Sean itulah nama panggilanku di sekolah, aku sendiri merasa tidak terlalu pintar dan tidak bodoh juga, aku bersekolah di SMK negeri.
Pertemuanku dengan dia memang saat pendaftaran murid baru di sekolah kami, dan mulai saat itu aku tak bisa melihat cewek lain yang secantik dia, saat itu aku berharap dia dan aku bisa satu kelas nantinya saat sudah diterima menjadi murid baru.
Setelah kita mulai tahun ajaran baru saat yang kutunggu yaitu saat perkenalan, benar juga ibu guru menyuruh kita untuk maju dan berkenalan, satu persatu murid pun maju untuk mengenalkan dirinya, dan pada saat giliran dia aku tak berhenti untuk memandang wajah yang dihiasi senyum malu-malunya sangat manis dan membuatku seperti melayang saja, dan setelah dia berkenalan dan ternyata namanya Xavira Alana nama itu susunannya hampir seperti namaku aku pun berkhayal mungkin aku bisa jodoh dengan dirinya.
Sejak saat itu aku mencoba untuk selalu dekat dengan dirinya mulai sekedar bertanya tentang pelajaran ataupun tentang dirinya, aku rasa dia juga merasakan kalau aku ingin selalu dekat dengan dirinya, setelah aku merasa kalau aku sudah bisa mendekati dirinya dia pun sudah menganggapku seperti teman perempuannya sendiri.
Setelah lama berlalu aku mulai menunjukkan perasaanku yang sebenarnya terhadap Xavira, untuk awalnya aku sedikit ragu untuk mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya kepada dirinya.
Tapi aku masih takut untuk mengungkapkan perasaanku, aku khawatir kalau Xavira malah bisa menjauhiku, padahal aku sudah nyaman dengan seperti ini, walaupun tidak ada hubungan kasih tapi aku sudah cukup merasa nyaman bila ada didekatnya, dan aku takut hal ini hilang karena aku mengungkapkan perasaan yang sebenarnya.
Hari hari di sekolah akhir akhir ini aku lebih memilih untuk menyendiri dulu, sampai sampai teman sebangku bilang, “lu kesambet ya sean, apa lagi patah hati?”, katanya sambil tertawa puas mengejekku, untuk saat ini aku masih menyendiri memikirkan perasaan yang ingin kusampaikan ini, di satu sisi aku sudah nyaman bisa selalu ada di dekat Xavira, di sisi lain aku tak sanggup melihat bila Xavira menjalin hubungan pacaran dengan orang lain.
Sampai akhirnya Xavira menghampiriku saat aku berada di dalam kelas dan dia mengatakan “Kamu ngapain Sean diem aja di kelas? Sendirian lagi,” aku menjawab dengan agak gugup “Gak papa Xavira aku lagi ga enak badan aja.” Erin pun mencetus, “Ayo temenin aku makan di kantin, dari pada diem aja di kelas.” Aku pun hanya bisa mengiyakan saja.
Setelah sampai di kantin dia langsung pesan makanan yang memang dia sudah tau makanan kesukaanku di kantin.
Xavira pun menanyakan “Yang biasanya kan, Sean?” Aku menjawab “Iya, Xavira kamu kan dah sering makan sama aku di sini!” Xavira hanya membalas “Oke Sean yang jelek,” sambil melet ke arahku.
Sebelum pulang aku menghampiri Xavira dan mengingatkannya “Nanti sore jangan lupa ya Xavira kita piknik di taman kota!” Dia hanya menjawab, “Heem Sean, aku inget kok,” dengan wajah dihiasi senyum manisnya
Setelah kita selesai makan, Aku dan Xavira kembali ke kelas.
Jam pun sudah menunjukkan pukul 2 Siang, di dalam hati aku bergumam “Kok belum bunyi juga bell pulangnya?”. Akhirnya bell pulang terdengar, aku segera pulang untuk janjian dengan Xavira.
Sesampainya di rumah aku masih bingung, apakah aku nanti berani mengungkapkan perasaanku ini, namun setelah aku pikir-pikir lagi aku harus berani mengungkapkan perasaanku ke Xavira.
Kemudian aku segera mandi dan bersiap-siap untuk menjemput Xavira di rumahnya.
Perjalan ke rumah Xavira tidak terlalu jauh jika naik motor 10-15 menit sudah sampai, setelah sampai di rumah Xavira langsung mengetuk pintu rumah “Dok.. dok.. dokk… Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam,” sahut dari dalam dan segera membukakan pintu, ternyata itu kak Febie, kak Febie adalah kakak kandung dari Xavira yang sudah kuanggap seperti kakakku sendiri, “Eh Sean, cari Xavira ya?”
“Iya kak”
“Masuk dulu gih tak panggilin Xavira dulu.”
“Iya kak, Sean tunggu di luar aja.”
“Oh ya udah tak panggilin dulu ya.”
