Majalah Sunday

Laksamana Perempuan dalam Sejarah Maritim Dunia

Melkisedek Raffles – UKI

Pada masa ketika lautan dikuasai oleh kapal-kapal dagang Eropa, muncul seorang perempuan dari Aceh yang namanya menggema hingga ke istana-istana barat. Keumalahayati atau Laksamana Malahayati—bukan hanya panglima perang, tetapi juga diplomat yang mampu membuat kerajaan besar seperti Inggris memilih jalur damai. Keberanian, kecerdasan, dan wibawanya tidak hanya membentuk sejarah Aceh, tetapi juga peta politik internasional di abad ke-16 dan 17.

Latar Keluarga, Pendidikan, dan Awal Karier Militer

Keumalahayati lahir di Aceh Besar sekitar pertengahan abad ke-16 dari keluarga bangsawan militer. Ayahnya, Admiral Mahmud Syah, adalah salah satu laksamana armada Aceh yang disegani, sementara kakeknya, Laksamana Muhammad Said Syah, juga memegang posisi tinggi di angkatan laut. Latar keluarga inilah yang membuat Malahayati tumbuh dekat dengan dunia kemaritiman dan strategi perang.

Sejak kecil ia memperoleh pendidikan yang sangat baik, terutama dalam bidang pelayaran, navigasi, dan taktik militer. Ia kemudian melanjutkan pendidikan ke Mahad Baitul Maqdis, salah satu akademi militer terbaik di Aceh yang sering disebut setara “akademi angkatan laut” pada masanya. Di tempat inilah ia mempelajari ilmu strategi, politik, dan kepemimpinan.

Kemampuannya yang menonjol membuatnya cepat naik dalam struktur militer Aceh. Pada tahun 1585, ketika terjadi peningkatan ancaman dari Portugis dan VOC, Sultan Alauddin Ri’ayat Syah al-Mukammil mengangkatnya sebagai Laksamana—menjadikannya perempuan pertama dalam era modern Nusantara dan dunia Islam yang memegang jabatan setinggi ini.

Indonesian Heroine from Aceh Sultanate Kisah Keumalahayati, laksamana perempuan Aceh yang mengguncang Eropa. Dari tewasnya Cornelis de Houtman hingga surat dagang Ratu Elizabeth I.

Berdirinya Pasukan Inong Balee

Pasukan Inong Balee lahir dari tragedi perang. Ratusan perempuan Aceh kehilangan suami mereka yang gugur di lautan melawan Portugis. Keumalahayati, yang juga kehilangan suaminya dalam pertempuran melawan armada Portugis, merasa bahwa duka dan amarah ini harus diarahkan menjadi kekuatan.

Ia kemudian membentuk satuan khusus berisi janda-janda pejuang yang terlatih menggunakan senjata dan kapal. Inilah pasukan Inong Balee—pasukan perempuan pertama di Asia Tenggara yang terorganisir dengan struktur militer resmi.

Di bawah komando Keumalahayati, mereka mendirikan Benteng Inong Balee di kawasan Krueng Raya, Aceh Besar. Dari benteng inilah mereka mengawasi perairan Selat Malaka, melakukan patroli, dan menyerang kapal-kapal musuh. Kekuatan mereka segera ditakuti oleh Portugis, Belanda, dan pedagang asing yang mencoba memasuki wilayah Aceh tanpa izin.

Aceh War in Malacca Strait, Hayati and De Houtman

Kematian Cornelis de Houtman

Tahun 1599, dua bersaudara Belanda; Cornelis dan Frederik de Houtman, memimpin ekspedisi pertama VOC ke Aceh untuk membuka jalur rempah langsung. Namun, sikap Cornelis dianggap arogan, kasar terhadap pejabat Aceh, dan tidak menghormati protokol kesultanan.

Ketegangan meningkat ketika Cornelis menolak aturan perdagangan dan bersikap merendahkan Sultan Aceh. Konflik diplomatik berubah menjadi konflik fisik ketika pasukan Belanda melakukan tindakan provokatif di pelabuhan.

