Majalah Sunday

Dilema

 Menjadi seseorang yang duduk di kelas 3 SMA adalah dilema terbesar seorang remaja. Penuh dengan kekhawatiran akan masa depan, takut akan kegagalan, takut akan penolakan, dan takut akan membuat sebuah kesalahan dalam memutuskan sesuatu yang akan sangat mempengaruhi masa depan mereka. Dilema remaja yang punya sejuta mimpi namun dihadapkan dengan sejuta pilihan pula yang membingungkan kepala. Itu pulalah yang dirasakan oleh Maudy saat ini yang membuat segala mimpi-mimpinya semakin menghantuinya. Dia sangat tidak ingin tinggal di Indonesia dan berharap untuk melanjutkan kuliah diluar negeri hanya karena tidak suka dengan Jakarta dan hiruk pikuknya yang membosankan. 

Maudy termenung di kursi belajar sambil memainkan pena yang ada di tangannya. Pikirannya melayang membayangkan segala mimpi-mimpinya. Dia yang sangat ingin bepergian ke luar negeri, melihat keindahan alam di New Zealand dan Eropa, menikmati keramah tamahan dan kebahagiaan negara Finlandia, bertemu artis-artis ternama di LA atau hanya sekedar ingin tinggal di kota yang sering disebut-sebut dalam film dan lirik lagu, New York.

Maudy tersadar dari lamunannya setelah mendengar seseorang mengetuk pintu rumah. Dengan nafas yang panjang dan melelahkan, Maudy berjalan dengan langkah yang lesu menuju pintu depan untuk mencari tahu siapa yang sedang berkunjung. Maudy menemui kakeknya berdiri di depan pintu. Melihat hal itu Maudy segera memeluk kakeknya dan mengantarkannya ke kamar yang sudah Maudy bereskan sebelumnya. Kakek Maudy memang sudah bilang ingin bertandang untuk beberapa hari di rumah mereka. Satu minggu ini kakeknya memiliki pekerjaan di Jakarta yang membuatnya harus menginap beberapa hari di rumah Maudy. Meski sudah tua, dia masih sering melakukan perjalanan bisnis keluar kota. Tidak jauh berbeda dengan kedua orang tua Maudy.

Saat makan malam tiba, Maudy dan kakaknya duduk di meja makan dan menyantap hidangan yang disediakan bi Indah. Kakek menyantap makanan sambil sesekali bertanya tentang hal-hal yang terlintas di benak kakek. Hingga akhirnya kakek menanyakan sekolah dan bertanya kemana Maudy akan melanjutkan sekolahnya. Mendengar hal itu Maudy menghentikan makannya seolah dia ingin fokus menceritakan ceritanya kepada kakeknya. Melihat hal itu kakek Maudy pun melahap suapan terkhirnya dan memberi perhatian penuh pada cucunya yang dengan sangat jelas menunjukkan bahwa dia ingin didengarkan.

 Maudy menceritakan keinginannya untuk melanjutkan kuliahnya di luar negeri dan ingin menjelajahi beberapa negara yang menurut Maudy sangat indah. Dia menceritakan segala upaya yang sudah dia lakukan untuk menggapai mimpinya itu. Mulai dari bimbingan belajar rutin, belajar beberapa bahasa dan menghabiskan waktunya untuk belajar setahun belakangan. Kakek mendengarkan cerita Maudy dengan seksama hingga Maudy menyelesaikan ceritanya. Melihat raut wajah cucunya saat menceritakan segala negara yang ingin dikunjungi dengan sangat riang membuat kakeknya senang dengan kebahagiaan cucunya tersebut. Lalu kakek dengan tenang menanggapi cerita Maudy. Kakek berkata bahwa menjadi orang yang berjuang untuk mimpinya itu sangat bagus. Kakenya merasa sangat bangga karena memiliki cucu yang sangat gigih dan berjuang untuk mimpi yang ingin dicapainya. Namun, kakek memberikan pertanyaan pada Maudy kenapa tidak melanjutkan sekolah di Indonesia, kenapa sama sekali tidak tertarik di Indonesia. Lalu Maudy menjawab bahwa Indonesia tidak semenarik negara yang ingin dikunjunginya. Mendengar hal itu kakeknya tersenyum kepada cucunya. 

