Majalah Sunday

Nella Fantasia (Bagian 4)

 

“Maksudmu mereka ada di sini?” Sunrise berbisik pelan pada sosok dengan tubuh berbulu harimau di hadapannya.

“Tidak tepat di sini,” Hann menunjuk bangunan yang sedari tadi menjadi sandarannya berdiri, “Tapi di dalam.”

“Oh?” Sunrise bisa merasakan detak jantungnya berpacu lebih cepat. Entah perasaan apa, tapi sepertinya bertemu dengan Iris membuatnya sedikit merasa antusias.

“Sepertinya bangunan ini adalah markas bagi para Iris…”

“Baiklah, ada lagi yang ingin kau sampaikan?”

“Penyelidikanku menghasilkan kalau Iris memiliki beberapa anggota, aku tak tahu jumlah pastinya, tapi ada tiga sosok yang mengepalai organisasi ini.”

Sunrise mengangguk paham menanggapi ucapan Hann, memberi tanda pada makhluk yang sekian senti lebih tinggi dari pada dirinya untuk tetap melanjutkan memberinya informasi.

“Kau yakin akan menemui mereka, Tuan Putri?”

“Aku yakin seratus persen!”

“Tiga sosok yang memimpin Iris adalah sosok manusia serigala, mungkin beberapa anggota lainnya juga sama.”

Sunrise sempat tertegun sejenak mencerna informasi yang baru saja masuk ke indera pendengarannya. “Aku akan tetap menemui mereka. Ini demi keberlangsungan Kerajaan Astro.”

Hann mengantarkan Tuan Putri ke dalam bangunan yang pengap. Mereka menaiki tangga yang terbuat dari bebatuan alam dingin. Ketika tiba di lantai dua, Sunrise dikejutkan dengan ruangan seluas dua puluh meter persegi yang disulap menjadi sebuah bar kecil. Ada pintu yang entah menuju ke ruang apa di pojok kanan.

Bar kecil ini adalah markas Iris.

Aroma rum bercampur cokelat memenuhi indera penciuman Sunrise. Ia sekarang percaya kalau laskar Iris ini berisi sekumpulan manusia serigala, sebab ia pernah disuguhi buku bacaan oleh Erik tentang para manusia serigala yang mengeluarkan aroma alami dari dalam tubuhnya. Masing-masing dari mereka mengeluarkan aroma yang berbeda. Wewangian yang masuk ke penciumannya ini entah milik siapa. Ada empat orang yang sedang duduk santai, namun ketika melihat Sunrise dan Hann di ujung tangga, mereka berubah menjadi waspada.

Sunrise lagi-lagi dikejutkan. Ia baru pertama kali melihat manusia serigala dengan mata kepalanya sendiri secara nyata. Di hadapannya berdiri dengan tegap empat sosok manusia, sempurna. Kaki rusanya yang tertutup oleh gaun panjang mendadak tidak bisa diam.

“Ada apa gerangan Tuan Putri yang terhormat menemui para rakyat kecil seperti kami?” sosok jantan yang mengenakan setelan berwarna putih tulang bersuara. Keempat dari mereka kini berdiri menghadap Sunrise.

Sunrise sempat merasa ciut, tetapi ia buru buru membangun lagi rasa percaya dirinya yang sempat runtuh. Tudung yang menutupi kepalanya kini ia lepas seutuhnya. Merapalkan kata-kata pembangkit semangat di dalam hati bahwa ia telah melakukan hal yang tepat untuk menemui Iris.

“Aku ingin menemui pemimpin kalian.”

Tepat setelah Sunrise menyelesaikan kalimatnya, pintu di pojok kanan ruangan itu terbuka. “Astaga, malam ini panas sekali, ya.”

“Medela—“

Ada semerbak aroma musky yang begitu kuat dan menusuk hidung Sunrise. Detik berikutnya, si Tuan Putri bersin dan membuat Hann yang berada di sampingnya beringsut sedikit menjauh.

Medela, Anjo, dan Enola yang baru saja keluar menyusun strategi di “markas di dalam markas” itu berhenti bersuara begitu melihat siapa yang mengunjungi rumah keduanya.

“Oh? Apakah Tuan Putri tersesat saat ingin kembali ke istana?” Medela berbicara pada empat kawannya yang sudah berada di bar lebih lama.

“Tidak, aku kemari memang bertujuan untuk menemui kalian.” Sunrise melemparkan senyumnya yang anggun kepada mereka semua yang berada di ruangan.

“Maaf, tapi bar ini tidak dibuka untuk umum,” Medela berjalan ke sisi kiri ruangan, menyalakan kipas angin tua yang dibawa oleh Anjo dari rumahnya. “Tuan Putri dan pengawalnya dipersilakan untuk kembali ke istana.”

“Aku bukan pengawalnya—“ Hann protes waktu dirinya disebut sebagai pengawal, padahal sebenarnya tidak buruk juga.

