Majalah Sunday

ANTARA RAGA DAN JIWA

Hari semakin sore, Arsya pun segera masuk ke rumahnya dan mengunci pintu. Arsya baru saja menikmati sore harinya dengan meminum segelas teh hangat ditemani sepotong kue yang dibelinya saat pulang kerja tadi. Arsya memutuskan untuk mengambil handuk dan membasuh tubuhnya, seharian ini aktivitas Arsya sangat padat hingga membuat kepala terasa ingin pecah.

Seusai mandi Arsya duduk di ruang tamu ditemani berita sore membahas kecelakaan lalu lintas. Tidak lama ponsel Arsya berdering menampilkan nomor tidak dikenal, segera Arsya mengangkat panggilan tersebut.

“Halo, apa benar ini dengan keluarga saudara Arjuna?”

“Benar, ini siapa?”

“Kami dari pihak kepolisian ingin menginformasikan bahwa saudara Arjuna meninggal akibat kecelakaan. Kami mohon mbak Arsyana bisa langsung ke rumah sakit untuk mengurus jasad mas Arjuna.”

Arsya hanya bisa terdiam mendengarkan penjelasan seseorang yang mengenalkan diri sebagai polisi itu. Adiknya yang begitu ia sayangi dan selalu menemaninya setelah orangtua mereka meninggal justru sekarang malah meninggalkannya juga.

“Mbak Arsyana?”

“Baik, saya akan segera ke sana.”

Arsya segera mematikan televisi lalu bergegas mengambil kunci mobilnya dan menancap gas menuju rumah sakit yang telah diberitahukan oleh pihak kepolisian. Sebisa mungkin Arsya menahan tangisnya agar tetap fokus pada jalanan, namun

Arsya tidak bisa air mata nya tetap mengalir menemani perjalanan ke rumah sakit.

Arsya tidak sanggup melihat tubuh sang adik terbujur kaku di balik kain putih. Arsya menangis, dunianya hancur. Bagi Arsya, Juna adalah alasan ia tetap waras untuk bertahan hidup. Arsya sangat hancur saat mengetahui orangtua mereka meninggal dan hanya Juna yang mendampingi Arsya sampai bisa bangkit dan menerima kenyataan. Tapi sekarang rasanya Arsya tidak sanggup membayangkan hidupnya tanpa Juna.

Arsya segera mengurus pemakaman Juna yang akan dimakamkan di TPU yang sama dengan orangtua mereka.

+++

Pemakaman Juna telah usai, para pelayat pun meninggalkan area pemakaman. Pemakaman Juna hanya dihadiri oleh para tetangga dan Jihan, teman Arsya sedari SMA. Bisa dikatakan selain Juna hanya Jihan yang menemani Arsya hingga kini Arsya bekerja bahkan di masa terpuruk Jihan tetap tidak meninggalkan Arsya.

“Sya, ayo pulang…” Jihan berusaha mengajak Arsya pulang, sepertinya Jihan akan tinggal bersama Arsya beberapa hari memastikan bahwa teman baiknya tidak akan melakukan hal aneh akibat rasa kehilangannya.

Selama perjalanan Arsya hanya terdiam membiarkan Jihan menyetir mobil dengan sepi. Arsya hanya memandang jalanan dengan pikiran kalut. Arsya mengingat kembali kenangan saat keluarga kecilnya masih lengkap. Jihan pun

sesekali hanya melihat Arsya dengan rasa mirisnya, Jihan cukup tau jika Arsya sangat begitu menyayangi adik yang terpaut 5 tahun itu. Jihan tau bahwa sejak orangtua Arsya meninggal Juna menjadi alasannya bertahan.

Sesampainya di rumah Arsya, Jihan segera memarkirkan mobil dan masuk ke dalam rumah. Dilihatnya Arsya terduduk di ruang televisi.