Kakeknya memberi pernyataan pada Maudy bahwa dia gigih belajar dan melakukan banyak usaha bukan karena dia benar-benar ingin belajar, tapi hanya untuk meninggalkan Indonesia. Hal itu tidak dibantah oleh Maudy karena memang hasrat untuk meninggalkan Indonesia yang dia punya lebih besar daripada hanya untuk sekedar menuntut ilmu. Kakek juga menjelaskan bahwa tidak ada yang salah dengan cita-cita bersekolah di luar negeri, tapi yang salah adalah alasan kenapa harus belajar ke luar negeri. Maudy mengerutkan dahinya mendengar pernyataan kakeknya yang seolah mengatakan alasan Maudy untuk belajar keluar negeri itu salah. Tidak ingin menduga-duga, Maudy dengan terang-terangan bertanya kenapa kakenya mengatakan bahwa alasan Maudy untuk sekolah di luar negeri itu salah. Kakeknya kembali tersenyum dan memberi ilustrasi pada Maudy dan berkata, “Indonesia itu bagaikan diri Maudy sendiri dan luar negeri itu bagaikan teman-teman Maudy. Bukankah sebelum mencintai teman-teman Maudy, kamu seharusnya mencintai diri sendiri dulu? Dan  untuk mencintai diri sendiri, kamu harus tau apa keindahan dan keistimewaan kamu dari pada teman-teman kamu. Maudy tidak mau tinggal di Indonesia karena mungkin Maudy belum tau dan mengerti apa saja keindahan dan keistimewaan Indonesia dan Maudy fokus pada hal negatif yang ada di Indonesia. Yang Maudy  lihat selama ini hanyalah mall dan keramaian dan juga kemacetan di jalanan. Kamu mencari tahu tentang keindahan negara lain dari internet tapi tidak pernah terpikir untuk mencari tahu keindahan Indonesia. Lihat Bali, banyak turis berlomba untuk datang ke bali, bahkan itu hanya satu dari jutaan keindahan yang dilihat oleh dunia di Indonesia. Masih ada banyak keindahan-keindahan yang belum mereka lihat. Begitupun Maudy, mungkin kamu butuh lebih mengenal Indonesia lagi. Kalaupun ingin ke luar negeri, ingatlah rumahmu adalah ibu pertiwi. Pergilah karena ingin belajar bukan karena membenci negaramu sendiri. Pergilah untuk memajukan negerimu bukan untuk lari dari negerimu. Jangan mencintai orang lain sebelum Maudy bisa mencintai diri sendiri, sama halnya dengan hasrat Maudy untuk pergi dari Indonesia.”

Kakek Maudy juga menjelaskan tentang negara lain yang melihat Indonesia sebagai permata. Dia bercerita tentang Indonesia yang dijajah oleh negara-negara lain yang beberapa darinya adalah negara tujuan Maudy yang bahkan mereka sangat menginginkan dan merindukan keindahan dan kekayaan Indonesia. Kakeknya berkata, bahwa Indonesia bisa merayakan kemerdekaan ke 76 tahun itu karena kita berhasil mempertahankan dan menunjukkan bahwa kecintaan para leluhur kepada kita dan kepada Indonesia sangat amat besar. Meski negara lain sangat mengagumi dan menginginkan ibu pertiwi, para pahlawan mempertaruhkan hidup mereka supaya generasi berikutnya dapat melihat keindahan dan kekayaan Indonesia. Lalu kakeknya menimpali, kalau penduduk negara-negara yang ingin Maudy kunjungi saja sangat mengagumi tanah dimana kaki  Maudy berpijak, harusnya Maudy bisa melihat keindahan itu lebih dari apa yang dilihat orang lain.

Maudy yang mendengar hal itu merasa malu dengan pemikiran yang dia punya. Dia lalu menundukkan kepala dan menghela nafas panjang. Dia lalu meminta maaf pada kakeknya karena memiliki pemikiran yang begitu sempit. 

 

Melihat hal itu kakeknya berjalan dan duduk disamping Maudy. Kakeknya mencoba menghibur Maudy dan mengatakan bahwa setelah pandemi berlalu Kakeknya akan mengajaknya berlibur dan menunjukkan bagian Indonesia yang belum pernah Maudy lihat sebelumnya. Menurut kakek Maudy, wajar bahwa remaja berpikir demikian, karena mereka belum melihat banyak tentang Indonesia. Itu sebabnya dia butuh seseorang yang bisa membukakan cara berpikir dan melihat dunia. 

Tidak terasa setelah makan malam mereka sudah berbincang hingga jam 11 malam. Mereka memutuskan untuk tidur dan bergegas ke kamar masing-masing. Maudy terlihat lebih sumringah saat akan kembali ke kamarnya daripada sebelumnya. Sebelumya dia terlihat murung dan wajahnya dengan jelas menggambarkan kebingungan. Maudy masuk kamar dan menuju meja belajarnya. Dia tetap mencoba kampus di luar negeri tapi tanpa ada rasa ketakutan akan gagal, dan kali ini dia akhirnya mau dan tidak menutup diri untuk mencoba universitas dalam negeri. Dia menulis bucket list tempat-tempat yang ingin dikunjungi di Indonesia dan ingin lebih tau lagi tentang Indonesia.

 

Penulis: Doras Sinambela (Universitas Kristen Indonesia)

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Chat Now
Selamat Datang di Majalah Sunday, ada yang bisa kami bantu?