Majalah Sunday

Kekacauan yang Membawa Keberuntungan

Setiap manusia pasti memiliki suatu kelebihan yang dapat menguntungkan dirinya.Namun sebagai makhluk yang tidak sempurna, manusia juga mempunyai sisi lemah yang pada suatu waktu dapat muncul dan memperburuk dirinya. Akan tetapi, kelemahan yang dimiliki seseorang bisa menjadi sebuah kelebihan juga baginya, yang dapat membawa keberuntungan padanya, dan mungkin pada orang lain.

Changming tidak akan pernah menyetujui kalimat terakhir tersebut. Ia tidak habis pikir dengan apa yang membuat dirinya menjadi pribadi yang sangat ceroboh. Ia pun tidak pernah menganggap bahwa sifat teledornya ini akan membawa keberuntungan untuk dirinya, apalagi orang lain. Kecerobohan merupakan kelemahan terbesar yang melekat kuat pada pribadi pemuda itu, dan sampai sekarang, ia tidak tahu bagaimana cara menghilangkan salah satu sifat buruknya tersebut.

Terkutuklah, kedua tangan sialannya itu.

Ia pernah menumpahkan minuman milik kakaknya, ia pernah tergores cutter ketika sedang memotong kardus, ia pun pernah menjatuhkan tumpukan buku tugas satu kelasnya saat dalam perjalanan ke kantor guru. Changming juga sering mematahkan penggaris miliknya dan milik temannya, bahkan selalu menjatuhkan alat tulis ketika ujian harian berlangsung, sampai dirinya dikira menyontek dengan cara menjatuhkan barang-barang di meja sebagai kodenya. Padahal, segala insiden tersebut merupakan bentuk ketidaksengajaan. Ia tidak mengharapkan semua hal itu terjadi, tapi sepasang tangan
payahnya itu akan selalu melakukannya tanpa disadari olehnya.

Sekali lagi, terkutuklah, kedua tangan sialannya itu.

Tidak, Changming tidak berharap semoga ia tidak memiliki tangan sama sekali. Lakilaki itu bersyukur karena dirinya dilahirkan dengan tubuh yang sempurna tanpa cacat, tapi ia hanya heran saja dengan sepasang tangannya yang selalu menyebabkan masalah baginya dan orang lain. Orang tuanya, kakaknya, teman-temannya, bahkan wali kelasnya selalu
berkata kepada pemuda bersurai kecokelatan itu, “Kalau kamu ceroboh, lain kali harus lebih berhati-hati.”

Changming sudah berhati-hati, tapi tetap saja ada hal buruk yang terjadi. Kalau bukan diri sendiri yang terkena getahnya, ya orang lain.

Seperti yang terjadi sekarang ini. Saat itu adalah hari Minggu, di mana Changming dan kakaknya, Chanhi, sedang menuntaskan tugas masing-masing di dalam kamar mereka. Si sulung mengerjakan tugas kuliah, dan si bungsu mengerjakan tugas sekolah. Chanhi terlihat sedang membuat sebuah lukisan dengan menggunakan cat air, dan Changming, yang berada di samping kiri sang kakak, tengah kesulitan menyelesaikan soal-soal matematika. Sang adik ingin meminta tolong padanya, namun melihat kakaknya yang sedang tidak bisa diganggu, ia mengurungkan niat tersebut.

Tiba-tiba, Chanhi bangkit dari kursinya, lalu menoleh ke arah Changming yang sedang melototi dia. Ya, pemuda yang setahun lebih muda dari kakaknya itu sempat terkejut dengan suara decitan kursi yang cukup keras tadi. Saking kagetnya, kedua mata bulatnya sampai terbuka sempurna.

“Hihihi, melototnya lucu, jadi mirip tupai gitu,” celetuk si sulung.

Kalimat tersebut direspon oleh Changming dengan sebuah pukulan kencang di lengannya, “Namanya juga kaget, kak!”

Chanhi tertawa, kemudian bertanya kepadanya, “Aku ingin ke dapur, mau cari camilan. Apa kau mau juga?”

“Hmm… Boleh. Titip keripik ya, hehehe.”

