Penulis: Salwa Sabina Hafshah – SMP Negeri 205 Jakarta
Ilustrator: Dzaki Pandu A – SMP Negeri 205 Jakarta
DI Gracia High School, para siswa tengah heboh membicarakan sebuah rumor yang beredar luas di kalangan mereka. Rumor itu berkaitan dengan Gedung A, salah satu dari dua gedung sekolah yang berdiri berseberangan. Dahulu, gedung itu beroperasi seperti biasa, digunakan untuk kegiatan belajar-mengajar. Hingga suatu hari, sekolah memutuskan untuk menutupnya secara tiba-tiba; tanpa ada pengumuman resmi, tanpa ada alasan yang jelas. Yang lebih aneh lagi, sekolah melarang keras para siswa untuk memasuki gedung tersebut.
Keputusan itu tentu saja menimbulkan banyak pertanyaan. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa gedung itu harus ditutup secara mendadak? Berbagai teori dan spekulasi pun bermunculan. Ada yang mengatakan bahwa gedung itu sudah terlalu tua dan tidak layak pakai, tetapi ada juga yang meyakini bahwa sesuatu yang mengerikan telah terjadi di sana.
Namun, di tengah hiruk-pikuk gosip yang beredar, ada tiga siswa yang justru tidak terlalu peduli dengan rumor itu. Ialah Jayden, Varen, dan Kenzo. Mereka bertiga adalah teman dekat yang sering menghabiskan waktu bersama di atap sekolah. Bagi mereka, desas-desus tentang gedung tua itu hanya sekadar cerita murahan yang dilebih-lebihkan untuk menakut-nakuti.
*****
Tetapi, hari ini berbeda. Entah mengapa, Kenzo merasa tertarik untuk menyelidiki kebenaran di balik rumor tersebut. Ada satu cerita yang benar-benar membuatnya penasaran—kisah tentang seorang siswa laki-laki yang bunuh diri dari atap gedung tua itu.
Saat bel pulang berbunyi, Kenzo langsung mencari Jayden dan Varen yang sedang bersantai di rooftop. Dari tempat mereka duduk, gedung tua itu tampak sepi dan suram, seolah menyimpan rahasia kelam yang tak ingin terungkap. Dengan niat mengusili teman-temannya, Kenzo tiba-tiba mengeluarkan tawa menyeramkan.
“HUAHAHAHA!!”
Jayden yang terkejut sontak menoleh dan menemukan Kenzo jongkok di belakangnya dengan wajah meledek.
“Gila lu, Zo! Ngagetin aja!” umpat Jayden sambil memukul lengan Kenzo.
Kenzo hanya tertawa puas sebelum akhirnya menyampaikan niatnya. Ia ingin masuk ke dalam gedung tua itu malam ini.
“Ada yang bunuh diri di sana, Bro. Gue penasaran. Lo berdua harus temenin gue,” kata Kenzo dengan nada membujuk.
Varen yang memang lebih penakut langsung menolak mentah-mentah. “Kalau ada setannya gimana?!” ucapnya panik.
Kenzo mencibir. “Aelah, takut amat! Gak ada setan, kali.”
Jayden, yang lebih santai, justru menimpali dengan nada bercanda, “Kalau ada, kita ajak ribut aja.”
Setelah diskusi panjang, akhirnya mereka bertiga memutuskan untuk pergi ke gedung itu. Malam ini, mereka tidak akan pulang. Saat semua siswa meninggalkan sekolah, mereka akan bersembunyi di rooftop hingga suasana benar-benar sepi.
WAKTU menunjukkan pukul enam sore. Matahari telah tenggelam, meninggalkan bayangan panjang yang semakin menambah kesan menyeramkan pada gedung tua itu. Dengan hati-hati, mereka turun dari rooftop dan berjalan mengendap-endap menuju gedung A.
Sesampainya di depan pintu masuk, mereka terdiam. Mata mereka tertuju pada garis polisi kuning yang melintang di depan pintu. Tidak ada yang berani melangkah lebih dulu.
“Beneran kita masuk?” Varen bertanya dengan suara bergetar.
