Majalah Sunday

Kecanduan Scroll? Ini Cara Mengatasi Doomscrolling!

Penulis: Nasywa Almira Febrianti – Universitas Islam Negeri Jakarta

Media sosial sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari pelajar, mulai dari mencari hiburan hingga mengikuti berbagai informasi terbaru. Tak jarang, kebiasaan scroll yang awalnya hanya 5 menit sebelum tidur berubah menjadi satu jam tanpa terasa, apalagi saat terus muncul konten berita negatif atau isu yang bikin cemas. Kebiasaan ini dikenal sebagai doomscrolling, yaitu aktivitas scroll berlebihan yang membuat pikiran lelah tanpa disadari. Di tengah tuntutan sekolah, tugas, dan tekanan sosial di dunia digital seperti FYP TikTok, Instagram, atau Twitter/X, doomscrolling menjadi kebiasaan yang semakin dekat dengan kehidupan pelajar saat ini. Banyak pelajar tidak menyadari bahwa kebiasaan ini bukan sekadar soal waktu layar, tetapi juga berkaitan dengan cara mereka merespons rasa lelah, stres, dan tekanan emosional di era digital, sehingga penting untuk memahami bagaimana doomscrolling bekerja dan bagaimana cara mengatasinya secara lebih sadar.

Doomscrolling Bukan Sekadar Kebiasaan, tapi Respons Emosional

Banyak orang menganggap doomscrolling sebagai bentuk kecanduan media sosial. Namun, bagi pelajar, doomscrolling sering kali muncul sebagai respons terhadap kelelahan mental. Setelah seharian menghadapi tugas, target akademik, dan berbagai tuntutan sosial, scroll menjadi aktivitas paling mudah untuk dilakukan tanpa harus berpikir. Pelajar tidak selalu scroll karena tertarik dengan konten, melainkan karena tidak memiliki energi mental untuk melakukan hal lain. Dalam kondisi ini, doomscrolling terjadi secara otomatis, bukan sebagai pilihan sadar.

Saat Media Sosial Menjadi Tempat Diam, Bukan Hiburan

Berbeda dari fungsi awalnya sebagai sarana hiburan, media sosial bagi sebagian pelajar justru menjadi tempat untuk diam dan menunda realita. Scroll dilakukan sambil rebahan, tanpa benar-benar menikmati apa yang dilihat. Algoritma yang terus berjalan membuat pelajar tidak perlu memilih konten, cukup mengikuti alurnya. Tanpa disadari, media sosial berubah menjadi ruang pelarian sementara dari stres, kecemasan, dan rasa tidak cukup, meskipun pada akhirnya tidak benar-benar memberikan ketenangan.

Dampak Doomscrolling yang Lebih Dalam dari Sekadar Capek

Dampak doomscrolling tidak selalu langsung terasa, tetapi perlahan memengaruhi kondisi pelajar. Terlalu banyak informasi dapat membuat pikiran terasa penuh namun sulit fokus, emosi menjadi tidak stabil, dan rasa cemas muncul tanpa sebab yang jelas. Selain itu, kebiasaan scroll hingga larut malam dapat mengganggu waktu tidur dan menurunkan energi keesokan harinya. Dalam jangka panjang, doomscrolling juga berpotensi membuat pelajar kehilangan kesadaran terhadap kebutuhan emosionalnya sendiri, karena terbiasa mengalihkan perasaan melalui layar.

Mengatasi Doomscrolling dengan Membangun Kesadaran Diri

Mengatasi doomscrolling tidak harus dilakukan dengan cara ekstrem seperti berhenti total dari media sosial. Langkah awal yang lebih penting adalah mengenali alasan di balik kebiasaan scroll, apakah karena bosan, lelah, atau ingin menghindari tekanan tertentu. Pelajar dapat mulai dengan memberi jeda sebelum membuka media sosial, mengatur waktu penggunaan, serta mengkurasi konten agar lebih menenangkan. Mengganti kebiasaan scroll dengan aktivitas sederhana yang memberi ruang bernapas bagi pikiran, seperti membaca, menulis, atau bergerak ringan, juga dapat membantu membangun hubungan yang lebih sehat dengan media sosial.

Media Sosial sebagai Pilihan Sadar, Bukan Pelarian

Pada akhirnya, tujuan mengatasi doomscrolling bukanlah menjauh sepenuhnya dari media sosial, melainkan mengubah cara menggunakannya. Ketika pelajar mulai menyadari kapan dan mengapa mereka scroll, media sosial tidak lagi menjadi pelarian otomatis, tetapi pilihan sadar yang bisa dikendalikan. Dengan pendekatan ini, pelajar tetap dapat menikmati dunia digital tanpa mengorbankan kesehatan mental, fokus belajar, dan keseimbangan hidup sehari-hari.

Kesimpulan

Kesimpulannya doomscrolling bukan sekadar kebiasaan scroll berlebihan, tetapi juga cerminan dari kelelahan mental yang dialami banyak pelajar di tengah tuntutan akademik dan tekanan sosial di era digital. Tanpa disadari, scroll sering dijadikan pelarian yang terasa mudah, namun justru menambah beban pikiran jika dilakukan terus-menerus. Oleh karena itu, penting bagi pelajar untuk mulai mengenali kapan dan mengapa mereka melakukan doomscrolling, serta membangun kesadaran dalam menggunakan media sosial. 

Langkah sederhana seperti memberi jeda sebelum membuka aplikasi, mengatur ulang konten yang dikonsumsi, dan meluangkan waktu untuk aktivitas yang benar-benar memulihkan dapat menjadi awal perubahan. Dengan menjadikan media sosial sebagai pilihan sadar, bukan pelarian otomatis, pelajar dapat menjaga kesehatan mental sekaligus tetap terhubung dengan dunia digital secara lebih seimbang.

*****

Majalah Sunday, Teman Memahami Tips Belajar, Edukasi Seksual dan Kesehatan Mental

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 49