Kakaknya yang memiliki surai hitam itu hanya menganggukkan kepalanya sekilas, kemudian berjalan keluar kamar. Sebelum ia memegang kenop pintu, Chanhi memberi pesan singkat tapi terdengar seperti peringatan keras bagi Changming.

“Jika kau butuh buku catatan matematika punyaku, ambil saja. Tapi jangan memberantakan barang-barangku di meja, terutama gelas itu. Awas saja, ya!”

Changming bingung, dari mana Chanhi tahu jika adik kesayangannya ini sedang kesusahan mengerjakan soal matematika?

“Ah, lupakan. Itu tidak penting, yang penting aku harus berhati-hati. Iya, berhati-hati,”ucap Changming pelan kepada dirinya sendiri.

Pemuda itu terus menggumamkan kata “hati-hati” sembari mengambil buku catatan milik Chanhi yang berada di meja belajar. Sayangnya, barang itu berada di dalam tumpukan buku-buku catatan lainnya, sehingga ia harus mencarinya terlebih dulu. Tepat di depan tumpukan tersebut, berdiri sebuah gelas kecil yang menampung air untuk mencuci kuas. Tidak jauh dari keberadaan benda berbahan kaca itu pula, terdapat sebuah kertas khusus untuk melukis, yang di atasnya telah dibubuhi goresan-goresan tipis dari pensil dan beberapa warna dari cat air.

Jika Changming tidak ingin membuat insiden dengan sepasang tangan “sial” miliknya,seharusnya ia bisa memindahkan gelas tersebut ke tempat yang lebih aman agar dapat memudahkan dirinya untuk mengambil buku catatan yang dicarinya. Hanya saja, ia terlalu berfokus dengan cara menarik benda itu dari dalam tumpukan buku tanpa menyenggol barang apapun. Alhasil, ketika pemuda bersurai kecokelatan itu berhasil mendapatkan buku catatan yang diinginkannya, tangan kirinya tidak sengaja mengantuk gelas kecil tersebut, membuat benda berbahan kaca itu bergeser, kemudian jatuh dan menumpahkan isinya. Malangnya, air tersebut mengenai lukisan yang sedang dikerjakan oleh Chanhi. Memang tidak banyak, tapi tetap saja kena.

Changming panik saat melihat sedikit kekacauan yang dibuat akibat kecerobohannya, jadi ia buru-buru menyelamatkan buku catatan matematika milik kakaknya dengan melemparnya ke arah tempat tidur, lalu mengambil gelas tersebut. Bagian terburuknya adalah, saat gelas itu sudah berada di genggamannya, tiba-tiba langsung meluncur begitu saja dari tangan kanannya, jatuh ke lantai hingga menimbulkan suara pecahan yang nyaring.

Tangan kirinya membuat air tumpah dalam wadah tersebut, dan tangan kanannya membuat gelas yang malang menjadi tak berbentuk. Lengkap sudah, perbuatan kedua tangan sialannya itu.

“Aish! Kenapa bisa begini, sih?”

Changming tahu, kakaknya pasti akan mendengar suara pecahan itu dan segera berlari ke arah kamar mereka. Maka dari itu, ia bergegas untuk membereskan kekacauan yang diperbuatnya, dimulai dari membereskan beling-beling yang berserakan di lantai. Ia memungut bagian yang paling besar terlebih dulu, lalu mengumpulkannya di satu titik yang sudah ditentukannya. Namun lagi-lagi, sifat teledor yang kelihatannya sudah mengakar kuat pada pemuda itu tidak membiarkannya untuk selamat dari insiden kecil yang sudah diciptakannya. Benar, jari-jari tangannya tidak sengaja terkena pinggiran beling kaca yang tajam, sehingga bercak kemerahan mulai terlihat di mana-mana.

Tanpa aba-aba, pintu kamar terbuka begitu saja, menampilkan wajah Chanhi yang terlihat khawatir. Dia langsung menjatuhkan dua bungkus keripik dari pelukannya setelah melihat keadaan kamar yang cukup berantakan, terutama di wilayah meja belajarnya.

“YA ASTAGA, CHANGMING!!!”

