwa-jiwa saudaraku hidup dalam sinar ini.
Bocah itu pulang bersama punggung kanak-kanaknya
menjadikan pagi pada setiap petang serta malam
menyisakan jejak-jejak sunyi perenungan
Tampar aku, ya tuhan!
Titahkan satu pegawaimu
untuk mencabik-cabik perjalananku menuju gerbongmu
Hafizhotun Nisa,
Universitas Negeri Jakarta