Kalau ditanya kenapa remaja sering banget begadang buat belajar, alasannya ternyata nggak sesimpel “biar bisa belajar lebih banyak”. Ada banyak hal yang melatarbelakangi, dan sering kali campuran antara kebiasaan, perasaan, dan kondisi.

Pertama, ada anggapan bahwa belajar jauh-jauh hari itu kurang efektif. Banyak yang merasa kalau materi dipelajari terlalu awal, nanti pas ujian malah lupa lagi. Jadi, mereka menunda sampai detik-detik terakhir, lalu ngejar semalaman penuh. Rasanya lebih meyakinkan karena materi masih “fresh” di kepala saat ketemu kertas soal.

Kedua, alasan klasik tapi nyata, yaitu prokrastinasi. Niat awalnya mungkin udah ada, mau belajar sore atau habis magrib. Tapi realitanya, waktu habis buat scroll TikTok, main game, atau sekadar rebahan “bentar” yang ternyata jadi berjam-jam. Pas sadar, udah malam, dan satu-satunya cara untuk ngejar ketertinggalan ya begadang.

Ketiga, ada juga yang merasa malam hari adalah waktu paling ideal buat fokus. Suasana lebih sepi, notifikasi HP berkurang, rumah juga udah tenang. Belajar di malam hari terasa kayak punya ruang sendiri tanpa gangguan. Masalahnya, keheningan itu sering bikin mereka “terlena”, sampai nggak sadar waktu udah lewat tengah malam dan jam tidur terkorban.

Keempat, ada faktor budaya remaja tentang begadang. Nggak jarang, begadang diasosiasikan dengan kerja keras dan keseriusan. Seakan-akan kalau rela nggak tidur demi belajar, berarti kita sungguh-sungguh memperjuangkan nilai. Padahal, “terlihat serius” bukan jaminan hasilnya bakal lebih baik.