Sultan menyerahkan perkara keamanan maritim kepada Keumalahayati. Ia memimpin armada Inong Balee mengepung kapal Belanda dan melakukan serangan langsung. Dalam pertempuran jarak dekat di geladak, Cornelis de Houtman tewas oleh tombak Keumalahayati sendiri.

Frederik ditangkap dan dijadikan sandera, lalu dilepaskan hanya setelah Belanda membayar tebusan besar serta berjanji menghentikan tindakan provokatif terhadap Aceh.

Kabar ini mengguncang VOC. Bagi Eropa, kematian Cornelis oleh seorang komandan perempuan adalah tamparan besar dan memperlihatkan betapa kuatnya Kesultanan Aceh.

Reputasi yang Mendunia & Surat dari Elizabeth I

Kematian Cornelis membuat reputasi Keumalahayati meledak sampai ke Eropa. Berita ini menyebar melalui pelaut Portugis dan pedagang Arab yang sering berlayar di jalur Selat Malaka. Nama Malahayati kini identik dengan:
“Perempuan yang mampu mengalahkan armada Eropa dan menjaga pintu masuk Asia Tenggara.”

Ketika Inggris hendak memasuki Selat Malaka, mereka tak berani bersikap agresif seperti Belanda. Pada 1602, Ratu Elizabeth I mengirimkan surat resmi melalui ekspedisi James Lancaster. Isinya berisi permintaan izin berdagang dan jaminan hubungan damai—sebuah bentuk pengakuan atas kekuatan militer Aceh.

Keumalahayati memimpin negosiasi ini. Sikapnya yang tegas namun diplomatis membuat Inggris mendapatkan izin dagang, tetapi dengan syarat menghormati kedaulatan Aceh sepenuhnya.

Lancaster sangat terkesan dengan kecerdasan Keumalahayati dan stabilitas Aceh. Sekembalinya ke Inggris, Elizabeth I memberikan penghargaan knighthood kepada Lancaster karena keberhasilannya membuka hubungan dagang damai dengan Aceh, tanpa konflik militer apa pun.

Ini membuktikan pengaruh diplomasi Keumalahayati yang bahkan berdampak pada politik internal Inggris.

A letter from Elizabeth I to Keumalahayati

Warisan Keumalahayati dalam Sejarah Indonesia

Warisan Keumalahayati hidup hingga kini, tidak hanya melalui catatan sejarah tetapi juga berbagai penamaan yang mengabadikan jasanya. Salah satu yang paling terkenal adalah KRI Malahayati, kapal perang TNI AL yang dinamai untuk menghormatinya. Selain itu, Jalan Malahayati tersebar di Aceh dan beberapa kota besar Indonesia.

Universitas seperti Universitas Malahayati di Lampung juga mengambil namanya sebagai simbol ketangguhan dan kepemimpinan. Di Aceh, banyak sekolah dan lembaga pendidikan menjadikannya panutan emansipasi dan kepahlawanan perempuan.

Warisan terbesar Keumalahayati bukan hanya keberaniannya di medan perang, tetapi bagaimana ia menempatkan Aceh sebagai kekuatan maritim dunia pada masanya—hingga diakui kerajaan besar seperti Inggris.

Keumalahayati bukan sekadar tokoh perempuan dalam catatan sejarah Aceh; ia adalah simbol tentang bagaimana keberanian, kecerdasan, dan ketegasan dapat mengubah arus dunia. Dengan strategi militer yang brilian dan kemampuan diplomasi yang luar biasa, ia menjaga martabat Aceh sekaligus mengguncang dominasi Eropa di lautan.

Kisahnya mengingatkan kita bahwa sejarah tidak hanya dibentuk oleh kekuatan besar, tetapi juga oleh sosok-sosok luar biasa yang berani melampaui batas zamannya. Melalui warisan ini, Keumalahayati tetap menjadi inspirasi bagi generasi kini—bahwa kepemimpinan sejati lahir dari keberanian untuk mempertahankan kehormatan dan keadilan.

*****

Majalah Sunday, Teman Memahami Tips Belajar, Edukasi Seksual dan Kesehatan Mental

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 3