Penulis: Muhammad Dafa Anugrah – Universitas Negeri Jakarta
Luvenia, 2024
Senja telah berganti malam. Di balik layar komputer, Deva menatap monitor dengan tatapan penuh antusias. Dalam dunia nyata, kamar kecilnya yang sempit dipenuhi hanya oleh suara klik-klik mouse dan keyboard yang bergantian. Tetapi, tidak dengan di dunia Hearts of Luvenia, ia menjadi sosok player legendaris yang dikenal banyak orang: seorang pemain ranking 2 dengan ID Deva dari guild Mythical Fantasies. Di sana, dia punya keluarga yang selalu ada, orang-orang yang selalu membuatnya merasa diterima, hal yang jarang ia rasakan di kehidupan nyata.
Di dunia nyata, masalah keluarganya sulit dijelaskan—konflik yang membuatnya merasa tersisih dan sering mengunci diri di kamar. Dunia nyata adalah medan perang yang penuh ketidakpastian, tetapi dunia Hearts of Luvenia adalah tempat dia bisa menjadi dirinya sendiri, tanpa takut dinilai atau disalahkan.
Deva membuka daftar teman dalam gamenya, mencari nama yang sudah sangat akrab di matanya: Noir, ketua Mythical Fantasies, yang sudah dianggap kakak olehnya. Tidak lama, sebuah notifikasi muncul di layar.
Noir: “Deva, udah siap buat raid? Hydra dan Minny udah ada di lokasi. Ini event terbatas, kita harus coba kalahkan boss terakhirnya!”
Deva tersenyum dan menjawab cepat.
Deva: “Kapan aku pernah nggak siap, Noir! Ayo kita ke lokasi!”
Mereka berkumpul dan memulai misi bersama anggota guild lainnya. Di tengah-tengah raid, tiba-tiba ada pemain lain yang ikut membantu. Seorang sword master wanita dengan jubah putih dan lambang Lovers Destiny—guild rival yang terkenal sebagai guild yang penuh dengan pemain yang memiliki taktik luar biasa.
Deva terkejut saat melihat ID karakter itu: Nirvana.
Sebenarnya, Deva pernah mendengar tentangnya dari obrolan guild. Nirvana adalah wakil ketua Lovers Destiny, sosok yang jarang muncul tetapi disebut-sebut sebagai pemain kuat yang berada di ranking 8. Ia terkenal sangat pemalu. Malam itu, Deva memberanikan diri mengirim pesan.
Deva: “Halo, makasih ya udah bantu di sini! Aku jarang banget lihat kamu di map event kayak gini.”
Beberapa detik berlalu sebelum Nirvana membalas.
Nirvana: “Sama-sama, lagian… aku kebetulan lagi mau nyoba stage yang baru.”
Pembicaraan singkat itu adalah awal dari sesuatu yang terasa berbeda bagi Deva. Di balik layar, ada rasa penasaran yang perlahan muncul, perasaan yang baru kali ini ia rasakan sejak pertama bermain.
Setelah raid berakhir, Deva memutuskan untuk mengundang Nirvana berbicara di ruang obrolan pribadi. Mereka mengobrol hingga larut, berbagi cerita tentang alasan mereka masuk ke dalam dunia Hearts of Luvenia. Deva menceritakan sedikit tentang keluarganya yang rumit, tanpa terlalu dalam, dan Nirvana pun mengungkapkan bagaimana dunia game ini menjadi pelariannya dari tekanan orang tua yang selalu menuntutnya sempurna.
Malam itu, Deva merasa menemukan seseorang yang mengerti dirinya. Bukan hanya seorang teman main game, tetapi seseorang yang melihat sisi lain dari dirinya yang selama ini ia sembunyikan dari dunia nyata.
Ketika mereka akhirnya mengucapkan selamat malam dan log out, Deva menyadari sesuatu: dunia Hearts of Luvenia kini memiliki makna yang lebih dalam dari sekadar tempat untuk kabur dari kenyataan. Ini adalah awal dari perasaan yang tidak pernah ia duga, dan ia tahu, malam itu akan menjadi titik awal dari petualangan yang lebih seru dari pada sebelumnya.
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.