Kenzo dan Jayden saling bertukar pandang sebelum akhirnya mengangguk. Mereka telah sampai sejauh ini, tidak mungkin mundur sekarang. Dengan Jayden di depan, Kenzo di tengah, dan Varen di belakang, mereka perlahan mendorong pintu tua itu. Suara ‘kreekkk’ terdengar nyaring saat engsel pintu yang berkarat bergerak karena sudah lama tidak digunakan.
Begitu masuk, mereka langsung disergap oleh suasana yang gelap dan sunyi. Hanya cahaya dari senter Jayden yang menerangi langkah mereka.
Mereka berjalan menyusuri lorong menuju tangga. Tujuan mereka jelas: menuju ke atap.
Saat menaiki tangga menuju lantai dua, perasaan aneh mulai menyelimuti mereka. Udara di sekeliling terasa lebih dingin dan suasana semakin mencekam. Saat melangkah melewati salah satu ruangan, mereka tiba-tiba berhenti.
Suara langkah kaki.
Itu bukan langkah mereka.
Terdengar jelas, langkah sepatu sekolah menghentak lantai secara berirama. Jayden menoleh ke arah Kenzo, Kenzo melirik ke arah Varen, dan Varen… wajahnya sudah pucat pasi.
“Ada yang aneh….” gumam Varen dengan suara lirih.
Mereka memang datang bertiga. Tapi entah kenapa, Varen merasa ada orang lain di belakangnya.
Dengan perlahan, Jayden menunduk, melebarkan kakinya, dan mengintip ke belakang lewat celah kakinya. Kenzo mengikuti. Tapi ketika giliran Varen yang melakukannya, ia membeku.
Ia melihatnya.
Sosok laki-laki dengan seragam sekolah yang sama seperti mereka.
Merangkak.
Kepalanya hancur, darah mengalir dari tengkoraknya yang retak, matanya melotot lebar.
Varen gemetar. Bibirnya bergerak, tetapi tidak ada suara yang keluar.
Jayden menyadari keanehan itu. “Ren… lo lihat sesuatu?” tanyanya pelan.
Varen tidak menjawab. Dengan suara gemetar, ia hanya berkata, “Pergi… Gue bakal di sini.”
Jayden dan Kenzo panik. Mereka tahu sesuatu yang buruk sedang terjadi.
Tapi terlambat, sosok itu menerkam Varen.
Kepala Varen dihantam ke dinding berulang kali hingga tengkoraknya retak dan otaknya keluar. Teriakannya menggema di seluruh penjuru gedung, lalu terhenti dalam sekejap.
Jayden dan Kenzo membeku.
Tanpa pikir panjang, Jayden berteriak, “LARI!”
Mereka berdua langsung berlari secepat mungkin. Kenzo yang berada di belakang tiba-tiba merasakan tarikan kuat di kakinya. Ia jatuh. Jayden hanya sempat menoleh sekilas sebelum memutuskan untuk terus berlari.
Kini, Jayden sendirian.
Ia mencapai lantai dasar dan segera mencari jalan keluar. Tetapi, langkah kaki itu kembali terdengar.
“Kamu dan semua murid harus mati….”
Suara itu datang dari belakangnya.
Jayden menahan napas, bersembunyi di dalam sebuah lemari tua. Ia bisa mendengar sosok itu berjalan mendekat, mencari dirinya.
Beberapa menit berlalu. Suasana kembali hening.
Jayden mengintip perlahan.
Kosong.
Ia menghela napas lega dan keluar dari lemari. Namun saat hendak mencapai pintu keluar—
Langkah kaki itu kembali terdengar.
BERLARI.
MENUJU KE ARAHNYA!
Jayden berlari sekencang mungkin. Ketika ia melewati pintu, sosok itu berhenti mengejarnya.
Ia berhasil selamat.
*****
KEESOKAN harinya, Jayden menceritakan semua kejadian semalam kepada orang tuanya. Pihak sekolah memeriksa gedung tua itu dan menemukan mayat Kenzo dan Varen dalam kondisi mengenaskan. Kejadian ini membuat sekolah akhirnya memutuskan untuk meruntuhkan Gedung A dan menutup Gracia High School selamanya.
Jayden, yang mengalami trauma berat, menjalani pengobatan mental. Butuh waktu lama baginya untuk kembali menjalani kehidupan normal.
Tetapi, meskipun bertahun-tahun telah berlalu—ia tidak pernah bisa melupakan malam itu.