Tidak sampai sepuluh menit Xavira sudah keluar dan berkata “Lama ya Sean yang nunggu? Maaf ya,”
“Gapapa kok Xavira kalau nunggu kamu sampe besok juga gapapa,” celotehku sambil tertawa. Xavira hanya menatapku dengan senyuman manisnya, “Oh iya pamit dulu sama kakakmu.”
Xavira pun berteriak “Kak aku sama Sean pamit dulu ya!”
“Iya, ati-ati ya.”
Dan aku pun segera menghidupkan sepeda motorku dan langsung tancap gas menuju ke taman kota.
Perjalanan ke taman kota memang cukup jauh mungkin butuh waktu 1 jam jika menggunakan sepeda motor.
Saat di tengah perjalanan Xavira mengajak untuk mampir sebentar ke sebuah minimarket.
“Sean di depan ada minimarket nanti mampir dulu ya, mau beli minum sama camilan,” aku jawab “Siap Boss.”
Setelah selesai membeli minum dan camilan kita langsung meneruskan perjalanan.
Setelah sampai di taman kota kita langsung menuju tempat biasa untuk menikmati jingganya langit di kala matahari akan berganti dengan bulan. Dan saat itu aku mulai membuka pembicaraan, “Xavira, udah lama ya kita gak liat sunset bareng di taman kota”, “Iya Sean aku juga udah kangen banget sama momen momen ini”, “Oh iya Xavira aku mau curhat boleh ga?”, “Boleh aja, emang curhat masalah apaaan?, masalah cewek ya?”, “kamu tau aja”, “iyalah memang masalah apalagi, dari kemaren aja aku liat kamu galau terus”.
“Gini Xavira aku kan suka sama cewek tapi aku takut untuk mengungkapkannya”, “Emang takut kenapa, takut ditolak ya?”, dia malah menggodaku terus, “Engga lah, aku takut kalo dia malah jauhin aku, aku udah nyaman bisa selalu dekat dengan dia walaupun hanya sebatas sahabat saja”, “Memang orangnya gimana ron?”, “Dia itu cantik, baik dan bagiku dia adalah cewek yang aku sukai sejak kita masuk ke SMK, aku selalu teringat dengan senyum manisnya dan sikapnya yang manja”, “Kenapa engga coba kamu ungkapin aja perassaan itu”, “Tadi kan aku dah bilang aku takut kalo dia malah ngejauhin aku”, “Kalo gak dicoba mana bisa tahu Sean.” “Emangnya orangnya siapa ron?”, “orangnya itu cantik, baik, dan senyumannya itu selalu ada dalam pikiranku, orangnya sejarang juga sedang menikmati sunset dan memandangi langit yang mulai gelap, orang itu sekarang ada di dekatku, di sisiku, dan sedang”, tiba-tiba Xavira memutus perkataanku “Sean!!”, dia menyebut namaku dengan pandangan yang agak malu malu, dan akupun meneruskan perkataanku “Iya Xavira Sebenarnya aku sudah memendam rasaku ini sejak pertama kita bertemu, aku mau mengungkapkannya tapi aku takut kalau kamu malah menjauhiku, aku sudah nyaman bisa selalu ada di dekatku, dan aku juga selalu bisa melindungimu, sekarang aku tinggal menunggu jawabanmu saja Xavira, apakah kamu mau menerima perasaanku ini, tapi jika tidak aku mohon kamu jangan menjauhiku”.
Dan Xavira menjawab dengan wajah yang malu malu, “Iya sean sebenarnya aku juga sudah suka sama kamu sejak kita pertama bertemu, aku kira kamu malah tidak menyimpan perasaan kepadaku, tadinya aku berharap aku bisa menjadi orang yang selalu ada di belakangmu yang selalu menyemangatimu dalam susah dan senang”, Aku memotong obrolan “Tapi Kenapa kamu tadi?”, belum selesai bertanya xavira pun malah langsung menjawab “Iya sean tadi aku bicara seperti itu untuk menutupi rasa cemburuku ini, saat kau bilang kamu lagi deket sama perempuan lain itu, hatiku seperti dihujani duri, walaupun begitu aku tidak akan pernah lupa akan saat saat ini, berarti kamu juga sudah tahu jawaban dariku kan sean?”, dengan tatapan teduhnya yang tertetes sedikit air mata yang membuatku langsung menggenggam tangannya, tangan yang lebih lembut dari tangga aku dan aku berkata “Kita akan selalu seperti ini, selalu bersama, percayalah aku tidak akan pernah melukai perasaanmu yang selembut benang sutra, aku berjanji aku akan selalu bersamamu, untuk melindungimu di dalam kebahagiaaan ataupun dalam jurang kesedihan, karena tawamu itu senangku dan sedihmu itu tangisku, jadi kamu tidak perlu khawatir kalau aku akan meninggalkanmu.
Dan Xavira hanya bisa menangis tapi aku yakin itu adalah air mata kebahagiaan, aku pun langsung memeluk erat tubuhnya dan seakan akan aku tidak ingin melepaskannya.
Dan saat saat itulah menjadi kenangan terindah yang pernah aku alami dalam sepanjang hidupku.
Oleh : Lia Kurnianingsih – Universitas Tama Jagakarsa