Penulis: Felicia Juliani Leliga, S.E., M.M., CHCSA
Kata “E-Wallet” atau dompet digital tentu tidak asing di telinga kita. Dengan satu gadget handphone yang kita miliki, kita bisa melakukan transaksi pembayaran tanpa harus mengeluarkan dompet fisik atau kartu debit dan kredit. Dengan menggunakan scan QRIS dimanapun transaksi jadi lebih mudah dan cepat. Hal ini juga untuk mengurangi penyebaran penyakit disebabkan memegang uang dalam bentuk fisik.
Financial Technology (fintech) membuat transaksi bisnis menjadi lebih cepat dan mudah. Bahkan sekarang banyak generasi muda beranggapan bahwa lebih bingung saat lupa membawa gadget handphone dibandingkan lupa membawa dompet fisik. Berkaca dari tren tersebut, maka semakin banyak fitur platform digital misalnya e-commerce yang menambahkan kolaborasi dengan dompet digital sebagai salah satu pilihan instrumen pembayaran.
Namun di balik semua kecanggihan yang ditawarkan oleh dompet digital, ada hal yang wajib dikendalikan agar tidak salah dalam penggunaan dompet digital yakni perilaku konsumtif. Konsumtif dalam hal ini adalah membeli produk atau jasa dalam jumlah berlebihan dan tidak sesuai dengan prioritas kebutuhan, atau hanya untuk keinginan semata. Hal ini disebabkan terkadang hal di platform digital memiliki penawaran yang menarik melalui live consultation serta pengaruh dari influencer yang merupakan strategi marketing untuk menarik dan mengubah kebiasaan kita sebagai konsumen. Menjadi semakin cepat dan memberikan waktu yang sedikit untuk berpikir apakah produk atau jasa tersebut kita perlukan atau tidak dalam waktu yang mendesak. Sehingga perilaku konsumtif menjadi salah satu dampak yang fatal jika tidak diatur dan dikendalikan dengan baik.
Berikut 3 tips untuk mengendalikan perilaku konsumtif saat menggunakan dompet digital:
Hal ini akan melatih kita agar tidak selalu melakukan top-up tanpa perencanaan yang jelas. Sehingga dalam setiap bulan ada 1 nominal yang tetap untuk masing-masing dompet digital yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Saat banyak tawaran menarik yang disajikan di platform digital dan e-commerce, ambil waktu 1 detik berhenti dan kemudian berpikir apakah hal tersebut kita butuhkan secara cepat atau bisa ditunda?. Kemudian lontarkan juga pertanyaan berikutnya, apa dampaknya jika tidak dibeli sekarang? dan apa benefitnya jika dibeli segera?. Setelah menimbang hal tersebut, maka buatlah keputusan bijak apakah akan membelinya segera atau bisa ditunda di bulan berikutnya, atau bahkan sebenarnya tidak perlu dibeli. Faktor Fear-of-Missing Out (FOMO) juga jadi salah satu pemicu perilaku konsumtif. Sehingga dibutuhkan kebijaksanaan dalam mengatur kebiasaan spending sebagai latihan yang baik dalam keterampilan mengelola keuangan jangka panjang ke depannya.
Pencatatan saat ini bisa dilakukan dalam aplikasi manajemen keuangan yang diakses di gadget handphone. Pencatatan ini dilakukan sebagai control management untuk mengukur seberapa konsumtifnya kita di setiap bulannya. Sehingga bisa menjadi refleksi kita dalam menilai dan mengatur strategi manajemen keuangan dengan lebih bijaksana.
Dengan demikian financial technology (fintech) diciptakan untuk memberikan manfaat efektif dan efisien. Namun hal ini tidak luput juga membangun kesadaran dalam melatih kebijaksanaan pengambilan keputusan, keterampilan mengatur keuangan, dan pengendalian diri untuk tidak FOMO dengan lingkungan sekitar. Pada akhirnya fintech diharapkan bisa menjadi sahabat bukan lawan. Oleh karena itu, bijaksanalah dalam melakukan pembayaran dengan fintech.
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.