Penulis: Agung Izzul Haqq Laksono – Universitas Jenderal Soedirman
Pernah nggak sih, kamu lagi duduk santai di kamar setelah pulang sekolah, tugas sudah selesai, nggak lagi berantem sama teman, tapi tiba-tiba muncul perasaan aneh? Rasanya seperti ada yang “kosong” di dalam hati dan kamu mulai bertanya-tanya: kenapa hidup terasa hampa? Padahal, kamu sudah coba buka TikTok dan scroll berjam-jam, tapi nggak ada satu pun video yang benar-benar bikin kamu senang. Semuanya terasa hambar, flat, dan nggak ada artinya.
Kalau kamu pernah merasakannya, tenang. Kamu nggak aneh, kok. Dalam dunia psikologi dan filsafat, kondisi ini punya nama keren: Existential Boredom atau Kebosanan Eksistensial.

Kita sering bilang “aduuh, bosan nih” kalau lagi nunggu jemputan atau dengerin penjelasan guru yang terlalu panjang di kelas. Itu namanya Situative Boredom (kebosanan karena situasi). Biasanya, kalau situasinya berubah (jemputan datang atau bel istirahat bunyi), bosannya hilang.
Tapi, alasan kenapa hidup terasa hampa biasanya berakar dari Existential Boredom. Menurut pemikir Lars Svendsen, jenis kebosanan ini adalah kondisi di mana kita kehilangan “hasrat” terhadap segalanya. Kamu bukan bosan karena nggak ada yang dilakukan, tapi karena merasa nggak ada satu pun hal yang layak untuk dilakukan. Hidup rasanya kehilangan warna, dan kamu merasa asing dengan diri sendiri.
Sebagai pelajar, hidupmu mungkin sudah diatur dalam jadwal yang ketat: bangun pagi, sekolah, les, ngerjain tugas, tidur, lalu ulangi lagi besok. Kadang, rutinitas “robot” ini bikin kita lupa bertanya: “Kenapa sih aku harus ngelakuin semua ini?” Ketika kegiatan harianmu tidak lagi terasa memiliki tujuan pribadi, itulah alasan utama kenapa hidup terasa hampa.
Ditambah lagi, kita sering mencoba “kabur” dari rasa hampa ini dengan Existential Escape—seperti scrolling medsos tanpa henti atau main game sampai pagi. Padahal, menurut para ahli, pelarian digital ini cuma bikin perasaan kosong itu jadi makin dalam karena kita sebenarnya hanya mencoba mematikan rasa, bukan mencari makna.
Seorang filsuf bernama Martin Heidegger punya sudut pandang unik. Menurutnya, kebosanan yang mendalam ini sebenarnya adalah hadiah. Lho, kok bisa?
Heidegger bilang perasaan kenapa hidup terasa hampa itu sebenarnya adalah “alarm” atau sinyal. Sinyal bahwa rutinitasmu sekarang mungkin sudah terlalu membosankan dan kamu butuh mencari sesuatu yang benar-benar berarti buat kamu. Rasa hampa memaksa kita untuk berhenti sejenak dan bertanya: “Apa sih yang sebenarnya berharga buat hidupku?” Jadi, rasa hampa ini adalah pintu masuk untuk mengenal dirimu lebih dalam.
Kalau kamu lagi merasa di fase “kosong” ini, coba lakukan beberapa langkah logis ini agar kamu tidak terus-terusan bertanya kenapa hidup terasa hampa:

Masa sekolah memang masa mencari jati diri. Merasa hampa sesekali itu wajar banget dan bukan tanda bahwa hidupmu gagal. Sebaliknya, existential boredom adalah tanda bahwa pikiranmu mulai tumbuh lebih dalam dan tidak lagi puas dengan hal-hal yang dangkal. Anggap saja ini adalah cara hatimu bilang kalau kamu siap untuk berhenti sejenak, melihat ke dalam diri, dan mencari makna hidup yang lebih besar serta autentik.
Pernahkah kamu merasakan kehampaan yang sama saat rutinitas sekolah terasa begitu-begitu saja? Apa hal kecil yang biasanya berhasil bikin kamu merasa “hidup” lagi selain main HP? Tulis pengalamanmu di kolom komentar di bawah ini, ya! Mari kita saling berbagi karena kamu nggak sendirian menghadapi perasaan ini.
*****

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.