“Ji, kayaknya gua bakal ambil cuti terus ke Bandung deh.” Jihan mengernyit heran lantaran Arsya mengucapkan niatnya dengan pandangan kosong “Lo mau ngapain ke Bandung?”

“Gua belum sanggup kalau tinggal di rumah ini jadi gua mutusin buat staycation ke Bandung.”

“Nanti gua juga urus cuti deh biar temenin lo ke Bandung.”

“Gak perlu, Ji. Gua bisa sendiri kok, nanti gua naik kereta aja.”

Jihan hanya menganggukkan kepala, sejujurnya Jihan agak tidak yakin membiarkan Arsya pergi sendirian ke Bandung tetapi Jihan tidak bisa melarang keputusan Arsya, Jihan hanya bisa berdoa jika Arsya akan baik-baik saja.

+++

Keesokan hari Arsya menuju stasiun menggunakan angkutan umum. Awalnya Jihan memaksa mengantar Arsya ke stasiun tetapi Arsya menolak karena tidak ingin merepotkan jadi Arsya menyuruh Jihan untuk pulang pada sore hari kemarin. Arsya mengangkat koper dan segera menuju gerbang stasiun.

Saat akan menyebrang jalan, sebuah mobil melintas cepat menabrak Arsya. Arsya terpental dan perlahan tidak sadarkan diri, orang disekitar yang melihat

kejadian tersebut segera mengerumuni Arsya yang tidak sadarkan diri lalu membawa tubuh Arsya ke rumah sakit terdekat.

+++

Jihan sedang berada di kantor saat mendapatkan panggilan yang menyatakan bahwa Arsya tertabrak pun langsung menuju rumah sakit. Jihan menyesal karena tidak memaksakan diri untuk mengantar Arsya ke stasiun.

Untungnya saat sampai di rumah sakit, dokter yang menangani Arsya mengatakan bahwa keadaan Arsya baik-baik saja.

+++

Arsya sudah diperbolehkan pulang setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit. Arsya kembali ke rumah sendirian karena Jihan ada keperluan. Arsya menuju kamar untuk membaringkan tubuhnya. Pikiran Arsya berkelana mengingat seluruh kenangan tentang keluarga yang telah meninggalkan Arsya.

Arsya merupakan anak pertama di keluarganya, Arsya memiliki adik laki-laki, Juna namanya. Arsya dan Juna dibesarkan oleh orangtua hebat yang mampu membuat Arsya dan Juna saling menyayangi serta melengkapi bahkan saat orangtua mereka meninggal mereka masih tetap bisa saling menguatkan satu sama lain. Orangtua Arsya dan Juna meninggal akibat kecelakaan pesawat dan saat mendapati berita orangtua mereka meninggal, pihak keluarga yang lain seakan tutup mata mengabaikan Arsya dan Juna. Jadi, Arsya yang saat itu masih berusia 20 tahun harus berusaha sekeras mungkin membiayai kehidupannya dan sang adik. Dari menjadi pelayan restoran hingga berjualan Arsya lakukan agar ia bisa tetap berkuliah dan membiayai sekolah sang adik hingga akhirnya Arsya lulus

dan bekerja di sebuah perusahaan besar. Tidak terasa air mata Arsya mengalir karena membayangkan betapa hancurnya 5 tahun lalu serta kepergian Juna. Arsya terus menangis hingga akhirnya ia tertidur bersama rasa sesak di dada.

