Majalah Sunday

Belajar Di Zaman AI: Gampang Sih, Tapi Jangan Jadi Mager!

Penulis: Jihan Maulida Fadhilah – UNJ

Dulu, nyari jawaban PR harus buka buku tebal, tanya guru, atau pinjam catatan teman. Sekarang? Tinggal ketik pertanyaan di AI seperti ChatGPT, dan cling!, jawaban langsung keluar. Iya, kita hidup di zaman yang serba instan, termasuk soal belajar. Tapi hati-hati, jangan sampai kemudahan ini malah bikin kita jadi pasif. Karena belajar itu bukan cuma soal dapat jawaban, tapi soal proses memahami.

Kecerdasan buatan (AI) memang membantu banyak hal, termasuk pendidikan. Tapi kalau semua diserahkan ke AI, pelajar malah bisa kehilangan skill paling penting dalam hidup, seperti berpikir kritis. Jangan sampai kita jadi “materi”, alias cuma jadi objek pasif yang disuapi info, tanpa mencerna atau mengevaluasi.

Justru memang di situlah tantangan di era serba cepat ini, karena makin mudah akses informasi, makin besar juga godaan buat males mikir sendiri. Belajar jadi terasa gampang, tapi banyak yang justru jadi mager (malas gerak), dan bukan cuma secara fisik, tapi juga mental.

Adanya AI, Belajar Jadi Gampang (Banget), Tapi...

AI seperti ChatGPT, Google Bard, atau aplikasi edukasi lain kini bisa bantu pelajar menjawab soal, merangkum teks, bahkan nulis esai. Praktis? Banget. Efisien? Iya. Tapi di sinilah jebakan tersembunyinya. Terlalu sering mengandalkan AI bisa menurunkan:

  1. Kemampuan berpikir kritis, karena kita terbiasa menerima jawaban tanpa bertanya “kenapa dan bagaimana?”
  2. Kreativitas, karena kita lebih sering menyalin daripada mencipta.
  3. Tanggung jawab belajar, karena proses belajarnya jadi ‘dipindahkan’ ke mesin.
  4. Lama-lama, kita bisa jadi generasi “asal dapat jawaban”, bukan generasi “paham konsep”.
AI memang membantu banyak hal, termasuk pendidikan. Tapi kalau semua diserahkan ke AI, pelajar malah bisa kehilangan skill penting
Pinterest: archisalahed3

Gunakan AI Tapi Harus Tetap Aktif Belajar

AI itu keren, tapi kamu tetap lebih keren kalau bisa mikir sendiri. AI seharusnya jadi alat bantu, bukan pengganti usaha belajar. Yuk, coba strategi ini biar tetap semangat belajar meski hidup di era digital:

  1. Gunakan AI untuk memancing pemahaman, bukan menyalin mentah. Misal, minta penjelasan konsep, bukan jawaban akhir.
  2. Diskusikan jawaban AI dengan teman atau guru, supaya kamu tahu mana yang tepat dan mana yang perlu dikritisi.
  3. Tetap cari referensi dari buku atau sumber valid, bukan cuma dari hasil chat AI.
  4. Latih diri membuat pertanyaan sendiri, bukan hanya menjawab soal yang ada. Ini bikin kamu lebih reflektif dan kritis.

Dengan cara ini, kamu tetap mengembangkan otakmu, bukan cuma ‘mengandalkan mesin’.

Pinterest: vsemizvestno

Belajar di zaman AI itu benar-benar memudahkan, tapi jangan biarkan kemudahan bikin kamu berhenti berusaha. Karena ilmu yang bertahan lama adalah ilmu yang kamu pahami, bukan yang cuma kamu salin. AI memang bikin belajar jadi lebih gampang. Tapi jangan salah, belajar bukan sekadar soal hasil, tapi soal proses. Kalau kamu terlalu nyaman jadi “konsumen jawaban”, lama-lama bisa kehilangan rasa ingin tahu dan kepekaan berpikir.

Ingat: AI itu alat, bukan guru sejati. AI itu alat, bukan pengganti usaha. Kamu tetap perlu membaca, berpikir, berdiskusi, dan mencoba. Jangan sampai jadi generasi yang pintar karena teknologi, tapi kosong karena kehilangan semangat belajar.

Jadi, meski zaman udah canggih, yuk manfaatkan AI dengan bijak. Karena di zaman ini, pelajar yang paling hebat bukan yang paling cepat dapat jawaban, tapi yang paling paham cara belajar!

Ayo tetap rajin, tetap kritis, dan jangan jadi mager!

*****

Majalah Sunday, Teman Memahami Tips Belajar, Edukasi Seksual dan Kesehatan Mental

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 61