Penulis: Mufty Arya Dwitama – Universitas Kristen Indonesia
Bayangkan kamu terbangun di pagi hari dan mendengar berita bahwa harga beras tiba-tiba melonjak sepuluh kali lipat. Panik, bukan? Itulah yang dirasakan rakyat Prancis pada 1789. Roti makanan pokok merek tiba-tiba menjadi barang mewah. Sementara itu, di Istana Versailles yang megah, Raja Louis XVI dan Ratu Marie Antoinette berpesta pora, tak peduli pada jeritan perut rakyatnya. Krisis kecil ini ternyata menjadi percikan api yang membakar seluruh Prancis. Lalu, bagaimana roti bisa menggulingkan seorang raja?
Prancis tahun 1788 dilanda bencana gagal panen. Cuaca ekstrem menghancurkan ladang gandum, dan harga roti melambung hingga 80%. Bagi buruh dan petani yang hidupnya pas-pasan, ini seperti hukuman mati. Mereka harus memilih: beli roti atau bayar pajak yang mencekik. Sementara itu, istana tetap menghamburkan uang untuk perang dan pesta. Rakyat miskin yang kelaparan mulai bertanya: Mengapa kami menderita, sementara bangsawan hidup bermewah-mewah?
Masyarakat Prancis saat itu terbagi dalam tiga golongan yang timpang. Golongan pertama (rohaniwan) dan kedua (bangsawan) hanya 3% populasi, tapi menguasai hampir seluruh kekayaan. Sementara itu, golongan ketiga 97% rakyat biasa, harus menanggung beban pajak tanpa hak politik. Bayangkan seperti sekolah di mana segelintir anak OSIS mengontrol semua fasilitas, sementara murid biasa hanya bisa gigit jari. Ketidakadilan inilah yang membuat rakyat Prancis akhirnya berseru: Cukup sudah!
Ketika Raja Louis XVI mengadakan rapat umum (Estates-General) untuk membahas krisis, rakyat berharap ada perubahan. Tapi mereka malah diabaikan. Merasa dikhianati, perwakilan rakyat mendeklarasikan Majelis Nasional dan bersumpah di Lapangan Tenis untuk tidak bubar sebelum Prancis memiliki konstitusi baru. Ini seperti gerakan petisi massal zaman sekarang, tapi dengan risiko lebih besar. Kemarahan memuncak pada 14 Juli 1789, ketika ribuan orang menyerbu Penjara Bastille simbol kekuasaan tirani raja. Beberapa bulan kemudian, ribuan perempuan marah berbaris ke Versailles, memaksa keluarga kerajaan pindah ke Paris. Revolusi telah dimulai, dan monarki perlahan runtuh.
Pada 1793, Louis XVI dan Marie Antoinette dihukum mati dengan pisau guillotine. Bendera Prancis yang awalnya melambangkan persatuan rakyat dan kerajaan, akhirnya menjadi simbol kemenangan revolusi. Prancis berubah total dari kerajaan mutlak menjadi republik. Tapi revolusi ini juga mengajarkan pelajaran berharga: Ketika penguasa lalai dan ketimpangan terlalu dalam, rakyat bisa bangkit dengan cara yang tak terduga.
Krisis roti yang dimulai dengan kelaparan rakyat ternyata memicu revolusi besar yang mengguncang dunia. Ketimpangan sosial dan pemimpin yang tidak peduli terhadap rakyat kecil menjadi resep bencana. Krisis kecil bisa menjadi pemicu perubahan besar, terutama jika pemimpin tidak mendengarkan suara rakyat.
Menurutmu, apa yang harus dilakukan jika harga kebutuhan pokok di Indonesia tiba-tiba melonjak?
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.