Majalah Sunday

Zoom Fatigue di Masa Pandemi Covid-19, Apa yang Menjadi Penyebabnya?

Tidak bisa dipungkiri bahwa pandemi Covid-19 masih belum berakhir dan kemungkinan masih terus terjadi sampai tahun yang akan mendatang. Bahkan, Covid-19 terus bermutasi dan menimbulkan berbagai macam kasus varian virus baru seperti virus korona varian Delta. Gejala yang disebabkan oleh varian tersebut sama halnya dengan gejala yang dialami sebagian orang yang terkena Covid-19. Sakit kepala, tenggorokan terasa sakit, demam, dan pilek termasuk ke dalam gejala virus korona varian delta.

Kasus varian baru Covid-19 telah menyebar di seluruh wilayah Indonesia dan telah mendominasi  Jakarta sebagai wilayah terbanyak yang terkena virus korona varian delta. Dikutip dari kompas.com, wilayah Jakarta ditemukan lebih dari 800 kasus yang terkena varian Delta tersebut. Untuk mengatasi lonjakan kasus varian baru Covid-19, pemerintah terus memberikan berbagai upaya agar varian baru dari Covid-19 tidak melonjak terlalu tinggi. Upaya pemerintah tersebut adalah dengan tetap menerapkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dengan menggunakan teknologi yang mendukung pembelajaran secara daring. Platform Zoom menjadi salah satu pilihan untuk mendukung kegiatan belajar mengajar karena lebih mudah untuk digunakan dalam pembelajaran secara daring.

Akan tetapi, pembelajaran jarak jauh yang sudah diterapkan selama hampir dua tahun menimbulkan perubahan perilaku dan psikologis pada pelajar. Setiap harinya, pelajar selalu menghadapi kegiatan daring dengan menggunakan berbagai macam platform pertemuan online. Kegiatan pembelajaran secara daring membuat pelajar menjadi lebih cepat jenuh, lelah, dan gelisah karena terlalu terpaku di depan laptop dan gawai masing-masing. Rasa cepat jenuh, lelah, dan gelisah terhadap kegiatan daring tersebut dinamakan sebagai gejala Zoom Fatigue. Walaupun bernama ‘Zoom’ gejala tersebut juga berlaku oleh beberapa platform pertemuan online seperti Google Meet, Skype, Webex, Microsoft Teams, dan platform layanan video lainnya yang digunakan sebagai kegiatan daring.

 

Zoom Fatigue, Sebenarnya apa, sih?

Selama pembelajaran secara daring, pernahkah Sunners merasa jenuh, lelah, dan cemas serta merasa tidak ingin mengikuti kegiatan secara daring lagi? Nah, gejala tersebut dinamakan sebagai zoom fatigue. Sebelum pandemi Covid-19, masyarakat melakukan pertemuan dan aktivitas sosial secara tatap muka dengan melakukan interaksi sosial  secara langsung. Namun, pandemi Covid-19 telah mengubah kebiasaan tersebut dengan memunculkan kebijakan untuk tetap belajar dan bekerja di dalam rumah secara daring atau virtual. Penelitian telah memprediksi bahwa masyarakat akan mengalami kelelahan pada otak karena terlalu banyak berinteraksi secara daring. Karena itulah istilah zoom fatigue muncul.

Zoom fatigue merupakan rasa cemas, lelah, jenuh, dan khawatir yang disebabkan oleh aplikasi konferensi video seperti Zoom, Google Meet, Skype, Webex, Microsoft Teams, dan platform layanan video lainnya. Dari kelihatannya, bekerja dan belajar secara daring  mungkin tidak terlalu banyak menguras tenaga  dan energi akan tetapi semenjak pandemi Covid-19 hampir setiap harinya, kita perlu melakukan interaksi secara daring dengan menggunakan layanan konferensi video. Interaksi dengan menggunakan layanan video yang dilakukan secara terus-menerus akan membuat seseorang menjadi jenuh dan lelah karena otak dipaksa untuk bekerja lebih keras.

Apa yang Menjadi Penyebab Zoom Fatigue?

 

  • Kehilangan komunikasi nonverbal

Ketika berbicara dengan seseorang, otak akan membaca, menerima, dan memahami komunikasi nonverbal seperti bahasa tubuh dan ekspresi wajah. Hal ini terkadang tidak disadari sebagian orang. Melalui kegiatan daring, seseorang akan sulit melihat komunikasi nonverbal tersebut sehingga tenaga yang dikeluarkan akan lebih banyak untuk menerka apakah komunikasi yang telah disampaikan dari seseorang dapat diterima dengan baik oleh lawan bicaranya.

  • Adanya jeda antara pembicara dengan lawan bicaranya

Dalam kegiatan belajar secara daring, tentunya diperlukan komunikasi dua arah  antara pembicara dengan lawan bicaranya akan tetapi seringkali ditemukan adanya jeda komunikasi sehingga proses belajar mengajar tidak maksimal.

“Mohon maaf, Pak suaranya tidak terdengar”

“Bisa tolong diulangi? Tadi suara kamu terputus-putus.”

Jeda komunikasi tersebut tentunya merusak irama komunikasi dan menyebabkan komunikasi menjadi tidak sinkron. Bahkan, jeda komunikasi juga sering memunculkan kesunyian atau awkward silence yang membuat komunikasi menjadi tidak nyaman. Persepsi yang ditimbulkan dari jeda komunikasi membuat seseorang memiliki anggapan bahwa lawan bicaranya kurang bersahabat dan tidak fokus dengan topik percakapan yang diajukan.

  • Mata menjadi lelah karena terlalu lama menatap layar

Terlalu sering menatap layar laptop atau gawai akan mengakibatkan stres pada mata yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman. Tidak hanya pikiran saja yang dapat memicu stres, indra pelinghatan pun bisa mengalami stres karena terlalu banyak beban yang diberikan. Stres mata tersebut terjadi ketika mata menjadi tegang dan lelah akibar dari menatap layar laptop atau gawai yang terlalu sering dilakukan. Selain itu, ketika melakukan konferensi video seseorang akan dipaksa untuk lebih fokus sehingga akan menatap layar digital yang lebih lama dari biasanya.

 

Penulis: Riva Destira Ramadhani

Universitas Negeri Jakarta

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Chat Now
Selamat Datang di Majalah Sunday, ada yang bisa kami bantu?