Majalah Sunday

Simbol Keberanian Minta Restu dalam Tradisi Palang Pintu

Penulis: Raisha Putri Ramdhani – Universitas Negeri Jakarta

Sebuah pernikahan bukan hanya menyatukan pengantin pria dan pengantin perempuan, tetapi ada prosesi cukup panjang yang harus dilewati kedua belah pihak karena sejatinya, pernikahan menyatukan kedua keluarga besar yang perlu ada restu di dalamnya. Karena itulah dalam Betawi dikenal adanya tradisi palang pintu, sebuah tradisi di mana pengantin laki-laki akan melewati beberapa ujian sebelum meminang pihak perempuan. Yuk, cari tahu lebih dalam apa yang ada di dalam tradisi palang pintu!

Adu silat sebagai bagian dari palang pintu (senibudayabetawi.com)

Berasal dari si Pitung

Palang berartikan penghalang yang menghalangi jalan, sementara pintu berartikan akses masuk ke dalam suatu wilayah, sehingga palang pintu merupakan membuka penghalang ketika memasuki suatu wilayah. Dalam hal ini, penghalang yang dimaksud adalah seorang jawara. Nah, ada cerita unik di balik lahirnya tradisi ini. 

Dilansir dari berbagai sumber, tradisi palang pintu sudah ada sejak tahun 1874. Tradisi ini berasal dari seorang jawara Betawi, yaitu si Pitung. Saat itu, Pitung ingin menikahi kekasihnya yang bernama Aisyah, seorang putri jawara tersohor, Murtadho. Sayangnya, tak mudah bagi Pitung untuk menikahi Aisyah begitu saja. Pitung diminta menghadapi tantangan berupa adu silat dan pantun dengan Murtadho untuk menguji kelayakan Pitung. Dengan berani dan penuh percaya diri, tentu Pitung menerima tantangan itu dan berhasil memenangkannya. Akhirnya, Murtadho mengizinkan Pitung untuk menikahi Aisyah. Sejak saat itu, tradisi ini dilestarikan dan diwariskan masyarakat Betawi sebagai simbol meminta restu laki-laki kepada pihak perempuan.  

Makna Tradisi Palang Pintu

Tradisi palang pintu menjadi simbol keberanian dan keseriusan laki-laki dalam menikahi perempuan pilihannya. Pengantin laki-laki harus melewati tantangan untuk dapat meminang pihak perempuan. Tantangan itu berupa adu silat, berbalas pantun, dan pembacaan ayat Al-Qur’an. Ketiganya memiliki makna tersendiri. Adu silat bermakna bahwa laki-laki sebagai kepala keluarga harus mampu melindungi keluarganya dalam marabahaya. Berbalas pantun bermakna bahwa laki-laki tersebut memiliki kemampuan berbahasa yang baik dan sebagai simbol kepandaiannya dalam berdiskusi, dan pembacaan ayat Al-Qur’an bermakna bahwa laki-laki harus mampu menjadi imam yang baik untuk keluarganya, bukan hanya di dunia, tetapi juga kehidupan setelahnya. 

Prosesi Tradisi Palang Pintu

Terdapat serangkaian prosesi dalam tradisi ini:

1. Pembacaan sholawat

Pengantin laki-laki akan dibacakan sholawat dustur dan marhaban sebagai bentuk meminta perlindungan kepada Allah SWT. Pengantin laki-laki akan diiringi rebana ketimpring ketika berjalan menuju rumah pengantin perempuan, kemudian petasan renteng dibunyikan saat pengantin laki-laki mendekati kediaman pengantin perempuan.

2. Berbalas pantun

Pengantin perempuan menyiapkan jawara atau palang pintu untuk beradu pantun. Pantun yang digunakan merupakan pantun jenaka yang berisi maksud dan tujuan kedatangannya. 

3. Adu silat

Setelah adu pantun, jawara dan pengantin laki-laki akan menunjukkan jurus silat atau disebut dengan “maen pukul” sebagai simbol kesiapan laki-laki dalam melindungi istri dan anaknya kelak.

4. Pembacaan Al-Qur'an

Pengantin laki-laki akan melantunkan ayat suci Al-Qur’an dan setelah itu rombongan pengantin laki-laki dipersilakan masuk ke rumah pengantin perempuan yang kembali diiringi rebana ketimpring.

Warisan yang Terus Mengakar

Tradisi palang pintu memang sudah ada sejak zaman dahulu, tetapi eksistensinya masih terjaga hingga saat ini. Di tengah arus modernisasi, masyarakat Betawi tetap mempertahankan tradisi ini sebagai bagian dari identitas budaya yang tak dilekang waktu. Dilansir dalam situs kumparan.com, salah satu komunitas budaya Betawi yang masih konsisten mempertahankan tradisi ini adalah Cahaya Baru. Komunitas itu aktif tampil dalam acara pernikahan. Dalam berbagai kesempatan, mereka juga tampil di acara pernikahan lintas suku. 

Tradisi ini menjadi refleksi bagi generasi muda, khususnya masyarakat Betawi untuk selalu melestarikan dan menggunakan tradisi palang pintu sebagai salah satu prosesi ke jenjang yang lebih serius. Jika tradisi masih terus menjadi bagian dari masyarakat Betawi, maka sampai kapan pun keberlanjutan nilai-nilai lokal dapat dipastikan tetap hidup dalam kehidupan sosial mereka.  

*****

Tradisi palang pintu bukan sekadar hiburan, tetapi menjadi simbol kesungguhan dan tanggung jawab mempelai pria dalam membangun rumah tangga dengan wanita pilihannya. Melalui rangkaian pencak silat, adu pantun, dan pembacaan ayat Al-Qur’an menjadi momen hangat dan penuh makna bagaimana masyarakat Betawi menjunjung tinggi keberanian dan warisan budaya dalam sebuah pernikahan.

Majalah Sunday, Teman Memahami Tips Belajar, Edukasi Seksual dan Kesehatan Mental

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 1