Penulis: Disti Cahya Agustine- UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hai, Sunners! Pernahkah kamu melihat orang yang ditusuk, menginjak api, atau disiram air mendidih tapi tetap santai saja seolah nggak terjadi apa-apa? Itulah atraksi Debus! kesenian dari Banten yang dikenal dengan “menyeramkan”. Di balik aksi-aksi ekstrem yang bikin merinding itu, Debus ternyata punya sejarah panjang dan makna spiritual yang kuat. Bukan sekadar tontonan, atraksi Debus lahir dari tradisi, kepercayaan, dan keberanian masyarakat Banten sejak berabad-abad lalu.
Debus adalah salah satu kesenian tradisional khas Banten yang sudah ada sejak zaman Kesultanan Banten, sekitar abad ke-16 sampai ke-18. Saat itu, kesenian ini berkembang pesat terutama pada masa Sultan Maulana Hasanuddin. Nama “Debus” sendiri berasal dari Bahasa Arab dan berarti senjata tajam dari besi yang ujungnya runcing, yang biasa dipakai dalam aksi-aksi ekstrem di pertunjukannya.
Awalnya, Debus bukan cuma tontonan, tapi juga bagian dari seni bela diri dan media dakwah Islam yang dibawa para ulama dari tarekat seperti Qadiriyyah dan Rifa’iyyah. Dalam pertunjukan Debus, para pemain menunjukkan kekuatan fisik dan “kesaktian” seperti kebal terhadap benda tajam, sambil melantunkan doa dan pujian kepada Nabi Muhammad sebagai bagian dari ritual spiritual.
Lama-kelamaan, Debus juga menjadi simbol keberanian dan semangat juang masyarakat Banten. Pertunjukan ini bahkan ikut membakar semangat para pejuang Banten melawan penjajah Belanda, khususnya di era Sultan Ageng Tirtayasa. Jadi, Debus bukan hanya kesenian, tapi juga warisan budaya yang memadukan keberanian, spiritual, dan tradisi lokal Banten.

Para pemain nggak bisa langsung jago dalam semalam, mereka butuh waktu lama, latihan melelahkan, dan bimbingan seorang guru untuk menguasai doa, wirid, atau mantra yang jadi sumber kekuatan mereka. Meskipun cara tampilnya sekarang sudah lebih modern, inti dari ritual dan ajaran spiritualnya tetap sama. Dahulu, pertunjukan diawali dengan pembacaan Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jaelani yang bisa memakan waktu cukup panjang. Tapi sekarang, bagian itu dilakukan jauh sebelum hari pertunjukan, supaya penonton nggak bosan menunggu.
Karena persiapannya nggak sebentar, satu pertunjukan biasanya memerlukan waktu setidaknya 3 hari untuk mempersiapkan semuanya. Selama masa itu, para pemain mempersiapkan materi teknis sekaligus memperkuat energi spiritual mereka, mulai dari latihan fisik, menjaga kondisi tubuh, sampai menyiapkan air sakti untuk perlindungan. Semua itu dilakukan agar saat tampil, mereka bisa melakukan aksi ekstrem dengan aman.
Beberapa aksi yang sering ditampilkan antara lain menusuk perut dengan tombak tanpa luka, mengiris tubuh dengan golok super tajam, atau memakan api tanpa terbakar sedikit pun. Kadang mereka menusukkan kawat ke pipi atau lidah tanpa mengeluarkan darah, disiram air keras tapi kulit tetap aman, bahkan menggoreng telur di atas kepala. Ada juga atraksi duduk di atas golok, berjalan di bara api, atau berguling di atas pecahan beling, semuanya dilakukan tanpa cedera dan nggak heran kalau penonton yang baru pertama kali melihat bisa langsung merinding.
Pertunjukan debus biasanya dimainkan oleh satu kelompok yang terdiri dari beberapa orang. Setiap orang punya tugas masing-masing, mulai dari juru gendang, penabuh dogdog tingtit, pemain kecrek, pendzikir, hingga para pemain atraksi. Ada juga seorang syekh atau pemimpin spiritual yang mengawasi jalannya pertunjukan. Semua elemen ini bekerja sama untuk menciptakan pertunjukan debus yang bukan hanya menegangkan, tapi juga sarat makna budaya dan spiritual.
Debus bukan sekadar pertunjukan ekstrem yang bikin penonton deg-degan. Di balik aksi menusuk tubuh, berjalan di atas bara api, atau bermain dengan benda tajam, Debus sebenarnya melambangkan keteguhan iman dan kepasrahan kepada Tuhan. Para pemainnya dipercaya memiliki kekuatan luar biasa berkat doa, zikir, serta latihan spiritual yang mereka jalani. Bacaan mantra dan wirid bukan hanya ritual, tetapi dianggap sebagai pelindung dari bahaya selama pertunjukan berlangsung. Dari sinilah debus menjadi simbol bahwa kekuatan sejati datang dari spiritual, bukan sekadar fisik.
Selain nilai keagamaan, debus juga mengajarkan banyak hal tentang karakter. Latihannya menuntut kesabaran, keteguhan hati, tawakal, dan kontrol diri yang tinggi, pertunjukannya pun nggak bisa dilakukan sendirian. Harus ada kerja sama yang solid, rasa saling percaya, penghormatan pada guru spiritual. Perpaduan antara kekuatan fisik, mental, dan spiritual inilah yang membuat debus menjadi bagian penting dari identitas masyarakat Banten.
Selain itu, debus tidak hanya punya nilai budaya, tetapi juga memberi dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat. Para pemain, pengrajin senjata tradisional, hingga pedagang makanan di sekitar lokasi pertunjukan ikut mendapatkan penghasilan.
Di masa sekarang, debus mengalami perkembangan besar. Dari yang awalnya lebih dekat dengan ritual keagamaan, debus kini berkembang menjadi seni pertunjukan budaya yang populer di berbagai festival, acara daerah, hingga panggung internasional. Aksi-aksi ekstrem masih menjadi daya tarik utama, tetapi banyak kelompok debus tetap mempertahankan unsur spiritual sebagai fondasi pertunjukan. Debus juga semakin dikenal berkat media sosial, yang membuat anak muda ikut penasaran dan tertarik mengenalnya.
Debus sekarang juga ikut beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Banyak kelompok debus yang memanfaatkan media sosial untuk memperkenalkan budaya ini ke generasi muda. Memang, modernisasi dan arus global bisa bikin nilai-nilai asli debus perlahan berubah, tapi di sisi lain hal ini juga membuka kesempatan untuk membuat pertunjukannya semakin menarik, seperti dengan tambahan musik, efek visual, atau konsep panggung yang lebih menarik. Untuk menjaga agar Debus tetap hidup sebagai warisan budaya, berbagai sanggar seni, program pendidikan budaya, hingga dukungan pemerintah dan UNESCO terus berperan penting dalam melestarikan tradisi unik ini.

Debus ini bukan sekadar pertunjukan yang menyeramkan, tetapi simbol keberanian dan warisan leluhur yang patut dijaga. Yuk, Sunners, kita sebagai generasi muda, kita punya peran besar untuk membuatnya tetap dikenal, mulai dari belajar, mengapresiasi, hingga membagikan informasi positif tentang Debus ke media sosial.
*****

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.