“Tapi aku benar-benar ingin bertemu dengan Iris… aku ingin kita bekerja sama.” Sunrise merapatkan kedua tangannya di depan dada.

“Tuan Putri tidak pantas memohon pada rakyat kecil seperti kami.” Anjo membuka mulutnya sembari menarik kursi untuk ia sendiri duduki.

“Kerja sama yang hanya menguntungkan bagi keluarga kerajaan maksudmu?” Enola bergabung dengan Anjo yang sudah duduk di kursi rotan. Ke-empat anggota Iris lainya kini juga kembali duduk dan menyibukkan diri mereka tanpa mempedulikan Sunrise.

“Aku butuh bantuan kalian karena kalau tidak…” Sunrise memainkan jahitan di sisi gaunnya, sedikit ragu untuk mengucapkan lanjutan dari kalimatnya, “Kerajaan Astro akan hancur.”

“Temui kami lagi di sini esok,” Medela melihat jam penanda waktu yang tergantung di dinding,

“Sekarang sudah larut, kau harus kembali ke istana sebelum pagar utama ditutup.”

***

“Kau memiliki divinasi?” Medela bertanya pada Tuan Putri setelah sosok yang kini berdiri di depan dengan gaun mewahnya bercerita perihal mimpi yang pernah datang menghampiri tidurnya.

“Aku juga tidak yakin…”

“Kau harus yakin, kalau tidak kami tidak akan membantumu sebab hanya akan berakhir sia-sia.”

“Tapi tidak ada salahnya mencegah kan? Tolong bantu aku. Mimpi ini telah menjadi beban selama beberapa hari, dan waktu terus berjalan.” Sunrise mendekat ke arah Medela dan sekawanannya. Si Tuan Putri lagi-lagi bersin begitu aroma musky tercium oleh hidungnya yang sensitif.

“Semalam, setelah Tuan Putri kembali ke istana, kami sempat berunding.” Kini sosok jantan bernama Anjo yang bersuara.

“Apa pun yang kalian minta sebagai imbalan, aku akan coba usahakan. Kau ingin uang? Katakan saja berapa dinar?” Sunrise duduk di satu kursi yang kosong yang memang khusus disediakan untuknya.

“Imbalan kami lebih berharga ketimbang ratusan keping dinar, Tuan Putri.” Enola menenggak satu gelas minuman hasil olahan tebu yang baru, markas mereka, hasilkan.

Sunrise sempat ragu mendengar perkataan gadis dengan rambut panjang sepinggang yang hari ini dikuncir kuda. “Katakan saja.”

“Kami ingin, kalian, para keluarga kerajaan setidaknya memikirkan kerabat kami yang menjadi tahanan di Kerajaan Moon.” Medela bersuara dengan tegas, “Akan sangat bagus kalau kalian membantu kami untuk membebaskan para prajurit itu.”

“Sejujurnya aku dilarang untuk mengatakan ini kepada siapapun, tapi kurasa kalian harus tahu.” Sunrise memainkan jemarinya di atas meja, pertanda ragu.

“Tahu apa?” salah satu anggota Iris yang Sunrise tidak ketahui namanya kini membuka mulutnya untuk pertama kali.

“Kalau sebenarnya kerajaan tidak sepenuhnya lepas tanggung jawab perihal para prajurit yang saat ini menjadi tahanan.”

“Apa maksudmu?” Medela tidak memercayai sepenggal informasi yang baru saja didengarnya.

“Kami mengirimkan beberapa mata-mata ke Kerajaan Moon, tapi tidak sekali duakali para mata-mata itu lupa akan tugasnya dan mengkhianati kami. Aku kurang tahu perkembangan terakhirnya, aku hanya ingin kalian tahu bahwa sebenarnya, kami tidak melupakan mereka yang menjadi tahanan di kerajaan seberang.”

“Bohong!” Enola meninggikan suaranya.

“Aku berkata jujur!” Sunrise pun terbawa suasana, “Aku sejujurnya sudah muak melihat para rakyat yang tidak lagi menaruh percaya pada keluarga kerajaan. Tapi kami benar-benar melakukan usaha terbaik kami sampai saat ini.”

Satu ruangan bar menjadi hening. Berkutat dengan pikiran masing-masing.

“Lantas apa rencanamu Tuan Putri?” Anjo membuka percakapan kembali setelah beberapa menit.

“Aku mendengar kabar kalau Kerajaan Moon akan mengadakan pesta dalam tiga hari kedepan. Keluarga kerajaan tentunya diundang. Aku ingin sebagian dari kalian menemaniku untuk pergi ke pesta.” Sunrise kembali berdiri dan menjadi pusat atensi, “Tentunya dalam keadaan
menyamar.”

….bersambung ke part 5

Ditulis oleh: Siti Hutami Mahmudah, UNJ

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Chat Now
Selamat Datang di Majalah Sunday, ada yang bisa kami bantu?