Majalah Sunday

Self-Diagnose Tren Gen Z: Solusi Cepat atau Jalan Buntu?

Penulis: Keira Santoso – SISNEJ

Di era digital yang serba cepat ini, fenomena diagnosis mandiri semakin marak di kalangan Gen Z. Istilah ini merujuk pada kecenderungan individu untuk mendiagnosis kondisi fisik atau mental mereka sendiri hanya berdasarkan informasi dari internet, media sosial, atau pengalaman pribadi, tanpa berkonsultasi langsung dengan profesional. Hal ini terbukti berbahaya dan dapat menimbulkan keraguan bagi mereka yang benar-benar memiliki kondisi tersebut.

Mengapa Self-Diagnose Populer di Kalangan Gen Z?

  • Akses Informasi yang Mudah
    Dengan sekali ketik di mesin pencari atau menonton video edukasi di TikTok, Gen Z bisa menemukan berbagai informasi medis secara instan.

  • Keterbukaan terhadap Isu Kesehatan Mental
    Gen Z dikenal lebih terbuka membicarakan kesehatan mental dibanding generasi sebelumnya. Mereka mencari label untuk menjelaskan perasaan cemas, stres, atau burnout.

  • Keterbatasan Akses ke Profesional
    Tidak semua orang memiliki akses mudah ke psikolog atau dokter, baik karena biaya maupun lokasi. Self-diagnose dianggap sebagai solusi praktis dan cepat.

Fenomena self-diagnose di kalangan Gen Z makin marak. Apa dampak positif dan bahayanya? Temukan jawabannya di sini.

Risiko dan Bahaya Self-Diagnose

  • Overthinking dan Kecemasan: Membaca gejala di internet sering kali membuat seseorang merasa memiliki penyakit serius yang sebenarnya tidak ada.
  • Salah Diagnosis: Tanpa pemeriksaan medis, kemungkinan besar diagnosis yang dibuat tidak akurat.
  • Menghambat Penanganan Tepat: Jika terlalu percaya pada hasil self-diagnose, seseorang bisa menunda konsultasi profesional sehingga memperburuk kondisi.

Sisi Terang dari Self-Diagnose

Meskipun banyak risikonya, selalu ada sisi positif dari Self Diagnosis. Tetapi, faktor-faktor positif ini biasanya muncul setelah dampak negatifnya.

  • Meningkatkan Kesadaran Diri: Membaca tentang gejala-gejala tertentu dapat membantu seseorang mengenali tanda-tanda awal masalah kesehatan. Namun, hal ini hanya efektif jika kondisinya dijelaskan dan dipahami dengan jelas oleh pembaca.
  • Mendorong Diskusi Terbuka: Fenomena ini membantu menormalkan percakapan tentang masalah kesehatan mental, sehingga mengurangi stigma. Hal ini juga dapat menyebabkan penyebaran kesalahpahaman yang lebih luas.
  • Menjadi Langkah Awal: Diagnosis diri terkadang dapat berfungsi sebagai pintu gerbang sebelum akhirnya mencari bantuan profesional.
Fenomena self-diagnose di kalangan Gen Z makin marak. Apa dampak positif dan bahayanya? Temukan jawabannya di sini.

Self-diagnose bukan sepenuhnya buruk, tetapi juga tidak bisa dijadikan pegangan mutlak. Informasi medis di internet sebaiknya diperlakukan hanya sebagai referensi awal, bukan sebagai vonis akhir. Penting pula untuk membedakan antara sekadar mencurigai adanya gejala dengan meyakini diri sudah sakit. Jika gejala yang dirasakan berlanjut atau sampai mengganggu aktivitas sehari-hari, langkah paling bijak adalah segera berkonsultasi dengan tenaga profesional agar mendapatkan penanganan yang tepat.

*****

Majalah Sunday, Teman Memahami Tips Belajar, Edukasi Seksual dan Kesehatan Mental

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 96