Penulis: Keira Santoso – SISNEJ
Di era persaingan akademis dan sosial yang semakin ketat, banyak remaja merasakan tekanan yang luar biasa bahkan sebelum memasuki dunia kerja. Tumpukan tugas sekolah, jadwal padat bimbingan belajar dan kegiatan ekstrakurikuler, serta perbandingan di media sosial membuat banyak orang merasa kewalahan.
Masalah ini seringkali dianggap remeh, seperti orang tua atau orang lain yang mungkin hanya berkata “oh, dia terlalu malas belajar,” padahal sebenarnya, ini bisa menjadi tanda kelelahan. Kelelahan tidak hanya dialami oleh orang dewasa yang bekerja; hal ini juga dapat memengaruhi remaja yang terus-menerus berada di bawah tekanan tanpa istirahat yang cukup.
Burnout adalah kondisi kelelahan fisik, emosional, dan mental yang disebabkan oleh stres berkepanjangan. Tidak seperti kelelahan biasa, burnout menyebabkan seseorang kehilangan motivasi, antusiasme, dan kepercayaan diri terhadap kemampuannya. Remaja yang mengalami burnout sering kali merasa hampa, kehilangan minat pada hal-hal yang pernah mereka nikmati, atau bahkan kehilangan tujuan belajar.
Burnout berkembang secara perlahan. Biasanya dimulai dengan stres ringan yang tidak ditangani. Seiring waktu, stres menumpuk dan berubah menjadi kelelahan kronis. Akhirnya, otak dan tubuh mulai “menolak” aktivitas sehari-hari, termasuk belajar atau bersosialisasi.
Ciri burnout bukan hanya kelelahan fisik, tetapi juga perasaan hampa emosional dan penurunan motivasi yang signifikan. Orang yang mengalaminya sering kali merasa seperti “hanya melewati” hidup, seperti mengembara tanpa tujuan.
Menurut psikolog Herbert Freudenberger (1974)—orang pertama yang mencetuskan istilah burnout—kondisi ini terjadi ketika seseorang “kelelahan” karena terus-menerus berusaha memenuhi tuntutan yang melebihi kapasitasnya.
Beberapa faktor yang membuat remaja rentan terhadap kelelahan meliputi:
Kombinasi semua faktor ini membuat remaja sulit untuk benar-benar “bernapas”, yang akhirnya menyebabkan kelelahan mental dan emosional.
Mudah lelah meskipun tidak melakukan aktivitas berat.
Sulit fokus dan performa belajar menurun.
Mood berubah-ubah, cepat marah atau mudah sedih.
Hilang motivasi dan menarik diri dari pergaulan.
Merasa hampa, tidak bersemangat, atau apatis.
Atur keseimbangan waktu
Jangan isi setiap jam dengan hal produktif. Sisakan waktu untuk istirahat dan kegiatan yang membuatmu senang.
Kenali batas diri
Tidak apa-apa bilang “tidak” pada aktivitas berlebihan atau ekspektasi yang membuatmu kewalahan.
Jaga gaya hidup sehat
Tidur cukup, makan bergizi, dan tetap aktif bergerak bisa membantu menstabilkan energi mental.
Cari support system
Bicarakan perasaanmu dengan keluarga, teman dekat, atau konselor. Kadang berbagi bisa jadi langkah pertama untuk pulih.
Kelelahan di masa remaja bukanlah tanda kelemahan, melainkan sinyal bahwa tubuh dan pikiran Anda perlu istirahat. Jika tidak ditangani, kondisi ini dapat berdampak jangka panjang pada kesehatan mental dan motivasi belajar. Oleh karena itu, penting bagi remaja untuk mulai lebih memperhatikan keseimbangan mereka. Jangan takut untuk:
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.