Penulis: Vanessa Mariana Nggebu – Universitas Pancasila
Kamu lagi asik selfie dan merasa keren setelah melihat foto selfie kamu, kira-kira itu termasuk self-love, bukan sih? Atau jangan-jangan justru narsistik? Mungkin pertanyaan ini sering terlintas di kepala Sunners, apalagi ketika akun media sosial kamu sering dipenuhi dengan postingan pencapaian pribadi orang lain, foto orang lain dengan filter yang menarik, atau postingan tentang teman kamu melakukan traveling ke luar negeri. Tapi sebenarnya, apakah semua itu benar-benar bentuk cinta pada diri sendiri atau justru tanda-tanda narsistik yang tidak kita sadari?
Di zaman yang serba digital ini, mengejar likes dan followers seringkali jadi standar nilai kebanyakan orang. Banyak remaja yang merasa harus selalu tampil sempurna, selalu terlihat bahagia, dan selalu jadi yang paling menarik. Padahal, di balik semua itu, bisa saja kita sedang beralih dari mencintai diri sendiri ke arah yang kurang sehat, yaitu narsistik.
Self-love adalah bentuk penghargaan terhadap diri sendiri. Ia tumbuh dari rasa penerimaan dan kasih sayang kepada diri, termasuk kekurangan dan kelebihan yang kita punya. Self-love membuat kita menjaga kesehatan fisik dan mental, menghormati batas privasi, dan tahu kapan harus berkata “tidak”.
Sedangkan narsistik, mengacu pada kondisi di mana seseorang memiliki perasaan berlebihan tentang kehebatan dirinya, haus validasi, dan kurang empati terhadap orang lain. Dalam psikologi, narsistik bisa menjadi bagian dari narcissistic personality disorder (NPD) jika sudah sangat ekstrem dan mengganggu fungsi sosial seseorang.
Sekilas, self-love dan narsistik memang terlihat mirip, yaitu sama-sama mencintai diri, suka tampil percaya diri, dan ingin dihargai. Tapi perbedaannya ada di niat dan seperti apa dampaknya.
Orang yang benar-benar mencintai dirinya nggak akan menjatuhkan orang lain untuk merasa unggul. Tapi orang yang narsistik cenderung membentuk citra yang sempurna demi mendapatkan validasi dan perhatian.
Remaja yang cenderung menunjukkan perilaku narsistik bisa mengalami beberapa dampak negatif, seperti:
Media sosial sering kali memperparah kesehatan mental karena memberi ruang tak terbatas untuk membangun persona yang disukai orang lain. Padahal, kalau semisalnya kita bisa melihat di balik layar, banyak yang sebenarnya merasa kosong, lelah, atau bahkan kesepian.
Biar nggak kebablasan, yuk kenali cara menumbuhkan self-love tanpa perlu merasa narsistik:
Mencintai diri sendiri itu penting, dan kamu berhak melakukannya. Tapi perlu kita sadari bahwa self-love yang sehat nggak akan membuat kita merasa paling hebat dari orang lain. Justru dari penerimaan diri yang tulus akan ada rasa rendah hati dan kepedulian yang bertumbuh besar terhadap lingkungan sekitar kita.
Yuk, mulai kenali perbedaan antara self-love dan narsistik. Kamu bisa belajar membangun hubungan yang sehat dengan dirimu sendiri, bukan berdasarkan validasi, tapi karena kamu tahu bahwa kamu layak disayangi, tanpa harus jadi sempurna di mata siapa pun.
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.