+++

Sudah 3 hari sejak kepulangannya, Jihan tidak menghubungi Arsya. Selama 3 hari itu juga Arsya mengalami hal aneh, ia kerap kali mendengar suara suara aneh dan melihat sosok berwajah seram muncul di hadapannya. Sosok itu menyeringai menatap Arsya yang gemetar menahan rasa takut, seumur hidupnya ini pertama kali Arsya melihat sosok seram di rumahnya padahal ia yakin jika rumahnya tidak angker; namun kenapa sekarang malah menyeramkan? Arsya yang mereka tidak sanggup langsung lari keluar rumah meninggalkan sosok menyeramkan itu. Tetapi, bukannya selamat ia malah makin banyak menemukan sosok hantu berkeliaran di jalanan. Para hantu itu terus mengganggu Arsya dengan berbagai macam hal, tiba-tiba muncul di hadapan Arsya, menunjukkan sosok figur seram mereka hingga menahan kaki Arsya agar langkah Arsya terasa berat. Apakah ini akibat dari kecelakaan sehingga Arsya bisa melihat sosok mereka? Arsya berusaha mengabaikan gangguan selama di jalan dan memutuskan kembali ke rumahnya, mungkin esok Arsya akan menemui Jihan dan meminta bantuan Jihan agar ia bisa berhenti melihat hantu.

“Arsya….”

“Arsya….”

“Arsya….”

Bisikan bisikan di telinga membuat usaha Arsya untuk memejamkan matanya gagal. Arsya masih tidak habis pikir, darimana setan setan ini berasal? Mengapa

sehabis kecelakaan Arsya malah bisa melihat ‘mereka’ semua? Arsya berharap hari segera pagi agar ia bisa segera menemui Jihan dan menceritakan kejadian aneh serta setan yang ada di rumahnya, Arsya hanya bisa menunggu sambil menahan rasa takutnya.

“Kau harus ikut kami, Arsya…”

“Tempatmu bukan disini Arsya…”

“Jangan pura-pura tidak mendengar kami, kau harus kembali…”

+++

Rasa syukur terpanjat saat jarum jam menunjukkan pukul 7 pagi. Arsya baru bisa tertidur saat pukul 5 dini hari akibat rasa ngantuk yang begitu hebat menderanya. Tanpa menunggu lama Arsya bersiap untuk menuju rumah Jihan, sepertinya Arsya memutuskan akan tinggal bersama Jihan, Arsya benar-benar tidak sanggup mengalami gangguan sepanjang malam lagipula mereka berdua sama-sama tinggal sendiri di Jakarta.

Hampir sampai rumah Jihan, Arsya melihat Jihan keluar rumah dengan terburu buru. Tidak langsung memanggil Arsya lebih memilih mengikuti Jihan. Hingga Jihan berhenti di sebuah TPU, “Untuk apa Jihan kemari?”, “Apakah Jihan ingin mengunjungi makam Juna atau mungkin kenalannya?” Banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiran Arsya, perlahan Arsya tetap mengikuti Jihan sampai Jihan berhenti di makam bertuliskan “Arjuna Arkadewa” t-tapi Arsya tertegun saat melihat Jihan meletakkan bunga yang ia genggam di makam sebelah Juna.

Arsyana Arkadewi 

lahir : 05 Januari 1996

Wafat: 10 Agustus 2021 

“Jadi gua udah meninggal dan ini alasan gua bisa lihat mereka….”

+++

Jihan yang baru saja sampai di rumah segera berlari menuju rumah sakit saat mendapat telepon dari seseorang bahwa Arsya ditemukan bersimbah darah di rumahnya. Tetangga Arsya yang merasa heran tidak pernah melihat Arsya keluar rumah selama 2 hari pun melapor pada RT setempat untuk memeriksa keadaan Arsya, dan benar saja para tetangga menemukan tubuh Arsya terbujur kaku di ruang tengah dengan pisau di genggaman. Jihan benar-benar menyesal membiarkan Arsya sendirian di rumah selama 2 hari. Seandainya Jihan tidak menuruti perkataan Arsya untuk pulang sore itu mungkin Jihan masih bisa melihat Arsya. Nasi sudah menjadi bubur, Arsya telah pergi menemui keluarganya di alam lain dan Jihan tidak bisa merubah apapun. Jihan hanya bisa berdoa agar Arsya tenang di sana.

 

PENULIS: ELSA YUNI MELIYANDA – UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Chat Now
Selamat Datang di Majalah Sunday, ada yang bisa kami bantu?