Majalah Sunday

Sebuah Cerpen - Pulpen dan Pengakuan Kakakku

Penulis: Atifah Zahirah

Bel istirahat telah berdering dan  terdengar sangat indah di telinga kaum pelajar. Ya, semua pasti pernah merasakan hal itu. Seluruh siswa berhamburan keluar kelas dan segera menuju kantin untuk membeli jajanan.

Tapi hal itu tidak berlaku bagi Rina, perempuan yang berpenampilan seperti kutu buku dan bahkan hampir tidak memiliki daya tarik. Dia hanya jatuh cinta pada buku pelajarannya, sehingga dia asik dengan dunianya sendiri.

Pulpen dan Pengakuan Kakakku

“Ah, aku harus ke toilet,” ucapnya.

Karena ia sangat terburu buru, tanpa disadarinya ia menjatuhkan sebuah pulpen miliknya yang berwarna biru muda tepat di depan perpustakaan.

“Bukan kah ini, ” ucap seseorang sambil mengambil pulpen tersebut. Kini ia hanya menatap ke arah Rina berlari, niat untuk mengejarnya di urungkan ketika ia melihat Rina masuk ke toilet wanita.

“Rin, dipanggil Pak Reno di perpustakaan,” kata Airin ketus.

“Ya, ada apa?” tanya Rina.

“Mana ku tahu,” balas Airin yang langsung pergi keluar toilet.

“Ah ya, seperti biasa,” gerutu Rina.

Saat ini Rina merasa sudah terbiasa akan sikap dari teman temannya. Ia tidak peduli apa yang dikatakan oleh temannya, selama ia berpegang teguh pada prinsipnya ‘just be myself‘ ia tidak akan mudah terpengaruh.

Rina pun segera pergi ke perpustakaan untuk menemui Pak Reno. Sesampainya di perpustakaan, ia harus mengisi buku pengunjung yang sudah disediakan di pintu masuk.

Pulpen dan Pengakuan Kakakku

“Satu.. Dua.. Tiga.. Empat.. Ah, sudah dua puluh tujuh kali aku mengunjungi perpustakaan dalam sebulan. Dan sekarang yang ke…,” ucap Rina menggantung saat ia menyadari pulpen yang ia bawa di sakunya tidak ada.

“Pulpenku kenapa tidak ada? Aduh, bagaimana ini !” paniknya.

“Sst, jangan berisik ini perpustakaan. Ada apa?” tanya seseorang sambil menghampiri Rina yang masih mencari pulpennya.

“Aku.. pulpenku hilang, dan sekarang aku harus menghadap Pak Reno. Tapi aku harus mengisi daftar tamu terlebih dahulu,” balas Rina tanpa melihat wajah orang tersebut.

“Ini, pakai ini saja. Omong-omong nama kamu siapa?”

“Ah terima kasih. Aku Rina, kelas 11 IPA 3, kamu?”

“Aku Arya, bisakah kamu menemaniku untuk keliling sekolah? Aku tunggu di taman,” kata Arya  yang langsung keluar dari perpustakaan dan meninggalkan Rina.

“Hei! Aku tidak janji denganmu!” Teriak Rina.

“RINA!”

“AAAAAAA!!!”

“Ada apa? Ini saya Pak Reno! Kamu ini ya, di perpustakaan teriak begitu. Kamu kan sudah tahu peraturan di sini,” omel Pak Reno.

“Maaf pak, ada apa bapak memanggil saya?”

“Kamu sudah isi daftar tamu belum? Kalau sudah diisi segera ke meja tamu, ada yang ingin saya berikan untukmu.”

“Ah, ya daftar tamu. Rina.. Sebelas ipa.. tiga,” eja Rina.

“Yup! Kita ke meja tamu, eh ini kan pulpenku? Kenapa bisa ada di tangan dia? Sudahlah.”

Rina pun segera menuju meja tamu yang tidak jauh dari pintu masuk. Ia melihat beberapa berkas yang sedang disusun oleh pak Reno.

“Pak ada apa?”

“Saya ingin memberikan kertas latihan untuk olimpiade. Kamu saya ikut sertakan dalam mata pelajaran kimia, tolong belajar dengan baik ya. Setelah ini saya ada rapat dengan guru lainnya, jadi besar kemungkinan istirahat akan diperpanjang. Saya permisi dulu,” ucap pak Reno.

“Baik pak terima kasih.”

Pulpen dan Pengakuan Kakakku

Rina pun keluar dari perpustakaan dan segera menuju taman, ia masih penasaran kenapa pulpen miliknya ada pada orang yang ditemuinya tadi.

“Cepat sekali kau datang.”

“Maaf barusan ada urusan dengan Pak Reno. Ayo cepat kita keliling sekolah,” ucap Rina sambil membolak-balikan kertas yang diberikan Pak Reno.

“Tidak usah, aku sudah tahu wilayah sekolah ini. Aku hanya ingin berbicara denganmu saja.”

“Oh ya? Ya udah aku mau ke kelas. Oh ya, kok pulpenku ada di tanganmu?”

“Karena aku tahu siapa pemilik pulpen itu.”

“Kenapa kamu tidak ambil saja pulpenku? Biasanya pelajar akan langsung mengambilnya dan tidak dikembalikan.”

“Karena pemilik pulpen itu adalah adikku sendiri.”

“Adik?” Tanya Rina yang langsung melihat wajah Arya.

“Kamu lupa?”

“Kakak? Ada apa ke sini? Kamu mau buat susah aku dan ibu lagi? Sudah cukup dengan kepergianmu yang begitu saja setelah kamu mengambil uang ibu! Untuk apa kamu kembali? Pergi saja!”

“Rina tunggu, kakak bisa jelaskan! Aku mengambil uang ibu untuk keperluan bisnisku, dan sekarang aku sudah sukses. Aku ingin membawamu dan ibu untuk ikut bersamaku. Soal aku mengambil uang ibu, sebenarnya ibu memberikannya untukku. Aku harap kamu mengerti, maaf aku baru memberitahu yang sebenarnya sekarang.”

“Kakak, kenapa kamu melakukan itu semua?”

“Karena kamu adikku satu satunya, kalau aku memberitahu yang sebenarnya sejak dulu pasti kamu akan melarangku.”

“Tapi itu yang membuatku benci padamu! Maaf selama ini aku selalu salah paham.”

“Ayo kita pulang, aku sudah izin pada gurumu.”

“Ah baiklah.”

Saat itu juga mereka pun segera pulang untuk menjemput ibu mereka.

“Kau tahu? Seberapa pun kamu benci padaku, aku akan selalu sayang padamu dan ibu. Aku sadar, aku memiliki tanggung jawab yang besar semenjak kepergian ayah.”

Pulpen dan Pengakuan Kakakku

“Terima kasih kak.”

*****

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 50