Si sulung berjalan cepat menghampiri si bungsu yang sedang berjongkok di dekat kursi sambil menatapnya dengan raut ketakutan. Chanhi melihat ke arah Changming, lalu menoleh ke pecahan kaca di lantai, kemudian ke lukisannya yang menjadi tugas kuliahnya itu. Dia berteriak kaget, lantaran kertas yang sedang digunakannya kini terdapat bercak air berwarna oranye di pojok kanan atas, membasahi hampir seperempat dari permukaannya. Untung, air tersebut tidak mengenai objek yang sedang diwarnai olehnya. Namun tetap saja, noda besar itu mengacaukan ide yang sudah disusunnya dengan susah payah.

“Changming! Sudah kubilang kan, untuk tidak memberantakan barang-barangku di meja? Pasti kau tidak hati-hati saat mengambil buku catatanku, bukan? Ah, harusnya kau ikut saja turun ke dapur denganku, dan tidak membiarkanmu untuk mengambil bukunya sampai aku kembali! Jika tidak, pasti tidak akan terjadi hal seperti—eh, tunggu dulu.”

Ocehan Chanhi terhenti begitu saja. Pemuda bersurai hitam itu melirik kembali ke arah lukisannya yang terkena tumpahan air tadi, memandangnya lama, sampai tiba-tiba kedua matanya terbuka lebar, pun dengan mulutnya. Dia sontak menatap Changming dengan berbinar-binar, hingga yang ditatapnya merasa kebingungan.

“Emm… Kak Chan, kenapa?”

“Hei, Changming, tumpahan air ini memberikanku ide cermelang untuk lukisan ini! Aku pasti akan mendapat nilai bagus untuk tugasku kali ini! Oh astaga, terima kasih, Chang! Aku jadi tidak perlu membuatnya dari awal!” seru si sulung dengan senang.

Changming masih menatap Chanhi bingung. Demi apapun, sepasang tangan payahnya itu telah membuat karya milik kakaknya menjadi rusak, tetapi dia malah berterima kasih padanya?

“Be… benarkah?”

“Tentu saja! Sudah berhari-hari aku tidak mendapatkan ide, sampai tadi aku hanya menggambar asal. Tapi kau, dengan menumpahkan air ke kertas ini saja, memberikanku ide yang keren! Terima kasih, Chang, sungguh!”

Sang adik perlahan tersenyum setelah mendapat pujian dari sang kakak. Sebenarnya, Changming sudah takut setengah mati karena pasti akan diomeli panjang lebar oleh Chanhi. Akan tetapi, pemuda yang setahun lebih tua darinya itu hanya mengoceh sebentar, dan tiba-tiba berterima kasih padanya. Ia jadi senang, ternyata sewaktu-waktu kelemahannya dapat membawa keberuntungan bagi orang lain. Iya, Changming merasa senang, tapi…

“Tapi bukan berarti aku akan berhenti mengomelimu, ya! Lihat kekacauan yang kau perbuat! Aaargh! Sudah gelasnya pecah, tanganmu berdarah lagi! Aku jadi harus ikut membereskannya, kan! Sini, aku obati jari-jarimu sekalian!”

Chanhi tetap memarahinya, membuat senyum cerah Changming sirna dalam sekejap, tergantikan dengan bibir yang dimanyunkan. Ia pasrah saja saat kakaknya menarik kedua tangannya, memeriksa apakah luka-lukanya parah, kemudian mengelap darah yang masih mengalir dengan selembar tisu yang entah dari mana datangnya.

“Hah… Untung wajahmu tampan. Jika tidak, kau pasti dirundung habis-habisan oleh teman sekelasmu karena sifat cerobohmu itu!” sarkasnya, “ingat, lain kali harus lebih ekstra hati-hati!”

Mungkin suatu kelemahan bisa membuahkan secuil keberuntungan, tapi tidak selamanya bisa seperti itu. Kelemahan bukan sesuatu yang dapat dibanggakan, maka dari itu penting untuk bisa mengubahnya menjadi sebuah kelebihan pada diri sendiri.

NOTE: Cerpen ini pernah diikutsertakan dalam Lomba Menulis Cerpen Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh komunitas Literasi Bangsa.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Chat Now
Selamat Datang di Majalah Sunday, ada yang bisa kami bantu?